JAKARTA – Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menegaskan pentingnya perlindungan anak dalam ekosistem industri gim nasional, dalam forum Indonesian Woman In Game (IWIG) BeautyPlayConnect.
Sebagai langkah konkret, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP TUNAS).
Regulasi ini mewajibkan setiap penyelenggara sistem elektronik (PSE) di Indonesia, termasuk pengembang dan penerbit gim, untuk menerapkan klasifikasi usia secara ketat.
Meutya menegaskan bahwa kehadiran regulasi ini dimaksudkan untuk menciptakan ruang digital yang aman dan sehat bagi seluruh pengguna yang belum cukup usia.
“Kami tidak melarang gim, tetapi kami menunda akses konten kepada pengguna yang belum cukup usia. Ini bukan soal sensor, tapi soal tanggung jawab bersama dalam menciptakan ruang digital yang aman dan sehat,” ujarnya dalam siaran resmi Komdigi pada Minggu, 6 Juli.
Di mana, regulasi ini mewajibkan gim dengan tingkat kekerasan atau adiktivitas tinggi hanya bisa diakses oleh pengguna berusia minimal 16 tahun dengan pendampingan orang tua, dan secara mandiri setelah usia 18 tahun.
Ia juga menekankan pentingnya penerapan sistem rating konten melalui Indonesia Game Rating System (IGRS), sebagai acuan bagi orang tua, pemain, dan pelaku industri agar dapat mengenali konten yang sesuai usia dan tahapan perkembangan anak.
“IGRS bukan hanya alat bantu untuk orang tua, tapi juga pelindung bagi industri. Dengan menerapkan klasifikasi usia secara jujur, pengembang dan penerbit bisa menghindari risiko pelanggaran hukum,” jelas Meutya.