KSP Usulkan Pelabelan BPA dalam Kemasan Masuk Peraturan Pemerintah

7 June 2023, 18:04

Merdeka.com – Wacana tentang pelabelan kandungan bisphenol-A (BPA) pada makanan masih tersendat dan belum menemui titik terangnya. Hal ini yang kemudian mendorong Kantor Staf Presiden (KSP) mengundang berbagai pihak untuk mengusulkan pelabelan BPA pada kemasan plastik berbahan polikarbonat (PC) tersebut dapat masuk ke dalam revisi peraturan pemerintah (PP) tentang label iklan pangan.
Staf Khusus Kedeputian 2 Kantor Staf Presiden (Stafsus Kedeputian 2 KSP) Brian Sriprahastuti memberikan saran agar aturan terkait label tersebut bisa masuk ke dalam bagian PP tentang label iklan pangan tanpa membuat peraturan baru.

“Jika hal ini akan diangkat, sebaiknya tidak usah membuat peraturan baru, tetapi diusulkan untuk masuk dalam bagian PP tentang label iklan pangan.” usul Brian.
Pandangan Brian ini disampaikan dalam sesi pertemuan antara antara Center for Sustainability and Waste Management Universitas Indonesia (CSWM UI) dengan KSP di Jakarta. Tak hanya CSWM UI, perwakilan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI), Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM UI), serta Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) juga ikut hadir dalam kegiatan tersebut.

Draft Revisi PP Disusun KSP Sejak 2018
Brian juga menyampaikan bahwa KSP tengah menyusun draft revisi PP tentang label iklan pangan sejak 2018. Sayangnya, proses tersebut belum berhasil dirampungkan karena harus melibatkan berbagai sektor terkait.
Contohnya, PP tentang label iklan pangan tidak hanya menyangkut soal kesehatan. Ada juga sektor perdagangan yang berada di bawah pengawasan Kementerian Perdagangan. Brian juga mengakui bahwa sejauh ini masalah pelabelan tersebut baru sebatas pencantuman kandungan gizi dan belum sampai pada pencantuman kandungan substansi tertentu pada kemasan sebuah produk.
Ia pun memberikan usulan agar isu tentang pelabelan yang mencantumkan kandungan BPA kemasan produk makanan dan minuman bisa diakomodir dalam revisi PP tentang label iklan pangan.
Pelabelan Penting untuk Generasi Muda
Kepala CSWM UI Mochamad Chalid memberikan penekanan tentang pentingnya pelabelan kandungan BPA kemasan untuk keselamatan bangsa, terutama masalah kesehatan anak dan generasi muda.

“Pelabelan ini merupakan satu hal yang urgent menurut kami, mengingat bahwa di masyarakat kita penggunaan galon sudah sangat luar biasa,dan itu sudah menjadi suatu hal yang tidak terlepas dari kehidupan masyarakat kita. Kemudian, yang tidak kalah penting adalah adanya aturan tentang standar umur pakai dan standar untuk penggunaan kemasan. Selain itu, penggunaan bahan PC juga perlu untuk ditinjau ulang”. Jelas Chalid.
Menanggapi hal ini, perwakilan PB IDI Agustina Puspitasari juga menjelaskan dampak negatif BPA untuk kesehatan. Ia menyebutkan bahwa paparan BPA bisa memberikan pengaruh pada fisiologi yang dikendalikan hormon endokrin. Tak hanya itu, BPA juga mempengaruhi perkembangan otak janin yang sedang dikandung, peningkatan tekanan darah, diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.
“Sudah banyak studi yang meneliti bahwa ditemukannya konsentrasi BPA di dalam urin berhubungan dengan turunnya kualitas sperma. Kemudian pada wanita hamil dengan paparan BPA selama prenatal berhubungan dengan perilaku agresif dan hiperaktif anak, terutama pada anak perempuan,” papar Agustina.
Regulasi di Berbagai Negara
Lebih jauh lagi, Agustina juga menerangkan bahwa penggunaan kemasan BPA semakin diawasi di berbagai negara. Misalnya saja Kanada yang sudah membuat klasifikasi BPA sebagai zat beracun dan menentukan larangan terbatas pemakaian BPA. Pada 2011, Uni Eropa (UE) juga sudah mengeluarkan aturan pelarangan bahan mengandung BPA untuk botol susu bayi.

