5 Kejanggalan Kematian ADP Versi Keluarga: Surat Kaleng Berisi Simbol hingga Dugaan Pembunuh Profesional
Tim Redaksi
YOGYAKARTA, KOMPAS.com –
Kasus kematian misterius diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) ADP, memasuki babak baru dengan sejumlah kejanggalan yang diungkap oleh pihak keluarga.
Dalam konferensi pers yang digelar di Yogyakarta pada Sabtu (23/8/2025), keluarga yang didampingi oleh tim kuasa hukum, Nicholay Aprilindo dan Dwi Librianto, membeberkan berbagai temuan yang memperkuat dugaan adanya pihak lain di balik meninggalnya ADP.
Salah satu temuan paling janggal diungkap oleh kuasa hukum keluarga, Nicholay Aprilindo.
Ia menjelaskan bahwa saat acara pengajian untuk mendiang ADP pada 9 Juli 2025, asisten rumah tangga keluarga menerima sebuah amplop cokelat dari seorang pria tak dikenal.
Isi amplop tersebut bukanlah surat, melainkan simbol-simbol yang terbuat dari gabus putih.
“Ada seseorang membawa amplop coklat, yang berisi simbol-simbol dari gabus putih, yaitu simbol bintang, hati, dan simbol bunga kamboja,” katanya dalam konferensi pers di Yogyakarta, Sabtu (23/8/2025).
Nicholay menegaskan bahwa temuan ini telah diserahkan kepada pihak berwenang untuk didalami lebih lanjut, karena keluarga meyakini simbol tersebut membawa pesan tersembunyi.
“Itu sudah diserahkan kepada pihak keluarga kepada pihak-pihak yang melakukan penyelidikan. Kami minta diperdalam apa makna dari simbol-simbol itu, pesan apa yang terkandung dalam simbol itu,” kata dia.
Kejanggalan lain datang dari aktivitas digital almarhum.
Kuasa hukum menyebutkan bahwa istri ADP, Meta Ayu – yang akrab disapa Pita – menemukan akun media sosial dan aplikasi perpesanan suaminya sempat aktif setelah dinyatakan meninggal dunia, padahal ponselnya dilaporkan hilang.
“Kami baru dapat informasi dari istrinya atau keluarganya, Instagram milik almarhum
on
padahal sempat dikatakan HP-nya hilang,” ujar Nicholay Aprilindo.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Meta Ayu sempat mencoba mengirim pesan ke nomor WhatsApp milik suaminya dan pesan tersebut menunjukkan status terkirim dengan tanda centang dua.
“Berarti kan on kalau centang dua, ini kan jadi misteri juga. Dikatakan kalau HP-nya hilang, tapi kok bisa ada on di Instagram dan centang dua,” katanya.
“Untuk waktunya (medsosnya aktif) kami akan mendalami.”
KOMPAS.COM/WISANG SETO PANGARIBOWO Kuasa Hukum keluarga ADP Nicholay bersama orangtua ADP Subaryano, Sabtu (23/8/2025)
Istri almarhum, Meta Ayu, sempat menelpon Polsek Menteng sebanyak tujuh kali, pada malam hari sebelum ADP ditemukan meregang nyawa. Namun tidak direspons.
Hal itu disampaikan oleh Kuasa Hukum keluarga diplomat Kemenlu, Dwi Librianto.
Kronologi dimulai saat Meta Ayu, tidak bisa menghubungi suaminya sejak Senin, 7 Juli 2025, pukul 21.20 WIB.
“Pertama sejak Senin, 7 Juli 2025, pukul 21.20, Pita (panggilan Meta Ayu) tidak dapat menghubungi Daru karena WA tidak aktif, centang satu,” jelas Dwi Librianto.
Setelah itu, Pita mencoba menghubungi penjaga kos, Siswanto. Sebab Pita sudah tidak bisa menghubungi Daru pada pukul 22.23 dan 22.25 pada hari Senin itu.
Setelah gagal menghubungi penjaga kos, Pita mencoba menghubungi pihak kepolisian pada dini hari.
“Dini hari tanggal 8 Juli 2025, menelpon Polsek Menteng tujuh kali. Tadi pagi saya coba menghubungi (nomor Polsek Menteng), memang ada, tapi tidak ada respons. Jadi, tujuh kali istri almarhum menghubungi Polsek Menteng,” ungkapnya.
Tim kuasa hukum juga menyoroti adanya kejanggalan dalam keterangan penjaga kos kepada penyidik.
Nicholay Aprilindo membantah keras pernyataan bahwa istri ADP pernah meminta posisi kamera pengawas (CCTV) diubah.
“Dan perlu saya sampaikan keterangan dari istri almarhum bahwa istri almarhum yang bernama Meta Ayu tidak pernah meminta pergeseran CCTV,” tegas Nicholay.
Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai motif di balik keterangan penjaga kos tersebut.
“Istri almarhum menyatakan tidak pernah meminta penjaga kos untuk menggeser CCTV, sehingga timbul pertanyaan kami dari mana penjaga kos, Siswanto, itu menyatakan ada permintaan dari istri almarhum untuk menggeser CCTV,” tambahnya.
Berdasarkan serangkaian kejanggalan tersebut, keluarga dan kuasa hukum meyakini kematian ADP bukanlah peristiwa biasa dan diduga melibatkan pembunuh profesional. Pihak keluarga menyatakan ketidakpuasan atas kesimpulan awal yang disampaikan oleh kepolisian.
“Jadi ketidakpuasan pihak keluarga, khususnya orangtua, setelah melihat kejanggalan yang saya sebut, sehingga pada kesimpulan sementara bahwa kematian almarhum ada pihak lain yang terlibat,” kata Nicholay.
Menanggapi tidak ditemukannya sidik jari di lokasi, Nicholay berpendapat bahwa pelaku profesional menggunakan teknologi canggih untuk menghilangkan jejak seperti sarung tangan tanpa jejak.
“Kalau dikatakan sidik jari dan sebagainya, sekarang pembunuh profesional yang mempunyai keahlian khusus menggunakan peralatan canggih, contohnya sarung tangan tanpa jejak, tidak meninggalkan sidik jari,” jelasnya.
Di tengah upaya mencari keadilan, Subaryono, ayah dari almarhum ADP, menyampaikan permohonan tulus kepada Presiden RI, Prabowo Subianto, untuk membantu mengungkap misteri kematian putranya.
Subaryono (70 tahun) merasa lemah dan tidak berdaya, terlebih karena anaknya adalah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengabdi pada negara. Oleh karena itu, ia berharap pimpinan tertinggi negara dapat memberikan perhatian khusus pada kasus ini.
“Kami memohon kepada yang terhormat presiden Republik Indonesia, yang terhormat bapak Prabowo Subianto, kami mohon dengan rendah hati dan kami mohon setulus-tulusnya,” ucap Subaryono dengan suara bergetar, Sabtu (23/8/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
5 Kejanggalan Kematian ADP Versi Keluarga: Surat Kaleng Berisi Simbol hingga Dugaan Pembunuh Profesional Yogyakarta 24 Agustus 2025
/data/photo/2025/08/23/68a99fab20f4d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)