Politik Identitas dan Hoax Diprediksi Masih Mendominasi Medsos pada Pemilu 2024

18 October 2022, 22:21

PRFMNEWS – Menjelang pelaksanaan Pemilu tahun 2024 mendatang, kampanye politik identitas dan hoax diprediksi masih mendominasi media sosial. Berkenaan dengan hal tersebut, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diingatkan untuk lebih intensif melakukan pengawasan terhadap media sosial. Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengatakan, media sosial menjadi pilihan peserta Pemilu untuk melakukan kampanyenya ketimbang media ruang. Meskipun media ruang diakui secara verbal dalam Pemilu, namun perlahan mulai ditinggalkan. Baca Juga: Awasi Proses Pemilu, Bawaslu Jajaki Kerjasama dengan Penyedia Aplikasi Medsos “Pertama, media ruang itu biayanya besar, kedua efeknya tidak terlalu banyak kepada masyarakat, ketiga tidak membangun emosi caleg dan para pemilih. Oleh karena itu, model kampanye di masa yang akan datang akan berubah dari media ruang ke media online (siber),” jelas pemilik nama asli Ahmad Fauzi, di Bandung Selasa 18 Oktober 2022. Ray menambahkan, daya jangkau media siber yang luar biasa serta daya tahannya yang lama menjadikan media sosial sebagai pilihan utama. “Kalau kita lihat sekarang hampir semua, entah itu parpol atau apa yang mereka sebut digadang gadang calon presiden, tidak bisa tidak mempergunakan medsos sebagai sarana mereka,” tambahnya. Baca Juga: Akui Terus Bangun Komunikasi Politik, Ridwan Kamil Ungkap Bertemu Prabowo Bahas Pemilu 2024 Meski demikian, kata Ray, penggunaan medsos dalam politik dan Pemilu cenderung diisi dengan tiga model kampanye. Selain kampanye negatif, konten hoax dan politik identitas masih mendominasi isi kampanye medsos. “Tantangan yang terberat kita itu yaitu hoaks dan politik identitas. Kalau negatif campaign itu menurut saya bagus-bagus saja, itu tradisi yang harus kita tumbuhkan. Cuma sekarang ini ada pengaburan terhadap definisi negatif campaign menjadi hoaks dan menjadi politik identitas,” tegasnya. Dengan begitu, lanjut Ray, Bawaslu menjadi garda terdepan untuk bisa menjadi mata semua publik dalam konteks substansi isi kampanye. Baca Juga: Bawaslu Kota Bandung Membuka Pendaftaran untuk Pawascam Pemilu 2024 “Agar lebih banyak pesan positif dan negatifnya di banding black campaign, di banding politik identitas dan juga hoaks,” ujarnya. Disinggung tentang pelanggaran kampanye di medsos, Ray mengakui hingga kini ia belum menemukan data terkait kasus pelanggaran di dunia siber tersebut. Namun berkenaan dengan politik identitas, Ray mengakui sulit mengidentifikasikan jenis pelanggaran dan klasifikasinya karena ketiadaan regulasi tentang itu secara khusus. Baca Juga: Jokowi Bubarkan 18 Lembaga Negara, Direktur Lingkar Madani Indonesia: Tepat, Tapi Tidak ‘Wah’ “Orang memilih karena sesama agama memang itu politik identitas, (tapi) apakah dilarang atau tidak, itu melanggar apa tidak?” katanya. Contoh lainnya, lanjut Ray, ada orang yang menjelekkan orang lain karena perbedaan identitas, hingga kini belum ada ketegasan boleh atau dilarang. Sebab, kata Ray, memilih berdasarkan hak yang sama itu diperbolehkan. “Itu bukan dilarang meski pun levelnya bawah,” pungkasnya.***

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi