Jakarta –
Jaksa KPK menghadirkan Kepala Badan Standardisasi Instrumen Pertanian Fadjry Djufry sebagai saksi dalam sidang mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Fadjry curhat dia harus menyisihkan anggaran perjalanan dinas demi patungan untuk memberikan tunjangan hari raya (THR) ke SYL.
Mulanya, jaksa KPK Meyer Simanjuntak menanyakan terkait pemberian THR ke SYL dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2024). Fadjry mengatakan para pegawai memberikan THR ke SYL atas permintaan Sekjen Kementan nonaktif Kasdi Subagyono yang juga menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.
“Saksi masih ingat ada pemberian THR kepada Pak Menteri? Maksudnya tunjangan hari raya?” tanya jaksa dalam persidangan.
“Biasanya tuh kita memberikan ke staf-staf rumah tangga, satpam, dan lain-lain. Jadi tidak semua langsung ke Pak Menteri, dibagi-bagi untuk petugas, staf rumah tangga dan lain-lain,” jawab Fadjry.
“Di sini keterangan saksi menyebut yang menyampaikan permintaan adalah Pak Kasdi Subagyono?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Fadjry.
Fadjry mengatakan pihaknya memberikan dua kali THR dengan nilai Rp 50 juta. Namun dia menyebutkan THR itu tak hanya untuk SYL.
“Nilainya berapa? Rp 50 juta ini?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Fadjry.
“Siapa yang menentukan?” tanya jaksa.
“Diskusi. Itu kan bukan untuk menteri langsung untuk staf dan yang lain,” jawab Fadjry.
Jaksa lalu menyinggung BAP Fadjry. Fadjry mengatakan THR itu diberikan juga untuk sopir, satpam, hingga petugas rumah tangga SYL.
“Di BAP saksi keterangannya disebut ‘THR 2020 dan THR 2021 untuk keperluan Syahrul Yasin Limpo, sopirnya, sekretaris, staf-stafnya’. Itu maksudnya gimana?” tanya jaksa.
“Artinya kita siapkan untuk sopir, satpam, petugas rumah tangga, masing-masing kita bagi,” jawab Fadjry.
Dia mengatakan nilai THR yang dibagikan juga berbeda. Dia mengatakan SYL mendapat jatah THR Rp 10 juta.
“Contohnya siapa? Kan saksi jelaskan saksi sendiri yang serahkan, siapa yang saksi serahkan di dua kali pemberian THR?” tanya jaksa.
“Jadi terpecah semua ada yang dikasih Rp 1 juta ada yang Rp 500 ribu,” jawab Fadjry.
“Untuk menteri?” tanya jaksa.
“Kalau ada sisa dari situ biasanya,” jawab Fadjry.
“Berapa dari Rp 50 juta?” tanya jaksa.
“Ada Rp 10 juta,” jawab Fadjry.
“Rp 10 juta untuk Pak SYL, Rp 40 juta dibagi ke orang-orang tadi. Saksi masih ingat siapa sopir yang dimaksud? Termasuk Panji nggak?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Fadjry.
Fadjry mengatakan pemberian THR itu tak masuk pagu anggaran. Dia mengatakan THR berasal dari penyisihan anggaran perjalanan dinas hingga anggaran pemeliharaan.
“Lalu, sumber uangnya dari mana?” tanya jaksa.
“Biasanya kami dapatkan dari perjalanan,” jawab Fadjry.
“Dari perjalanan. Perjalanan apa? Dinas?” tanya jaksa.
“Dinas kita sisihkan,” jawab Fadjry.
“Ada juga yang kita SPJ kan langsung memang,” sambungnya.
“Kalai SPJ-nya ada kan bisa di SPJ kan, kalau tidak ada bagaimana sumber uangnya? Dari perjalanan itu?” tanya jaksa.
“Ada dari perjalanan, ada dari pemeliharaan kantor,” jawab Fadjry.
“Pemeliharaan kantor?” tanya jaksa.
“Iya, dari bensin, renovasi, dan sebagainya,” jawab Fadjry.
Diketahui, SYL didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar. Dia didakwa bersama dua eks anak buahnya, yakni Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan Direktur Kementan nonaktif M Hatta. Kasdi dan Hatta diadili dalam berkas perkara terpisah.
(mib/haf)