Investasi Kripto di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat. Pada 2024, jumlah pengguna kripto di Indonesia mencapai 22,9 juta akun di semua platform, dengan total transaksi mencapai Rp650,6 triliun. Angka tersebut meningkat 335,9% dibandingkan tahun sebelumnya.
Adapun aset kripto dengan nilai transaksi tertinggi di Indonesia, di antaranya Tether (USDT), Bitcoin (BTC), Dogecoin (DOGE), Pepe (PEPE), dan XRP (XRP).
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hasan Fawzi menjelaskan bahwa tren investasi ini mencerminkan makin luasnya penggunaan aset kripto oleh masyarakat dan posisi strategis Indonesia dalam ekosistem keuangan digital global.
Menurut Hasan, aset kripto kini bukan hanya sekadar komoditas, melainkan telah berkembang menjadi instrumen keuangan yang lebih kompleks.
Aset ini memiliki potensi besar untuk mendukung inovasi teknologi dan model bisnis baru yang dapat memperkuat sektor keuangan dan perekonomian nasional di masa depan.
Namun, OJK juga mewanti-wanti bahwa investasi dalam aset kripto memiliki tingkat risiko yang relatif tinggi. Oleh karena itu, sangat penting untuk berhati-hati dan memahami berbagai risiko yang terlibat sebelum memutuskan untuk berinvestasi dalam kripto.
Berikut beberapa risiko investasi kripto yang wajib diketahui agar dapat meminimalkan kemungkinan kerugian.
1. Risiko fluktuatif
Ilustrasi investasi kripto atau crypto (unsplash.com/Kanchanara)
Harga aset kripto sangat mudah bergerak naik atau turun dengan cepat dan sering tidak dapat diprediksi. Volatilitas ini dapat menyebabkan perubahan nilai yang signifikan dalam waktu singkat, sehingga investor harus siap menghadapi kemungkinan kehilangan uang dalam jumlah besar.
Ketidakpastian harga ini sering kali dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti regulasi baru, adopsi pasar, atau tren global.
2. Risiko kejahatan siber dan penipuan
Aset kripto sangat rentan terhadap ancaman kejahatan siber seperti peretasan dan skema phishing yang dapat mengakibatkan pencurian aset. Selain itu, beberapa platform atau koin kripto yang menawarkan imbal hasil tinggi bisa menjadi sasaran skema penipuan seperti “pump and dump”.
Skema ini dapat menyebabkan kerugian besar bagi investor yang tidak waspada, sehingga penting untuk selalu berhati-hati dalam memilih platform atau aset kripto.
3. Risiko pasar
Ilustrasi investasi kripto atau crypto (unsplash.com/Art Rachen)
Pasar kripto sangat dipengaruhi oleh sentimen investor dan perubahan berita global, baik itu terkait ekonomi, politik, atau regulasi. Sentimen pasar yang berubah-ubah ini dapat menyebabkan harga aset kripto berfluktuasi secara tajam, bahkan dalam waktu yang sangat singkat.
Keputusan investasi sering kali dipengaruhi oleh rumor atau kebijakan pemerintah yang memengaruhi dunia kripto, membuat pasar ini lebih sensitif terhadap berbagai faktor eksternal.
4. Risiko likuiditas
Tidak semua aset kripto memiliki likuiditas yang tinggi, yang berarti beberapa koin atau token mungkin sulit untuk dijual kembali ketika Anda membutuhkan uang tunai dengan cepat. Hal ini dapat menjadi masalah besar jika Anda memutuskan untuk keluar dari investasi kripto dan membutuhkan dana tunai dalam jumlah besar dalam waktu singkat.
Aset yang tidak likuid dapat menghambat kemampuan Anda untuk mengakses uang yang telah Anda investasikan jika pasar mengalami penurunan atau kekurangan pembeli.
5. Risiko dalam segi kehalalan
Transaksi aset digital diprediksi kembali marak. (dok. Nanovest)
Faktor risiko lain dari investasi kripto yang sering diperdebatkan adalah dari sisi kesesuaian dalam ajaran Islam. Beberapa ulama berpendapat bahwa trading kripto bisa dianggap halal jika dilakukan dengan transparansi dan kejelasan.
Ini termasuk pemahaman tentang risiko yang terlibat, serta memastikan bahwa transaksi dilakukan secara jujur tanpa manipulasi.
Trading kripto juga dianggap halal jika memberikan manfaat ekonomi bagi individu dan masyarakat secara umum, misalnya jika keuntungan yang diperoleh digunakan untuk kebaikan dan meningkatkan kesejahteraan.
Namun, ada juga pandangan yang menyatakan bahwa trading kripto dikategorikan haram. Salah satu alasan utama adalah sifatnya yang spekulatif. Fluktuasi harga yang cepat dan tak terduga membuat trading kripto sering dianggap sebagai bentuk perjudian.
Beberapa ulama juga berpendapat bahwa aset kripto tidak memiliki nilai intrinsik karena tidak didukung oleh aset fisik atau pemerintah. Hal ini menimbulkan ketidakpastian dan dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.
Di sisi lain, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa penggunaan Cryptocurrency”>Cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram. Hal ini karena adanya unsur gharar (ketidakpastian) dan dharar (kerugian) dalam transaksi kripto, serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Selain itu, volatilitas yang ekstrem pada nilai mata uang kripto dianggap dapat merugikan salah satu pihak dalam transaksi, sehingga tidak sesuai dengan prinsip keadilan dalam Islam.