LaNyalla Minta Bangsa Indonesia tidak Tinggalkan Pancasila

26 November 2022, 18:28

PROSES pembusukan ikan yang dimulai dari kepala dinilai juga telah melanda bangsa ini. Telah ditinggalkannya Pancasila menjadi penyebab hal tersebut.

Hal itu yang disampaikan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat menyampaikan keynote speech pada forum Silaturahmi Nasional 2022 Dhipa Adista Justicia Indonesia Intelligence Institute di Royal Jade Season City, Jakarta, Sabtu (26/11).

Menurut LaNyalla, jika hulu rusak, hilir pun akan rusak.  “Seperti kata pepatah, ikan busuk dimulai dari kepalanya terlebih dahulu. Pembusukan Indonesia juga dimulai dari hulunya, dari fundamental norm-nya, yaitu dengan meninggalkan Pancasila sebagai grondslag bangsa,” tegas LaNyalla.

Oleh karenanya, LaNyalla mendorong konsensus nasional untuk kembali kepada UUD 1945 naskah asli. Menurutnya, ketika konsensus nasional itu tercapai, Presiden harus melakukan dekrit kembali kepada UUD 1945 naskah asli.

Pada acara yang mengambil tema ‘Potret Penegakan Hukum di Indonesia’, LaNyalla menegaskan keinginan untuk kembali kepada UUD 1945 naskah asli telah digagas oleh banyak pihak, terutama para purnawirawan TNI dan Polri. Namun, hingga hari ini belum menemukan jalan.

“Bagi saya hanya ada satu jalan, yaitu konsensus nasional. Dengan mendorong Presiden untuk melakukan dekrit kembali ke UUD 1945 naskah asli. Lalu segera kita bentuk tim atau komite untuk melakukan amendemen kekurangan dari konstitusi asli tersebut melalui teknik addendum,” tegas LaNyalla.

Senator asal Jawa Timur itu menegaskan komitmennya untuk terus menjalankan ikhtiar agar Indonesia kembali berdaulat, mandiri, dan berdikari, dengan cara kembali kepada rumusan para pendiri bangsa.

Dijelaskannya, sebagai negara majemuk, Indonesia didesain oleh para pendiri bangsa dengan menggunakan Pancasila sebagai perekat. “Sehingga sistem demokrasi yang digunakan adalah sistem demokrasi Pancasila, yang identik dengan sistem demokrasi yang berkecukupan,” ujar LaNyalla.

Ciri demokrasi Pancasila, menurut dia, adalah seluruh elemen bangsa terwakili di dalam Lembaga Tertinggi Negara, yang bukan saja perwakilan rakyat, tetapi penjelmaan rakyat.

“Dalam Lembaga Tinggi negara itu tak hanya diisi partai politik, tetapi juga wakil-wakil dari daerah, dari Sabang sampai Merauke, dan utusan golongan non-partisan,” katanya.

Baca juga: BPIP Terus Matangkan Arah Kebijakan Internalisasi dan Institusionalisasi Pancasila di Bidang Hukum

Begitu pula dengan sistem ekonominya, LaNyalla menilai telah didesain oleh para pendiri bangsa dengan sistem ekonomi Pancasila.

“Sebuah sistem ekonomi yang menekankan usaha bersama dengan orientasi kepada kesejahteraan, karena perekonomian disusun atas usaha bersama sebagaimana tertuang dalam pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya,” ujar LaNyalla.

Karut marut Indonesia terjadi ketika bangsa ini melakukan perubahan konstitusi atau amendemen UUD 1945 secara brutal, sehingga mengganti hampir 95% isi dari pasal-pasal UUD 1945 naskah asli.

“Sejak saat itulah kita meninggalkan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi,” tegas LaNyalla.

Ia melanjutkan, konstitusi hasil amendemen 1999-2002 memang masih mencantumkan dasar filsafat negara Pancasila pada naskah Pembukaan di alinea IV. Namun, pasal-pasal dalam UUD hasil amendemen tersebut merupakan penjabaran dari ideologi lain, yaitu liberalisme-individualisme.

Dijabarkan LaNyalla, sebelum amendemen terjadi, Indonesia sebagai negara telah dilucuti kedaulatannya, termasuk kedaulatan ekonominya, melalui letter of intent IMF yang terpaksa ditandatangani oleh Presiden Soeharto saat itu.

Pada 13 November 1998, Majelis Permusyawaratan Rakyat melalui Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998 mencabut Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) sebagai materi pendidikan ideologi yang diterapkan melalui penataran P4, dengan pertimbangan karena materi muatan dan pelaksanaannya sudah tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan bernegara.
 
“Ini adalah awal bangsa ini mulai dipisahkan dari ideologinya. Awal bangsa ini mulai meninggalkan Pancasila sebagai grondslag dan staats fundamental norm. Dan ini sangat berbahaya,” tegasnya.

Mengapa demikian, sebab menurut LaNyalla, penghancuran ingatan kolektif suatu bangsa dapat dilakukan dengan metode damai non-militer. Caranya dengan memecah belah persatuan, memengaruhi, menguasai, dan mengendalikan pikiran dan hati warga bangsa, agar tidak memiliki kesadaran, kewaspadaan dan jati diri, serta gagal dalam regenerasi untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional bangsa tersebut.

“Inilah yang kerap saya sebut, kita telah durhaka kepada pendiri bangsa. Karena itu saya sekarang berkampanye, untuk menata ulang Indonesia, demi menghadapi tantangan masa depan yang akan semakin berat. Kita harus kembali menjadi bangsa yang berdaulat, mandiri, dan berdikari. Untuk itu kita harus kembali kepada Pancasila yang merupakan satu sistem yang paling ideal untuk Indonesia, sebagai bangsa yang supermajemuk,” tandasnya. (RO/OL-16)

 

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Statement

Fasum

Transportasi