TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meminta China untuk menghubunginya guna memulai negosiasi yang bertujuan menyelesaikan eskalasi perang dagang.
“Bola sekarang ada di tangan China. China perlu membuat kesepakatan dengan kami. Kami tidak harus membuat kesepakatan dengan mereka,” kata Trump lewat pernyataan yang disampaikan Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt.
Trump menambahkan sangat menghormati Presiden China Xi Jinping. Trump mengaku menantikan negosiasi dengan China.
“Saya sangat menghormati Presiden Xi. Dia telah menjadi teman saya dalam jangka waktu yang lama. Dan saya pikir kami akan berhasil mencapai sesuatu yang sangat baik bagi kedua negara. Saya menantikannya,” pungkasnya.
Mengutip laporan Bloomberg, pernyataan tersebut diungkap pasca AS memberlakukan tarif impor terhadap China sebesar 145 persen.
Setelah awal Februari kemarin Trump telah mengenakan tarif 10 persen untuk semua barang China tanpa pengecualian.
Trump berdalih penerapan tarif impor bertujuan untuk memaksa China mengubah kebijakan perdagangan yang dianggap merugikan Amerika Serikat.
Lantaran selama beberapa tahun terakhir Trump melihat defisit perdagangan yang besar dengan China sebagai masalah utama.
Dengan mengenakan tarif tinggi, ia berharap dapat menurunkan impor dari China dan meningkatkan ekspor AS.
Sehingga mengurangi ketimpangan perdagangan yang dianggap merugikan ekonomi domestik.
Namun pasca Trump mengumumkan tarif tersebut, China lantas melakukan pembalasan dengan tarif tambahan sebesar 125 persen atas barang-barang asal AS
China memberlakukan tarif impor sebesar 125 persen terhadap barang-barang asal AS sebagai respons terhadap kebijakan tarif tinggi yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump.
Selain itu langkah ini ditujukan untuk menyeimbangkan ketimpangan tarif dan menunjukkan ketegasan terhadap kebijakan perdagangan AS yang dianggap tidak adil.
China berharap dengan meningkatkan tarif, ekonomi AS, terutama sektor-sektor yang bergantung pada ekspor ke China, akan merasakan dampak negatif yang signifikan.
China Ogah Berunding
Merespons ajakan Trump terkait perundingan tarif impor yang memicu terjadinya perang dagang, China dengan tegas menolak ajakan tersebut.
China menjelaskan bahwa pihaknya hanya akan terlibat dalam perundingan dengan AS jika para pemimpinnya menunjukkan rasa hormat kepada Beijing.
Pernyataan ini disampaikan oleh mantan pejabat ekonomi tinggi China, Zhu Guangyao, dalam wawancara di Singapura.
Zhu mengatakan, saat tim teknis dari kedua negara tetap melakukan kontak.
Perundingan mengenai tarif “resiprokal” Trump harus didasarkan pada rasa saling menghormati, hidup berdampingan secara damai, dan pola pikir saling menguntungkan.
Sikap tegas China ini didasari oleh penilaian bahwa kebijakan tarif AS merupakan tindakan unilateralisme, proteksionisme, dan intimidasi ekonomi yang melanggar aturan WTO, merusak sistem perdagangan multilateral, dan mengganggu stabilitas ekonomi global.
China Stop Beli Pesawat dan Suku Cadang Boeing
Terpisah, selain memberlakukan tarif balasan, China juga turut menambahkan 11 perusahaan AS ke dalam daftar ‘entitas yang tidak dapat diandalkan’.
Memberlakukan pembatasan ekspor tujuh unsur tanah jarang, menambahkan 27 perusahaan ke dalam daftar perusahaan yang menghadapi pembatasan perdagangan.
Terbaru China turut menginstruksikan maskapai-maskapai nasionalnya untuk tidak menerima pengiriman pesawat Boeing.
Tak hanya itu, pemerintah China juga meminta maskapai nasionalnya untuk menghentikan pembelian peralatan dan suku cadang pesawat dari perusahaan-perusahaan AS.
Instruksi tersebut dilakukan sebagai respons atas keputusan Amerika Serikat yang memberlakukan tarif sebesar 145 persen terhadap barang-barang asal China
Imbas penangguhan tersebut, tiga maskapai besar China yakni, maskapai Air China, China Eastern Airlines dan China Southern Airlines harus membatalkan rencananya mereka untuk menerima 45, 53, dan 81 pesawat Boeing antara tahun 2025 hingga 2027.
Meski pembatasan ini diprediksi akan memberikan dampak besar terhadap biaya operasional maskapai-maskapai China yang menggunakan pesawat Boeing.
Namun langkah ini memperkuat sinyal bahwa China serius dalam menanggapi apa yang mereka sebut sebagai “perundungan” dari pihak Washington.
(Tribunnews.com / Namira)