Jakarta, Beritasatu.com – Merespons wacana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%, Deputi Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Ruben Hutabarat menyoroti tiga jenis pajak yang belum dijalankan pemerintah dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dia mempertanyakan mengapa kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) jadi 12% menjadi prioritas padahal ada tiga objek pajak lain yang juga tertuang dalam UU HPP, tetapi belum digencarkan oleh regulator.
“Namun yang harus dicatat juga adalah di dalam UU HPP ada juga pajak-pajak lain yang sampai sekarang belum dijalankan pemerintah, tetapi memang subjek pajaknya berbeda. Seperti contoh pajak karbon, cukai pemanis dan pajak penghasilan atas perdagangan melalui sistem elektronik,” beber Ruben Hutabarat dalam Investor Daily Talk IDTV, Senin (25/11/2024).
Ruben menyebut jika memang dalihnya ialah untuk menjalankan amanat UU HPP, mengapa tiga jenis pajak tadi belum digencarkan sampai dengan saat ini sehingga akan muncul anggapan keberpihakan terhadap subjek tertentu.
Pasalnya dari ketiga jenis pajak tadi, subjek pajaknya tentu berbeda dengan kenaikan tarif PPN. “PPN akan menyasar hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah akan segera menaikkan PPN menjadi 12% di Januari 2025 mendatang. Adapun skema kenaikan PPN berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), tarif PPN telah berangsur naik sejak 2020 dari level 10%.
Kemudian di level 11% yang berlaku pada 1 April 2022 lalu dan akan kembali ditingkatkan pada 1 Januari tahun depan ke level 12%.