Transaksi Gelap Rp349 T Libatkan 2 Oknum, Siapa Ya?

24 March 2023, 8:05

Jakarta, CNBC Indonesia – Data transaksi mencurigakan hingga Rp 349 triliun yang terkait dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) perlahan mulai terkuak. Beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan adanya dua oknum yang terlibat.
Adapun, hal ini didapatnya dari 300 surat berisi laporan hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sebagian surat merupakan hasil analisis terkait pajak.
Mantan Kepala Bappenas ini menjelaskan, terdapat transaksi mencurigakan senilai Rp 205 triliun, yang melibatkan 17 perusahaan. Dari hasil tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kemudian merespons dengan melakukan tindak lanjut dan penelitian dalam rentang 2017-2019.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sri Mulyani mengungkapkan terdapat transaksi mencurigakan senilai Rp 205 triliun, yang melibatkan 17 perusahaan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kemudian merespons dengan melakukan tindak lanjut dan penelitian dalam rentang 2017-2019.

Dia menuturkan transaksi mencurigakan melibatkan dua oknum, salah satunya berinsial SB disebut memiliki omzet Rp 8,24 triliun padahal SPT pajak mencantumkan omzet Rp 9,68 triliun.
“Karena orang ini memiliki saham dan perusahaan di PT BSI kita teliti PT BSI di dalam surat dari PPATK,” tegas Sri Mulyani, dikutip Jumat (24/3/2023).
Ternyata, setelah ditindaklanjuti, perusahaan berinisial BSI tersebut terkait dengan transaksi mencurigakan mencapai Rp11,77 triliun. Di sisi lain, SPT pajak perusahaan menunjukkan angka Rp 11,5 triliun sehingga terdapat selisih Rp 212 miliar.
“Itupun tetap kami kejar, kalau memang ada bukti nyata maka si perusahaan itu harus bayar kewajibannya dengan denda 100%,” ucapnya.
Selanjutnya, dia mengungkapkan adanya perusahaan dengan inisial PT IKS 2018-2019. Angka yang didapatkan dari PPATK menyatakan transaksi Rp 4,8 triliun, sedangkan SPT-nya menunjukkan Rp 3,5 triliun.
Kemudian, dia juga menuturkan ada namanya DY, yang SPT-nya hanya Rp 38 miliar, tapi data PPATK menunjukkan transaksi Rp 8 triliun.

“Perbedaan data ini kemudian dipakai oleh DJP memanggil yang bersangkutan,” beber Sri Mulyani.
Dari data ini, Kemenkeu mengendus adanya modus yang digunakan SB dengan menggunakan nomor akun dari lima orang yang merupakan karyawannya.
“Ini termasuk transaksi ini disebut money changer, anda bisa bayangkan money changer, yakni cash in sudah cash out (transaksi) orang,” papar Sri Mulyani.
300 Surat PPATK
Sri Mulyani mengungkapkan dari 300 surat dari PPATK, 65 surat mengenai transaksi perekonomian senilai Rp 253 triliun. Baik itu perdagangan, pergantian properti, yang ditengarai mencurigakan dan dikirimkan ke Kementerian Keuangan, untuk bisa ditindaklanjuti.
Kemudian 99 surat lainnya yang dikirim PPATK kepada aparat penegak hukum, dengan nilai transaksi Rp 74 triliun.

Dia juga menuturkan ada 135 surat dari PPATK menyangkut pegawai Kemenkeu, yang nilainya jauh lebih kecil dari nilai yang tidak menyangkut pegawai Kemenkeu. Namun, Sri Mulyani tidak memerinci, nilai transaksi mencurigakan yang melibatkan pegawai Kemenkeu.
Ada juga, surat yang paling menonjol yang dikirimkan PPATK, yakni surat bernomor 205/TR.01.2020 yang dikirimkan pada 19 Mei 2020. Dalam surat ini menyatakan adanya transaksi mencurigakan sebesar Rp 189,273 triliun hanya dari satu surat.
“Dalam surat yang disampaikan oleh PPATK disebutkan terdapat 15 individu dan entitas perusahaan dan nama orang yang tersangkut Rp189,283 triliun dengan transaksi tahun 2017-2019,” jelas Sri Mulyani.
Setelah menerima surat ini, Sri Mulyani menegaskan dirinya langsung menindaklanjuti dengan meneliti dan penyelidikan surat tersebut ke DJP dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Dari hasil penyelidikan DJP dan DJBC, 15 perusahaan tersebut telah melakukan kegiatan ekspor, impor emas batangan dan emas perhiasan, serta kegiatan money changer dan kegiatan lainnya.
Sri Mulyani mengatakan entitas impor emas batangan senilai Rp 326 miliar pada 2017, naik menjadi Rp 5,6 triliun pada 2018, dan pada 2019 turun drastis ke Rp 8 triliun. Sementara untuk ekspornya senilai Rp 4,7 triliun pada 2017, kemudian turun menjadi Rp 3,5 triliun pada 2018, dan turun menjadi Rp 3,6 triliun pada 2019.
“Pada saat yang sama, waktu Bea Cukai tidak ditemukan di Bea Cukai adanya kecurigaan, maka pajak masuk,” kata Sri Mulyani.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Sri Mulyani Bilang Kemenkeu Hadapi Pekerjaan Sulit, Apa Tuh?

(haa/haa)

Partai

Institusi

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi