Tag: Perry Markus

  • DJP Bali tempuh cara persuasif sikapi potensi kebocoran pajak

    DJP Bali tempuh cara persuasif sikapi potensi kebocoran pajak

    Denpasar, Bali (ANTARA) –

    Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Provinsi Bali menempuh cara persuasif menyikapi potensi kebocoran penerimaan pajak akibat munculnya akomodasi vila yang diduga tidak mengantongi izin.

    “Kami edukasi dulu supaya yang memang belum tahu kewajibannya bisa melaksanakan atau kami bisa sediakan layanan,” kata Kepala Kanwil DJP Bali Darmawan di Denpasar, Bali, Senin.

    Menurut dia, edukasi diperlukan karena pihaknya terlebih dahulu menganalisa status kepemilikan akomodasi yang diduga ilegal tersebut.

    Bisa jadi properti itu melalui pembelian, penyewaan, atau bangunan yang dijual.

    Setelah itu, pihaknya akan mencocokkan data terkait pelaporan pajak khususnya terkait pajak penghasilan (PPh) yang menjadi kewenangan DJP.

    Sedangkan, pajak yang menjadi kewenangan pemerintah daerah di antaranya pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) misalnya makan dan minum, jasa hotel, jasa parkir, jasa hiburan hingga tenaga listrik.

    Pencocokan data itu, lanjut dia, menggunakan beragam sumber data termasuk data dari pemerintah daerah selaku pihak yang mengeluarkan administrasi perizinan, hingga data di media sosial.

    Data dari pemerintah daerah itu di antaranya mencakup nomor pokok wajib pajak daerah (NPWPD), persetujuan bangunan gedung (PBG) yang sebelumnya bernama izin mendirikan bangunan (IMB) hingga terkait status sewa atau beli.

    “Dari berbagai sumber kami kumpulkan, kami cocokkan dengan data dan kami coba lihat dari sisi kepatuhan,” ucapnya.

    Pihaknya tidak membedakan latar belakang kepemilikan akomodasi tersebut baik yang merupakan warga negara Indonesia (WNI) atau warga negara asing (WNA).

    Untuk WNA, pihaknya memiliki direktorat perpajakan internasional di kantor pusat di Jakarta untuk pertukaran data misalnya di negara asal pemilik, dan berkoordinasi dengan Imigrasi dan Bea Cukai.

    Meski begitu, ia tidak secara spesifik mengungkapkan nominal potensi penerimaan pajak hilang tersebut karena perlu dianalisa dulu.

    Sementara itu, berdasarkan data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali menyebutkan bahwa jumlah hotel dan akomodasi sejenisnya di bawah naungan asosiasi itu mencapai 370 hotel, dengan jumlah kamar diperkirakan mencapai lebih dari 1.000 unit.

    Sekretaris PHRI Bali Perry Markus menyebutkan berdasarkan biro perjalanan wisata daring (OTA) jumlah kamar di Bali diperkirakan mencapai sekitar 150 ribu unit kamar.

    Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • PHRI: Okupansi Hotel di Bali Turun hingga 20 Persen karena Vila Ilegal
                
                    
                        
                            Denpasar
                        
                        28 April 2025

    PHRI: Okupansi Hotel di Bali Turun hingga 20 Persen karena Vila Ilegal Denpasar 28 April 2025

    PHRI: Okupansi Hotel di Bali Turun hingga 20 Persen karena Vila Ilegal
    Tim Redaksi
    DENPASAR, KOMPAS.com
    – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali menyebutkan bahwa
    industri perhotelan
    di Bali mengalami ancaman serius akibat keberadaan vila atau akomodasi wisata ilegal di Bali.
    Dampaknya, tingkat
    keterisian kamar
    anjok, hanya tersisa 10 hingga 20 persen selama periode Januari hingga Maret 2025, jauh di bawah rata-rata tahun sebelumnya yang masih dikisaran 60 hingga 70 persen.
    “Kalau kita lihat ya dari jumlah kedatangan wisatawan tiap tahun itu, khususnya di bulan Januari, Februari, Maret, itu harusnya okupansi itu naik gitu ya. Kalau kita lihat ini, kelihatannya itu tadi saya bilang antara stagnan malah turun, jadi bisa antara 10-20 persen itu kelihatan sekali turun gitu,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen)
    PHRI Bali
    , Perry Markus, pada Senin (28/4/2025).
    Ia mengatakan bahwa kondisi ini tidak sebanding dengan jumlah kunjungan wisatawan asing saat ini yang masih tergolong ramai.
    Menurutnya, sepinya wisatawan asing yang menginap di hotel ini dipicu oleh pertumbuhan akomodasi wisata yang tidak terkontrol, seperti vila dan rumah kos elite yang tidak memiliki izin pariwisata.
    “Kita ingin mengkaji waktu itu ke mana larinya. Apakah Bali hanya sebagai hub setelah tiba di Bali terus pergi lagi ke daerah lain? Ternyata tidak juga. Akhirnya kita ketemu, ternyata wisatawan-wisatawan ini akhirnya menginap di akomodasi (ilegal) yang tadi sudah disampaikan. Terserap ke sana,” kata dia.
    Markus mengatakan bahwa para wisatawan asing memilih menginap di vila atau rumah kos elite karena menawarkan kenyamanan lebih kepada wisatawan.
    Biasanya, hunian tersebut dikelola oleh individu, baik warga lokal maupun warga negara asing (WNA).
    Mereka kemudian menawarkan teman senegaranya untuk menginap di hunian tersebut.
    “Yang pertama sebenarnya kalau kita lihat ya, mereka itu ada yang dibawa oleh temennya. Jadi temennya punya bikin akomodasi, temennya yang lain diajak untuk menginap di situ, jadi transaksinya enggak di situ, di sana. Dia bilang aja itu temennya gitu. Padahal itu sebenarnya tamu misalnya,” kata dia.
    “Kalau dari segi harga juga enggak murah-murah amat juga. Hampir sama. Cuman kalau kita lihat ada beberapa tempat yang membuat mereka privasinya itu lebih tinggi gitu loh,” tambahnya.
    Markus mengatakan bahwa keberadaan hunian ilegal ini sangat merugikan akomodasi konvensional resmi karena mereka tidak dibebani untuk membayar pajak.
    Karena itu, pihaknya berharap Pemerintah Provinsi Bali menindak tegas keberadaan akomodasi pariwisata yang tidak berizin tersebut.
    “Jelas bahwa untuk akomodasi atau hotel yang sudah mempunyai legalitas resmi pasti merasa sangat dirugikan dengan yang tidak mempunyai legalitas atau ilegal gitu kan,” kata dia.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.