Ivan Sugianto: Dari Intimidasi, Pamer Beking, hingga Temuan PPATK
Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif.
BELAKANGAN
ini, media sosial dihebohkan aksi pengusaha asal Surabaya bernama
Ivan Sugianto
yang meminta siswa salah satu SMA di Surabaya untuk bersujud dan menggonggong di hadapannya.
Dalam video viral di media sosial memperlihatkan Ivan Sugianto mendatangi seorang siswa di sekolah tersebut. Dia meminta seorang siswa untuk meminta maaf sambil bersujud dan menggonggong seperti anjing.
Peristiwa tersebut diduga lantaran Ivan Sugianto tak terima anaknya diejek memiliki rambut yang mirip dengan anjing pudel oleh siswa tersebut.
Cuplikan video yang berujung viral itu menjadi sorotan publik. Tindakan Ivan Sugianto dikecam, dinilai tidak manusiawi, apalagi kepada seorang anak.
Kemarahan publik ternyata tidak hanya sebatas mengecam perbuatan tersebut. Publik juga menguliti siapa sebenarnya Ivan Sugianto sehingga berani melakukan perbuatan tercela.
Setelah cuplikan video tersebut semakin viral, ditemukan fakta bahwa Ivan Sugianto merupakan pengusaha toko gadget dan klub malam ternama di Surabaya.
Ditambah lagi, di media sosial beredar foto-foto swafoto Ivan Sugianto dan anaknya bersama seorang pejabat dari TNI di dalam mobil, termasuk foto Ivan bersama aparat di ruangan
vice control
Polrestabes Surabaya.
Tentu publik bertanya, siapa Ivan Sugianto sehingga bisa ada di ruang-ruang resmi institusi negara?
Di tengah ketidakpercayaan masyarakat kepada penegakan hukum, tindakan Ivan Sugianto mencoreng citra institusi penegakan hukum. Di saat banyak masyarakat yang membutuhkan keadilan, Ivan Sugianto menunjukkan dirinya bisa duduk di
vice control
Polresta Surabaya, seolah-olah memiliki kekuatan yang lebih dari masyarakat pada umumnya.
Kedekatan antara pengusaha dan aparat penegak hukum sebenarnya bukan peristiwa baru di Indonesia.
Tidak hanya kepada para pengusaha, seharusnya aparat penegak hukum wajib menerima masyarakat umum dalam hal pemberian layanan publik dan penegakan hukum. Artinya, seharusnya tidak ada pembeda di dalam masyarakat.
Nyatanya, tidak sedikit kedekatan seperti ini berujung menjadi celah yang disalahartikan. Mungkin bagi sebagian pengusaha, kedekatan pengusaha dengan aparat penegak hukum dirasa memberikan kekebalan hukum, keamanan, menakuti-nakuti lawan, dan bebas dari permasalahan.
Banyak juga di antaranya yang mengoleksi foto-foto dengan para pejabat untuk menunjukkan bahwa ‘dia bukanlah orang sembarangan’.
Praktik-praktik seperti ini harus dibasmi dan dituntaskan. Pemicu terjadinya ketidakadilan dan kejahatan adalah ketika diberikannya ruang bagi orang yang merasa memiliki kekuatan absolut.
Sebagai upaya reformasi penegakan hukum di negara hukum, perlu adanya upaya dari TNI/Polri/Institusi negara lainnya untuk membatasi penggunaan ruang-ruang institusi negara untuk bertemu dalam hal yang bukan kepentingan umum.
Memang tidak ada larangan bahwa aparat tidak boleh dekat dengan pengusaha. Namun, berbicara soal etika, penegak hukum harus memberikan rasa keadilan bagi semua orang.
Polri harus mengklarifikasi kepada publik bahwa tidak ada hubungan mutualisme (saling menguntungkan) antara Ivan Sugianto dengan aparat penegak hukum di Polresta Surabaya.
Jangan sampai citra Polri yang saat ini sedang menuju perbaikan justru menjadi sia-sia hanya karena ulah dari segelintir orang.
Ternyata, masalah Ivan Sugianto tak sampai di situ. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (
PPATK
) belakangan juga memblokir rekening Ivan Sugianto karena dugaan
pencucian uang
, termasuk rekening Valhalla Specta Club Surabaya.
Dari kasus
intimidasi
, pamer beking, ternyata berujung temuan PPATK. Di luar ekspektasi publik, dari yang hanya berharap dapat ditangkap dan dihukum seadil-adilnya, ternyata berujung kepada adanya indikasi pencucian uang.
Tentu ini menjadi pertanyaan sekaligus sindiran kepada PPATK, kenapa harus viral dulu baru ada temuan? Menjadi aneh, ketika PPATK tiba-tiba memblokir kasus yang awalnya adalah intimidasi.
Pertanyaan kemudian muncul, seandainya tidak ada kasus intimidasi ini, mungkin kita tidak akan mendapat kabar bahwa ada pemblokiran rekening Ivan Sugianto oleh PPATK.
Adanya dugaan tindak pidana pencucian uang harus dibuktikan secara hukum. Dalam Undang-Undang Tindak Pidana
Pencucian Uang
dijelaskan bahwa tindak pidana pencucian uang memang tidak berdiri sendiri, tetapi harus ada kaitannya dengan tindak pidana asal. Tidak mungkin ada tindak pidana pencucian uang kalau tidak ada tindak pidana asalnya.
Dengan adanya pemblokiran dari PPATK, tahap selanjutnya, aparat penegak hukum harus membuktikan tindak pidana asal sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pada tahap inilah diperlukan integritas aparat penegak hukum untuk membuktikan siapa saja pihak yang terlibat dengan Ivan Sugianto.
Mungkin dari tragedi ini menjadi kontemplasi (renungan) bagi seluruh pihak untuk kembali pada kepada jalan keadilan. Reformasi hukum harus benar-benar dijalankan. Negara ini bukanlah milik segelintir orang, sudah saatnya negara ini bebas dari ketidakadilan.
Sebagai penutup menjadi kontemplasi bagi kita semua dari Prof. Dr. Jacob Elfinus Sahetapy, “Meskipun kebohongan itu lari secepat kilat, satu waktu kebenaran itu akan mengalahkannya.”
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.