Pengamat Sebut RI Butuh Investasi Global untuk Percepat Transisi Energi

4 June 2023, 8:52

TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Eksekutif ReforMiner Komaidi Notonegoro mengatakan Indonesia sangat memerlukan investasi global untuk mempercepat transaksi energi. Menurut dia, jika hanya mengandalkan kekuatan domestik, hasilnya kurang optimal karena masih harus dibagi ke semua sektoral, sedangkan masalah investasi bukan hanya hanya di sektor pertambangan. Sehingga, dia menilai kolaborasi dengan investor global lebih baik dan lebih optimal dari berbagai aspek. Jika investasi masuk, kata Komaidi, secara otomatis beberapa variabel akan tercipta, seperti penyerapan tenaga kerja yang akan diminati domestik.“Kemudian, nilai tambah ekonomi juga akan tercipta di dalam negeri. Sebetulnya kebutuhan utamanya ada di investasi,” ujar dia lewat keterangan tertulis dikutip pada Ahad, 4 Juni 2023.Investasi asing di sektor energi Indonesia, Komaidi berujar, memang telah mencapai tingkat tertinggi sepanjang sejarah. Investasi tersebut juga mendukung upaya pemerintah untuk mendiversifikasi bauran energi negara dan mitigasi perubahan iklim. Data Kementerian Investasi menyebutkan, pada 2021 Indonesia mencatat kenaikan hingga 25 persen pada investasi bidang energi baru dan terbarukan (EBT). Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) mencatat hingga 2060, Indonesia membutuhkan investasi hingga US$ 1 triliun untuk mengembangkan EBT dan transmisi energi. “Modal investor global memfasilitasi perkembangan pesat pembangunan infrastruktur energi terbarukan dan mendorong transfer teknologi. Memungkinkan Indonesia memanfaatkan potensi energi terbarukan yang sangat besar,” kata Komaidi.Indonesia merupakan salah satu negara yang pertama kali meratifikasi Paris Agreement pada tahun 2016 untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Salah satu komitmen transisi energi yang ditargetkan pemerintah adalah pemanfaatan energi bersih hingga 23 persen pada 2025. Untuk itu, Komaidi menuturkan, kemitraan strategis dengan investor internasional bisa mendorong Indonesia menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. “Selain mengurangi penggunaan batu bara, ekosistem industri yang dapat menghasilkan baterai, seperti pertambangan nikel terus dikembangkan sebagai proyek strategis nasional,” ucap dia.Iklan

Namun, menurut dia, tantangan tetap ada dalam memastikan investasi berkualitas dan berdampak pada proses transisi energi menuju pengembangan ekosistem baterai. Sehingga, untuk memaksimalkan peran perusahaan asing terhadap perekonomian dalam negeri, pemerintah perlu menyesuaikan dengan peta kebijakan Indonesia dalam 5, 10 dan 15 tahun ke depan berdasarkan komoditas yang digarap.“Contohnya, kalau berbicara tentang satu korporasi, katakanlah PT Vale Indonesia Tbk (INCO), berarti pemerintah berbicara soal peta kebijakan subsektor mineral dan arahnya pada produksi baterai,” kata Komaidi.Selama ini, dia menjelaskan, produk Vale Indonesia diterima di pasar global, antara lain sebagai pemasok baterai pada perusahaan otomotif global, Ford Motor Inc. Di dalam negeri, aksi bisnis perusahaan juga menghasilkan nilai tambah bagi perekonomian dan memberikan dampak sosial ke masyarakat. Apalagi Vale Indonesia berencana membangun pabrik peleburan nikel berteknologi High-Pressure Acid Leach (HPAL) untuk menghasilkan bahan baterai kendaraan listrik. “Jika di masa kontrak sebelumya, Vale Indonesia katakanlah orientasinya ekspor, pemerintah bisa melakukan negosiasi ulang agar direalokasi di dalam negeri karena di sini sudah ada smelternya,” tutur dia.Vale Indonesia, kata Komaidi, juga tentunya harus memilih ekspor karena biasanya harga di luar lebih tinggi. “Bagaimana agar mereka mau memasok kebutuhan domestik? Mungkin ada treatment tertentu di aspek perpajakannya. Jadi segala sesuatnya sebetulnya bisa didiskusikan,” ujar dia.Komaidi menilai, hal itu menjadi catatan penting bagi pemerintah Indonesia dalam mengelola investasi berkualitas, yang berorientasi pada lingkungan, dan diterima dalam pasar global. Dia mengatakan, keberhasilan pendekatan kolaboratif Indonesia menyoroti potensi hubungan yang saling menguntungkan antara keahlian lokal dan modal internasional.“Memupuk masa depan yang lebih hijau sambil mengatasi tantangan global yang mendesak,” ucap Komaidi.Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Partai

Institusi

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Statement

Fasum

Transportasi