Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

3 Hal tentang Skandal Signal: Jurnalis Tak Sengaja Masuk ke Grup Chat Pejabat Pemerintahan Trump – Halaman all

3 Hal tentang Skandal Signal: Jurnalis Tak Sengaja Masuk ke Grup Chat Pejabat Pemerintahan Trump – Halaman all

TRIBUNNEWS.COM – Seorang jurnalis secara tidak sengaja ditambahkan ke dalam grup obrolan aplikasi perpesanan Signal yang berisi pejabat tinggi pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

Dalam grup tersebut, mereka membahas rencana serangan militer rahasia terhadap target Houthi di Yaman.

Trump sebelumnya telah meluncurkan kampanye serangan militer skala besar terhadap Houthi awal bulan ini dan memperingatkan Iran, pendukung utama kelompok tersebut, untuk segera menghentikan dukungannya.

Serangan udara dilaksanakan hanya dua jam setelah jurnalis tersebut menerima informasi rahasia ini.

Mengutip SBS News, berikut tiga hal yang perlu diketahui mengenai skandal ini:

1. Kronologi

Pemimpin redaksi The Atlantic, Jeffrey Goldberg, mengatakan bahwa ia secara tidak sengaja ditambahkan ke grup obrolan Signal bernama “Houthi PC Small Group” pada 13 Maret 2025.

Goldberg mengklaim grup tersebut berisi pejabat tinggi pemerintahan Trump yang tengah mendiskusikan serangan militer yang akan segera terjadi.

Obrolan tersebut tampaknya melibatkan 18 tokoh senior, termasuk:

Wakil Presiden AS JD Vance,
Menteri Pertahanan Pete Hegseth,
Menteri Luar Negeri Marco Rubio,
Direktur CIA John Ratcliffe,
Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard,
Menteri Keuangan Scott Bessent,
Kepala Staf Gedung Putih Susie Wiles,
Seorang perwira intelijen aktif yang tidak disebutkan namanya,
Serta pejabat senior Dewan Keamanan Nasional lainnya.

Dalam artikelnya di The Atlantic berjudul “The Trump Administration Accidentally Texted Me Its War Plans”, Goldberg membagikan pengalamannya dalam grup tersebut, lengkap dengan tangkapan layar percakapan.

Menurutnya, pesan-pesan dalam grup berisi rincian rahasia mengenai target serangan, senjata yang akan dikerahkan AS, serta strategi operasi.

Ia juga mengungkap bahwa penasihat keamanan nasional Michael Waltz menugaskan wakilnya, Alex Wong, untuk membentuk “tim macan” guna mengoordinasikan serangan ini.

Awalnya, Goldberg meragukan keaslian grup tersebut.

Namun, setelah membaca isi obrolan, ia menyadari bahwa serangan udara benar-benar diluncurkan hanya dua jam setelah informasi tersebut dibagikan.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Brian Hughes mengonfirmasi bahwa grup tersebut tampaknya asli.

Di bawah hukum AS, menyalahgunakan atau salah menangani informasi rahasia dapat dianggap sebagai kejahatan.

Selain itu, penggunaan Signal—yang memungkinkan pesan terhapus otomatis—memunculkan dugaan pelanggaran terhadap undang-undang pencatatan federal.

2. Isi Obrolan

Percakapan dalam grup tidak hanya membahas strategi militer, tetapi juga berisi perdebatan internal mengenai serangan tersebut.

Dalam sebuah pesan, akun yang diklaim sebagai Vance mengekspresikan kekhawatiran terkait alasan dan waktu serangan:

“Hanya 3 persen perdagangan AS melewati Terusan Suez, sementara 40 persen perdagangan Eropa bergantung padanya. Ada risiko besar bahwa publik tidak memahami ini atau mengapa kita perlu bertindak. Alasan utama untuk melakukan ini, seperti yang dikatakan POTUS, adalah untuk mengirim pesan.”

Di pesan lain, akun Vance mempertanyakan konsistensi strategi Trump:

“Saya tidak yakin presiden menyadari betapa kontradiktifnya hal ini dengan pesan kebijakannya terhadap Eropa. Ada argumen kuat untuk menunda serangan selama sebulan, memberi waktu untuk menyampaikan alasan di balik tindakan ini, dan melihat bagaimana dampaknya terhadap ekonomi.”

Obrolan juga mengungkap sikap skeptis terhadap peran AS dalam membantu sekutu Eropa.

Akun yang diidentifikasi sebagai Vance menulis:

“@PeteHegseth, kalau menurutmu kita harus melakukannya, ayo.”

“Saya benci menyelamatkan Eropa lagi.”

“Mari kita pastikan pesan kita di sini tepat.”

Hegseth membalas:

“VP: Saya sepenuhnya setuju dengan kebencianmu terhadap Eropa yang tidak bertanggung jawab. Itu MENYEDIHKAN.”

Goldberg menilai penggunaan Signal untuk membahas strategi keamanan nasional sebagai tindakan yang “sangat sembrono.”

3. Reaksi

Skandal ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai bagaimana pemerintahan Trump menangani informasi rahasia serta potensi pelanggaran Undang-Undang Spionase AS.

Politisi dari Partai Demokrat langsung bereaksi keras dan menyerukan investigasi.

Mantan kandidat presiden Hillary Clinton menulis di X (Twitter):

“Anda pasti bercanda,” tulisnya disertai emoji mata serta tangkapan layar artikel The Atlantic.

Sebagai catatan, penggunaan server pribadi Clinton untuk email rahasia saat menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pernah menjadi isu besar dalam Pilpres 2016.

Pemimpin Senat Demokrat Chuck Schumer menyebut insiden ini sebagai salah satu kebocoran intelijen militer paling mencengangkan dalam waktu yang sangat lama.

Ia berjanji akan meminta pemimpin mayoritas Senat, John Thune, untuk melakukan penyelidikan.

Senator Elizabeth Warren menulis di X:

“Menggunakan Signal untuk membahas strategi keamanan nasional yang sangat sensitif jelas ilegal dan berbahaya di luar dugaan.”

Senator Chris Coons juga menambahkan:

“Setiap pejabat dalam rantai pesan ini kini telah melakukan kejahatan—meskipun tidak disengaja—yang biasanya berujung hukuman penjara.”

Saat ditanya oleh wartawan mengenai insiden ini, Trump menanggapi singkat:

“Saya tidak tahu apa pun tentang itu. Saya bukan penggemar berat The Atlantic.”

Namun, seorang pejabat Gedung Putih kemudian mengonfirmasi bahwa Trump telah diberi pengarahan, dan penyelidikan internal sedang berlangsung.

Meski mendapat kritik keras, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Brian Hughes membela percakapan dalam grup tersebut.

“Diskusi itu adalah contoh koordinasi kebijakan yang mendalam dan bijaksana antara pejabat senior.”

“Keberhasilan operasi terhadap Houthi menunjukkan bahwa tidak ada ancaman terhadap anggota militer atau keamanan nasional kita.”

Hughes juga membantah bahwa rencana perang dibagikan melalui pesan teks.

Namun, dalam wawancara dengan CNN, Goldberg menanggapi pernyataan itu dengan tegas:

“Tidak, itu bohong. Dia mengirim rencana perang lewat pesan teks.”

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Merangkum Semua Peristiwa