Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi nasional melalui hilirisasi industri, dan tembaga menjadi salah satu fokus utama. Dalam rangka mendukung kebijakan ini, peran off-takers domestik, termasuk pengguna bahan baku tembaga, menjadi sangat penting dalam proyek Smelter Freeport ini.
Saat ini, Indonesia masih mengandalkan impor produk hilirisasi tembaga seperti copper tube, copper tape, evaporator tembaga, dan komponen-komponen EV seperti kabel, inverter, dan baterai.
Kehadiran Smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik diharapkan menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mendorong hilirisasi industri.
Smelter Terbesar di Dunia
Smelter PTFI merupakan fasilitas pemurnian tembaga dengan desain jalur tunggal terbesar di dunia, dengan kapasitas pemurnian mencapai 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Proyek senilai Rp58 triliun ini tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan konstruksi dalam negeri, tetapi juga menciptakan lapangan pekerjaan dan multiplier effects bagi masyarakat Gresik.
Bersama dengan smelter PT Smelting, Smelter PTFI mampu memurnikan 3 juta ton konsentrat tembaga per tahun, menghasilkan 600.000 ton katoda tembaga, 50 ton emas, dan 200 ton perak. Keberadaan smelter ini memungkinkan seluruh konsentrat tembaga PTFI diolah dan dimurnikan di dalam negeri, termasuk lumpur anoda dari PT Smelting.
Manfaat Ekonomi dan Ketahanan Nasional
Dengan beroperasinya smelter ini, Indonesia diproyeksikan mampu meningkatkan ekspor tembaga, memperkuat nilai tukar rupiah, dan mencapai kemandirian industri. Hal ini sejalan dengan strategi “natural hedging” pemerintah untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional.
Di samping itu, integrasi dari hulu ke hilir dalam proses produksi tembaga ini menghasilkan royalti yang signifikan bagi negara, baik dari emas maupun perak.