10 Kasus Keracunan MBG di Cipongkor, BGN: Memasak Terlalu Awal Nasional

10
                    
                        Kasus Keracunan MBG di Cipongkor, BGN: Memasak Terlalu Awal
                        Nasional

Kasus Keracunan MBG di Cipongkor, BGN: Memasak Terlalu Awal
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan, penyebab keracunan makan bergizi gratis (MBG) di Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, terjadi karena kesalahan teknis dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
SPPG disebut memasak terlalu awal, sehingga makanan tersimpan terlalu lama sebelum didistribusikan.
“Keterangan awal kan menunjukkan bahwa SPPG itu memasak terlalu awal sehingga masakan terlalu lama,” kata Dadan, usai meninjau Posko Penanganan kasus dugaan keracunan makanan Program MBG di Cipongkor, yang disampaikan dalam keterangan resmi, Rabu (24/9/2025).
“Kita sudah koordinasi dengan seluruh SPPG yang baru yang beroperasional satu bulan terakhir, kemudian kita minta agar mereka mulai masak di atas jam setengah dua agar waktu antara masak
processing
dengan
delivery
-nya tidak lebih dari 4 jam,” ujar Dadan.
Menurut dia, pola memasak dan distribusi menjadi kunci utama agar kualitas makanan tetap terjaga.
SPPG lama dinilai sudah menemukan ritme kerja.
Namun, SPPG yang baru kerap khawatir makanan tidak selesai tepat waktu sehingga melakukan produksi terlalu dini.
“Oleh sebab itu, salah satu yang saya instruksikan kepada SPPG baru itu ketika memulai, mereka sudah punya daftar penerima manfaat. Katakanlah 3.500 di 20 sekolah, saya meminta agar mereka di awal-awal melayani 2 sekolah dulu,” ujar dia.
“Kemudian setelah terbiasa baru naik ke 4 sekolah, setelah itu naik lagi ke 10 sekolah. Kemudian setelah bisa menguasai proses, termasuk antara masak dan delivery-nya bisa tepat waktu dengan jumlah yang tertentu, baru bisa memaksimalkan jumlah penerima manfaat,” lanjut Dadan.
Selain itu, Dadan juga menyoroti kasus serupa yang sempat terjadi di Banggai, Sulawesi Tengah.
SPPG setempat sebelumnya berjalan baik, tetapi kemudian mengganti pemasok bahan baku secara mendadak sehingga kualitas menurun.
“Oleh sebab itu, kita instruksikan lagi bagi yang (SPPG) lama agar mau mengganti
supplier
harus bertahap. Jadi segala sesuatu tidak boleh berubah secara drastis,” ujar dia.
“Untuk SPPG yang menjalani ini, seperti yang di Banggai, itu kan mengganti
supplier
dalam waktu yang sangat singkat sehingga kami minta setelah kejadian setop dulu,” sambung dia.
Dadan mengatakan, SPPG harus melakukan analisis menyeluruh, termasuk yang di Cipongkor, Bandung.
Untuk itu, Dadan meminta agar SPPG tersebut menyetop distribusi MBG sementara waktu.
“Kami juga minta setop dulu sampai mereka bisa membiasakan dan melakukan analisis mendetail terkait dengan pelayanan,” sambung Dadan.
Menurut Dadan, evaluasi tidak hanya dilakukan di Cipongkor, tetapi juga pada SPPG baru lainnya agar kejadian serupa tidak terulang.
Dirinya pun mengingatkan penanganan psikologis anak-anak penerima manfaat yang tidak boleh diabaikan.
“Jangan lupa bahwa anak-anak yang mengalami gangguan pencernaan pasti akan mengalami trauma. Jadi salah satu aspek yang juga termasuk harus mereka kelola adalah bagaimana agar yang trauma ini bisa kembali percaya bahwa mereka itu akan aman ketika mengonsumsi makan bergizi (gratis),” pungkas dia.
Berita sebelumnya menyebutkan, ratusan siswa di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, mengalami keracunan massal setelah menyantap makanan dari program MBG.
Menurut laporan Dinas Kesehatan Jawa Barat, makanan yang disantap siswa terdiri dari nasi dan lauk yang dimasak pada malam hari, tetapi baru dikonsumsi siang keesokan harinya.
Akibat jarak waktu yang terlalu lama, makanan menjadi basi dan memicu keracunan massal.
Hal itu mendapat perhatian dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Dedi menuturkan, faktor utama keracunan adalah kesalahan teknis dalam proses memasak dan distribusi makanan.
“Secara umum problemnya adalah, di makanan itu basi, karena masaknya itu malam, kemudian didistribusikan dan dimakannya oleh siswa itu siang hari. Jadi waktunya sudah terlalu lama antara dimasak dan dimakan,” ujar Dedi saat ditemui di Kampus UIN Sunan Gunung Jati, Kota Bandung, Selasa (23/9/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.