Ironi Jalan Layang Tol MBZ Dikorupsi hingga Tak Bisa Dilewati Tronton, Pelakunya Cuma Dihukum 4 Tahun
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Proses hukum atas dugaan korupsi proyek pekerjaan pembangunan Jalan Layang Tol Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ) di rute Jakarta-Cikampek sampai saat ini masih bergulir di pengadilan.
Dugaan korupsi ini menimbulkan kerugian negara hingga Rp 510 miliar akibat penyimpangan volume hingga kualitas jalan layang yang dibangun.
Di luar kerugian keuangan negara, Jalan Layang
Tol MBZ
juga tidak bisa digunakan oleh semua jenis kendaraan sebagaimana desain dan perencanaan awal.
Perkara ini ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dan telah menyeret sejumlah pejabat terkait masuk ke dalam bui.
Mereka adalah eks Direktur Utama (Dirut) Jasa Marga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono, Ketua Panitia Lelang PT JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama Sofiah Balfas, eks Staf Tenaga Ahli Jembatan PT LAPI Ganeshatama Consulting Tony Budianto Sihite, dan Kepala Divisi III PT Waskita Karya Dono Parwoto.
Baik dalam dakwaan jaksa maupun keterangan pihak auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam persidangan, korupsi itu dilakukan dengan sejumlah perbuatan melawan hukum.
Dono, Sofiah, Yudhi, hingga Tony diduga sengaja mengubah spesifikasi khusus pada
Jalan Layang Tol MBZ
sehingga tidak sesuai dengan desain awal.
Mereka disebut menurunkan volume dan mutu steel box girder.
Komponen ini adalah balok utama jembatan dengan bentuk kotak berongga.
“Dengan cara tidak mencantumkan tinggi girder pada dokumen penawaran, sehingga bentuk steel box girder berubah dari perencanaan awal basic design,” ujar jaksa.
Pada desain awal, steel box girder berbentuk V shape ukuran 2,80 meter x 2,05 meter dengan bentangan 30 meter.
Namun, pada dokumen lelang, spesifikasi girder itu berubah menjadi bentuk U shape ukuran 2,672 meter x 2 meter dengan bentangan 60 meter.
Pada tahap pelaksanaan, girder itu kembali berubah menjadi 2,350 meter x 2 meter dengan bentangan 60 meter.
“Mengakibatkan fungsi dari jalan tol Jakarta–Cikampek II elevated STA.9+500–STA.47+000 tersebut tidak memenuhi syarat keamanan dan kenyamanan untuk dilalui kendaraan golongan III, golongan IV, dan golongan V,” tutur jaksa.
Adapun kendaraan golongan III ke atas meliputi truk tronton hingga trailer.
Selain steel box girder, para pelaku juga disebut mengurangi mutu beton.
Mereka diduga sengaja tidak memasukkan klasifikasi mutu beton K-500 yang disyaratkan dalam Dokumen Spesifikasi Khusus dengan kuat tekan fc’ 41,5 MPa.
Dokumen perencanaan setelah kontrak disepakati dengan KSO (kerjasama operasi) Waskita Ascet justru memasukkan nilai mutu beton fc’ 30 MPa.
Akibatnya, hasil mutu beton yang dihasilkan setelah konstruksi hanya fc’ 20 MPa sampai dengan fc’ 25 MPa.
Adapun mutu beton juga turut menentukan apakah suatu jembatan bisa digunakan untuk kendaraan tertentu.
Dengan mutu beton 25 MPa, Jalan Layang Tol MBZ hanya bisa dilalui maksimal oleh kendaraan mobil dan truk kecil yang masuk golongan II.
Sementara, untuk bisa dilewati golongan III, IV, dan V, suatu jembatan harus memiliki tekan beton minimal 27 MPa.
Hal ini juga menjadi salah satu materi yang disampaikan auditor BPKP, Kristianto, saat dihadirkan sebagai ahli untuk terdakwa Dono.
“Hasil pengujian mereka menyatakan bahwa untuk standar tertentu, maka jalan ini tidak nyaman dan tidak aman, terutama dalam sisi keamanan untuk dilalui kendaraan golongan III ke atas,” ujar Kristianto, Rabu (12/3/2025).
Dalam persidangan itu, Kristianto juga diminta jaksa mengungkap rincian kerugian negara yang timbul akibat perbuatan para pelaku.
Kristianto pun menjelaskan, kerugian timbul karena hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.
“Penghitungan jadi sebenarnya berapa yang seharusnya dibangun, kemudian faktualnya yang dibangun berapa,” ujar Kristianto.
Dalam menghitung kerugian ini, kata dia, BPKP juga berdiskusi dan merujuk pada data ahli konstruksi dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
BPKP meminta mereka menghitung selisih harga kualitas beton hingga menemukan kekurangan pekerjaan steel box girder.
Hasil audit BPKP menyimpulkan, kekurangan volume pekerjaan struktur beton mengakibatkan kerugian Rp 347.797.997.376,90; kekurangan mutu beton menimbulkan kerugian Rp 19.537.521.412,50, dan kekurangan pekerjaan steel box girder Rp 142.749.742.699.
“Jadi total keseluruhan Rp 510.085.261.485,41. Tadi yang sudah dijelaskan dari awal sampai berkesimpulan ada kerugian keuangan negara ini tertuang di dalam laporan BPKP bidang investigasi nomor PE 03 tahun 2003 tanggal 29 Desember 2023. Betul?” tanya jaksa.
“Betul,” jawab dia.
Dalam perkara ini, hanya tinggal Dono yang masih menjalani proses peradilan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Empat terdakwa lainnya, yakni Djoko, Yudhi, Sofiah, dan Tony, sudah dinyatakan bersalah.
Namun, hukumannya tidak lebih dari 4 tahun meski kerugian negara mencapai Rp 510 miliar.
Djoko dan Yudhi hanya dihukum tiga tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Mereka dinilai terbukti melanggar Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana sebagaimana dakwaan subsidair.
Sementara, Sofiah dan Tony dihukum empat tahun penjara dan denda masing-masing Rp 250 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Keduanya dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana sebagaimana dakwaan primair.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
1 Ironi Jalan Layang Tol MBZ Dikorupsi hingga Tak Bisa Dilewati Tronton, Pelakunya Cuma Dihukum 4 Tahun Nasional
/data/photo/2024/05/24/66503d1e3daa5.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)