Saksi Sebut Dirut BUMN Minta Direksi Patungan Beli Emas, Diserahkan ke Kementerian BUMN
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Jajaran direksi PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry disebut diminta patungan membeli
emas
dan diserahkan kepada pihak Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Informasi ini disampaikan mantan Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) dan Layanan Korporasi
PT ASDP
, Wing Antariksa.
Ia dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan
korupsi
kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP.
“Pernah enggak saudara diminta untuk, direksi itu (diminta) patungan dimintain uang. Itu untuk dibelikan emas, dan itu akan diberikan kepada pejabat di Kementerian BUMN. Pernah enggak seperti itu?” tanya jaksa Komisi Pemberantasan
Korupsi
(KPK) Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025).
Wing lalu menjelaskan, di awal periode
Ira Puspadewi
menjabat Direktur Utama PT ASDP pada 2017, jajaran direksi diminta patungan.
“Seingat saya itu di awal periode Ibu Ira sebagai direktur utama. Sempat ada diskusi bahwa yang bersangkutan ingin menyampaikan terima kasih kepada kementerian BUMN karena telah diangkat di PT ASDP,” jawab Wing.
Jaksa Wawan pun mendalami motif Ira, terdakwa pertama dalam kasus korupsi ini, ingin menyampaikan ucapan terima kasih dalam bentuk pemberian.
“Saat itu yang bersangkutan menyampaikan akan memberikan emas,” ujar Wing.
Jaksa Wawan lalu meminta Wing menjelaskan bagaimana pengumpulan uang tersebut.
Menurut Wing, pihak yang pertama kali diminta mengumpulkan uang adalah dirinya dan Direktur Keuangan PT ASDP.
Kemudian, Direktur Komersial dan Direktur Operasi juga diminta patungan.
“Jadi kami diminta mengumpulkan uang. Seingat saya jumlahnya 50 sampai dengan 100 juta untuk dibelikan emas,” kata Wing.
Saat itu, Wing mengaku menolak ikut patungan.
Ia juga meminta direksi lain, Yusuf Hadi, untuk tidak memenuhi permintaan Ira karena merupakan bentuk gratifikasi.
Akhirnya, terdapat tiga direksi yang menolak ikut patungan, yakni Wing, Yusuf, dan Direktur Perencanaan dan Pembangunan, Christin Hutabarat.
Meski demikian, Wing mengaku tidak tahu kepada siapa nantinya emas itu akan diberikan di lingkungan Kementerian BUMN.
“Saya menyampaikan per telepon pada hari libur kepada saudara Yusuf Hadi untuk tidak ikut menyetorkan uang karena itu merupakan gratifikasi,” tutur Wing.
Menurutnya, saat itu pihak yang aktif bergerak mengumpulkan uang adalah Direktur Keuangan PT ASDP, DS.
Wing lalu menerima laporan dari Corporate Secretary (Corsec) saat itu bahwa dirinya diminta untuk membeli emas.
Namun, beberapa waktu kemudian, pemberian emas itu terendus Kementerian BUMN.
Jajaran direksi dikumpulkan pada suatu hotel setelah buka bersama pada bulan Ramadhan 2018.
“Dirut menyampaikan bahwa laporan dari Kementerian BUMN terendus ada pemberian emas oleh ASDP kepada Kementerian BUMN. Dan kementerian BUMN meminta kepada, menurut pengakuan Bu Ira, itu untuk bisa merapikan,” tutur Wing.
Kompas.com telah meminta konfirmasi perihal pungutan pada direksi dan penyerahan emas ini kepada Ira.
Namun, ia memilih bungkam.
Kuasa hukum Ira, Seosilo Aribowo, membantah kliennya memungut uang dengan jumlah Rp 50 juta per orang kepada para direksi.
Selain itu, kata dia, saat itu pungutan dilakukan bukan untuk menyuap atau gratifikasi kepada pihak BUMN, melainkan uang empati.
“Itu bukan bagian dari gratifikasi atau penyuapan saya kira karena itu empati saja pada orang yang waktu itu sakit, dan sekarang beliaunya meninggal, yang dari BUMN,” kata Ari di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa tiga mantan direktur PT ASDP melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
Mereka adalah eks Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi; mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Yusuf Hadi; dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono.
Korupsi dilakukan dengan mengakuisisi PT JN, termasuk kapal-kapal perusahaan itu yang sudah rusak dan karam.
“Berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi, yaitu KMP Marisa Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku, dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 1,25 triliun dan memperkaya pemilik PT JN, Adjie, Rp 1,25 triliun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
1 Saksi Sebut Dirut BUMN Minta Direksi Patungan Beli Emas, Diserahkan ke Kementerian BUMN Nasional
/data/photo/2025/07/24/6881ce9a01426.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)