“Gak Mau Sekolah…” Isyarat Terakhir Angga Sebelum Tewas Dibully Teman-temannya
Tim Redaksi
GROBOGAN, KOMPAS.com –
Pagi itu, Sabtu (11/10/2025), matahari belum begitu hangat menyentuh rutinitas kehidupan di Dusun Muneng, Desa Ledokdawan, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Tak seperti biasanya, Angga Bagus Perwira (12) justru masih terlihat bermalas-malasan di ranjang di rumahnya yang berdekatan dengan rel perlintasan kereta api.
Selama ini, sudah menjadi identitas Angga yang selalu lebih dini mempersiapkan perbekalan sekolah.
Namun tidak kali ini, siswa kelas VII SMPN 1 Geyer itu malah enggan masuk sekolah.
Mungkin saja akibat bullying yang dialaminya akhir-akhir ini, Angga jadi tak lagi bergairah menuntut ilmu.
Sayangnya, Angga lebih memilih membisu lantaran karakternya yang tak ingin menyusahkan orang.
Membaca gelagat tak lazim cucunya itu membuat Kustinah geleng kepala.
Berkali-kali, wanita sepuh itu memperingatkan Angga untuk segera mandi dan berangkat bersekolah.
“Sarapan juga tidak mau dan ogah sekolah. Angga ini pemalu, pasti takut dibully lagi. Tapi setelah saya tegur, akhirnya berangkat sekolah diantar naik motor,” tutur Kustinah, Minggu (12/10/2025).
Siapa sangka keinginan Angga yang menolak untuk masuk sekolah saat itu merupakan isyarat terakhir darinya.
Ya, siang itu sekitar pukul 11.00 WIB, tersiar kabar bahwa Angga tewas usai diduga dianiaya teman-teman sekelasnya di sekolah.
Seketika, hancur sudah asa keluarga Angga yang mendengar insiden tragis itu.
“Ya Allah, le,” tangis Kustinah.
Ayah Angga, Sawendra (38), menuturkan, putra sulungnya itu semasa hidup dikenal berkepribadian baik.
Angga bahkan tak sekalipun merengek meminta hajat berlebihan.
Angga sadar betul kondisi perekonomian orangtuanya.
Meski hidup berjauhan, Angga dan orangtuanya intens berkomunikasi melalui sambungan telepon.
“Anaknya pendiam, nurut, dan gak neko-neko. Gak pernah minta yang aneh-aneh,” tutur pekerja industri kulit di Cianjur ini.
Hanya satu permintaan kecil dari Angga yang selamanya akan menjadi cerita tentang kesederhanaannya.
Bocah polos itu ingin dibelikan sepatu bola karena telah mengikuti ekstrakurikuler.
Angga merasa malu lantaran tak punya sepatu bola.
Sawendra pun sudah mewujudkannya, namun takdir berkata lain, Angga sudah pulang dalam pelukan “Sang Khalik.” Sepatu bola impiannya itu tak sempat Angga pakai merumput.
“Sepatu bola impianmu sudah terbeli, nak, tapi kamu pergi selama-lamanya,” tutur Sawendra.
Dalam kasus dugaan perundungan dan penganiayaan yang menewaskan Angga ini, pihak keluarga menuntut keadilan dan mendesak kepolisian bertindak profesional.
Sawendra pun tak habis pikir mengapa tidak ada pengawasan serius dari tenaga pendidik di SMPN 1 Geyer hingga petaka merenggut nyawa anaknya.
Padahal, bullying verbal dan fisik yang membayangi Angga akhir-akhir ini sudah pernah dilaporkan ke pihak sekolah.
“Harapannya berlanjut seadil-adilnya. Gak ada kata maaf intinya. Soalnya nyawa hubungannya ini. Kalau bisa nyawa dibayar nyawa. Tapi hukum kita ikuti aturan yang berlaku. Tapi harus dihukum setuntas-tuntasnya,” tegas Sawendra yang sudah 20 tahun merantau di Cianjur ini.
Kasat Reskrim Polres Grobogan, AKP Rizky Ari Budianto, mengatakan, kasus kematian Angga yang diduga korban bullying dan pengeroyokan teman sekolahnya masih didalami.
Penyidik Satreskrim Polres Grobogan masih memeriksa sejumlah saksi, di antaranya teman-teman sekolah Angga termasuk para guru SMPN 1 Geyer.
“Masih proses pemeriksaan semua. Saksi yang diperiksa banyak,” kata Rizky.
Selain itu, saat ini Satreskrim Polres Grobogan juga menggandeng Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda Jateng untuk mengautopsi jenazah Angga.
Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti permintaan keluarga Angga sekaligus mengetahui penyebab pasti kematian remaja tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
1 “Gak Mau Sekolah…” Isyarat Terakhir Angga Sebelum Tewas Dibully Teman-temannya Yogyakarta
/data/photo/2025/10/12/68eb6c1a11fca.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)