TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI fraksi Partai NasDem Willy Aditya mendesak pemerintah segera bergerak menyelesaikan aturan turunan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Desakan itu mencuat setelah mencuatnya kasus pencabulan yang memakan puluhan korban santriwati di Nusa Tenggara Barat. Dua pelaku pemerkosaan itu merupakan pimpinan pondok pesantren (ponpes) tempat para santri tersebut menimba ilmu. Willy mengecam perbuatan pelaku tersebut karena ponpes seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para santri dan santriwati untuk mendapatkan ilmu.“Apalagi pondok pesantren kan juga mengajarkan tentang akhlakul karimah, jadi pengasuh pondok pesantren atau guru agama seharusnya menjadi teladan. Kita menyayangkan jika ada pengasuh pondok pesantren yang memanfaatkan kepolosan santri santriwati,” kata Willy dalam keterangannya, Jumat, 26 Mei 2023.41 santri jadi korban di NTBSebanyak 41 santri jadi korban pencabulan di ponpes daerah Sakra Timur, Lombok Timur, NTB. Modus yang digunakan pelaku dengan membuka kelas pengajian khusus santri yang diincar. Usia korban rata-rata masih 15-16 tahun dan duduk di kelas 3 MTs/SMP. Seluruh korban dijanjikan mendapatkan wajah berseri dan berkah masuk surga oleh pelaku.Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem itu meminta polisi dan penegak hukum menindak tegas pelaku. Ia berharap pelaku mendapatkan efek jera. Jika kasus ini tidak disikapi dengan serius, kata dia, kasus serupa dikhawatirkan akan kembali terjadi seperti lingkaran setan.Iklan
“Kasus kekerasan seksual di Indonesia sudah seperti gunung es. DPR sudah mengesahkan UU TPKS yang bisa menjerat pelaku dengan maksimal, namun masih belum efektif karena aturan teknisnya belum ada,” kata Ketua DPP Partai NasDem itu.Penanganan kasus kekerasan seksual saat ini masih menggunakan UU Perlindungan AnakDia menjelaskan, penanganan kasus kekerasan seksual mestinya bisa lebih efektif jika aparat penegak hukum menerapkan pasal-pasal di UU TPKS. Namun hingga kini, aparat biasanya menggunakan UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.Menurut Willy, efektivitas UU TPKS untuk jadi payung hukum perlindungan korban belum memadai karena nihilnya aturan teknis. “Maka kami mendesak Pemerintah untuk sesegera mungkin menerbitkannya agar menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum dan hakim,” kata Willy.