Sosiolog Nilai Pemanfaatan APBN untuk Rehabilitasi Pesantren Bentuk Tanggung Jawab Negara Lindungi Anak Didik 

Sosiolog Nilai Pemanfaatan APBN untuk Rehabilitasi Pesantren Bentuk Tanggung Jawab Negara Lindungi Anak Didik 

JAKARTA – Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Bagong Suyanto menilai rencana penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk merehabilitasi bangunan pondok pesantren bukan sekadar bantuan sosial.

Hal itu, menurutnya, merupakan bentuk tanggung jawab negara melindungi anak-anak yang menempuh pendidikan di lembaga keagamaan tersebut.

“Dasar pemanfaatan APBN itu jangan dilihat sebagai bantuan untuk lembaga pesantren semata. Yang paling penting, negara berkewajiban menjamin perlindungan bagi para santri yang pada dasarnya adalah anak-anak. Jadi ini adalah bentuk tanggung jawab pemerintah untuk memastikan keselamatan mereka,” kata Bagong saat dihubungi, Kamis, 16 Oktober.

Bagong menilai pemerintah memiliki kewajiban konstitusional untuk menjamin keselamatan anak-anak di semua lembaga pendidikan, termasuk pesantren.

Ia menegaskan pondok pesantren merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang turut berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Pesantren itu bagian dari sistem pendidikan kita. Mereka membantu negara dalam memberikan jaminan pendidikan bagi anak-anak, terutama di wilayah yang mungkin belum terjangkau sekolah umum. Jadi kalau pemerintah mengalokasikan anggaran untuk memperkuat sarana pesantren, itu wajar,” jelasnya.

Menyoroti perdebatan publik usai insiden ambruknya bangunan pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Bagong menyarankan masyarakat bersikap arif dan tidak menggeneralisasi seluruh pondok pesantren.

“Tidak semua pondok sama. Ada yang memang masih perlu pembinaan, tapi banyak juga pondok yang sangat baik dan bisa menjadi role model. Jadi masyarakat perlu arif agar tidak menghakimi semua pondok dari satu-dua kasus,” ujarnya.

Bagong menekankan pentingnya pelibatan pimpinan atau asosiasi pesantren dalam proses penyaluran bantuan pemerintah agar tidak muncul kesan intervensi birokrasi.

“Pemerintah sebaiknya tidak berjalan sendiri. Harus melibatkan perwakilan atau asosiasi pesantren agar tidak muncul kesan intervensi birokrasi. Dengan begitu, niat baik pemerintah untuk membantu akan diterima lebih positif, imbuhnya.