“Negara bagian California, Amerika Serikat mewajibkan produsen untuk memberi label pada kemasan bahwa produk itu mengandung BPA yang berpotensi menyebabkan kanker, gangguan kehamilan dan sistem reproduksi. Bahkan Denmark, Austria, Swedia, dan Malaysia telah melarang penggunaan BPA pada kemasan kotak pangan untuk konsumen usia rentan dari nol sampai 3 tahun.” Ungkap Agustina.
Inilah yang membuat PB IDI mendukung upaya pelabelan kandungan BPA pada kemasan produk yang akan dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Tak hanya sebatas itu, PB IDI juga memberikan dukungan edukasi konsumen untuk mengetahui upaya yang bisa mencegah migrasi BPA ke dalam tubuh. Misalnya saja dengan tidak menyimpan kemasan di dalam suhu tinggi untuk jangka waktu lama, juga tidak menggosok atau menyikat permukaan kemasan.
Penggunaan Galon PC di Berbagai Daerah
Kepala CSWM UI Mochamad Chalid menyebutkan penelitian yang sudah dilakukan oleh pihaknya menemukan data tentang penggunaan kemasan air minum galon PC yang mengandung BPA tak hanya dilakukan oleh produsen air minum dalam kemasan (AMDK) bermerek saja. Ada juga pengusaha UMKM yang juga menggunakan galon PC di beberapa daerah Sumatera Barat, seperti Padang, Batusangkar, Padang Pariaman, dan Payakumbuh.
Chalid pun menekankan pentingnya perlindungan konsumen AMDK hingga ke daerah karena konsumsi AMDK juga sudah menjadi kebutuhan masyarakat umum, mengingat ketersediaan air bersih langsung dari sumbernya makin terbatas.

Pentingnya Kajian pada Aspek Engineering dan Ekonomi
Tak hanya fokus pada masalah kesehatan, Chalid juga menekankan pentingnya kajian aspek engineering dan ekonomi bagi sebuah kemasan plastik. Menurutnya, salah satu cara mencegah migrasi substansi berbahaya ke dalam tubuh manusia adalah lewat kemasan yang mengatur desain, standar umur pakai, serta standar penggunaan suatu bahan kemasan.
Chalid juga menyatakan bahwa penting bagi produsen untuk melakukan inovasi demi mendapatkan galon yang aman dan sehat sebagai kemasan produk AMDK, sebagai konsekuensi penyesuaian umur pakai dan jumlah kali dari penggunaan. Misalnya saja dengan menggunakan metode post-consumer resin atau PCR. Cara ini dilakukan dengan daur ulang kemasan plastik dengan mencacah galon yang sudah digunakan menjadi resin plastik. Selanjutnya, resin tersebut dicampur dengan resin baru yang belum pernah dipakai dengan komposisi tertentu untuk kemudian dibentuk jadi kemasan baru.
Ditemui dalam acara terpisah di Bogor pada 22 Mei lalu, Slamet Riyadi, Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional mengajak pengusaha taat pada aturan pemerintah.
“Adanya peraturan peraturan diberikan oleh negara atau pemerintah dalam hal ini BPOM ataupun Kementerian Perdagangan ataupun pemerintah yang punya kepentingan dalam mengatur regulasi. Ini harusnya ditaati karena semua peraturan ini berkaitan dengan keamanan, kenyamanan dan keselamatan konsumen yang terdapat di dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya dalam pasal empat.” Pungkasnya.

(*)

Partai

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi