Krisis yang Mengerikan Disebut Sedang Hantam Korsel, Ada Apa?

26 January 2023, 20:00

Jakarta, CNBC Indonesia – Krisis baru yang disebut “mengerikan” kini mengancam Korea Selatan (Korsel). Ini adalah krisis populasi.
Jumlah bayi yang lahir di negara itu mencapai rekor terendah pada November 2022 lalu, dalam rilis data terbaru dikutip Yonhap Kamis (26/1/2023). Data Statistics Korea mencatat hanya 18.982 bayi lahir di November alias turun 4,3% dari tahun sebelumnya.
“Jumlah ini menandai angka terendah sejak tahun 1981,” tulis media tersebut. “Sementara selama periode Januari-November 2022, ada 231.863 bayi lahir atau turun 4,7% dari tahun sebelumnya,” tambahnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tingkat kesuburan total, jumlah rata-rata anak yang dilahirkan seorang wanita seumur hidupnya, juga merosot hanya  0,79 pada kuartal III tahun lalu. Pada tahun 2021, nilainya berada di 0,81, menandai tahun keempat berturut-turut berada di bawah satu.
“Angka tersebut jauh lebih rendah dari tingkat penggantian 2,1 yang akan membuat populasi Korsel stabil di 51,5 juta,” tulis media tersebut lagi.
Menurut analis, dikutip di laman yang sama Korsel dirundung oleh penurunan kelahiran yang kronis akibat banyak anak muda yang menunda atau menyerah untuk memiliki bayi. Keputusan mereka sendiri dipicu persoalan ekonomi dan harga rumah yang tinggi.
Korsel, yang pertama kali melaporkan lebih banyak kematian daripada kelahiran pada tahun 2020, juga diperkirakan akan mempertahankan tren tersebut untuk tahun ketiga berturut-turut pada tahun 2022. Selama periode Januari-November, Korsel mencatat 107.004 kematian lebih banyak, mencapai 30.107 pada November, naik 6,1% dari tahun sebelumnya.
Sebenarnya data menunjukkan jumlah pernikahan naik 2,2% satu tahun menjadi 17.458 pada November karena lebih banyak orang yang menikah menyusul pelonggaran peraturan Covid-19. Sementara perceraian turun 3,1% dalam setahun menjadi 8.498 dalam sebulan.
Jepang
Sebelumnya, masalah sama juga diumbar Jepang. Peringatan diberikan karena terancamnya populasi di negara itu.
“Jepang berada di ambang ketidakmampuan untuk mempertahankan fungsi sosial karena penurunan angka kelahiran,” katanya dalam pidato dihadapan legislatif, dikutip dari CNN International, Rabu.
Karenanya, Kishida menambahkan, ia ingin parlemen mendukung pemerintah menggandakan pengeluarannya untuk program terkait anak. Diketahui, sebuah badan pemerintah akan dibentuk pada bulan April untuk fokus pada masalah ini.
“Terkait keberlanjutan dan inklusivitas ekonomi dan masyarakat bangsa kita, kita perlu menempatkan dukungan pengasuhan anak sebagai kebijakan terpenting,” tegasnya.
“Itu adalah hal penting untuk menyelesaikan masalah, sekarang atau tidak sama sekali. Penyelesaian tidak bisa menunggu lebih lama lagi,” tambahnya.
Jepang sebenarnya merupakan negara dengan harapan hidup tertinggi di dunia. Pada 2020, data pemerintah menyebut hampir satu dari 1.500 orang di Jepang berusia 100 tahun atau lebih.
Namun, fakta itu justru telah mendorong krisis demografis yang berkembang. Dengan masyarakat yang menua dengan cepat, tenaga kerja telah menyusut dan tidak cukup orang muda untuk mengisi kesenjangan dalam ekonomi yang stagnan.
Jepang merupakan negara dengan tingkat kelahiran terendah di dunia. Kementerian Kesehatan memperkirakan akan ada kurang dari 800.000 kelahiran di 2022, pertama kalinya sejak pencatatan dimulai pada tahun 1899.
Para ahli menunjuk ke beberapa faktor di balik angka kelahiran yang rendah. Biaya hidup yang tinggi di negara ini menjadi salah satu penyebab.
Belum lagi ruang yang terbatas, dan kurangnya dukungan pengasuhan anak di kota-kota. Itu menimbulkan kesulitan bagi orang tua untuk membesarkan anak, yang berarti semakin sedikit pasangan yang memiliki anak.
Sikap terhadap pernikahan dan memulai keluarga juga telah berubah dalam beberapa tahun terakhir. Semakin banyak pasangan yang menunda keduanya selama pandemi.
Beberapa menunjuk pada pesimisme anak muda di Jepang terhadap masa depan. Ada frustasi dengan tekanan pekerjaan dan stagnasi ekonomi.
Sementara itu, perekonomian Jepang terhenti sejak kebangkitan pada awal 1990-an. Pertumbuhan PDB negara itu melambat dari 4,9% pada 1990 menjadi 0,3% pada 2019.
Rata-rata pendapatan rumah tangga riil tahunan menurun dari 6,59 juta yen pada tahun 1995 menjadi 5,64 juta yen pada 2020.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Awas Kim Jong Un Ngamuk, AS-Jepang-Korsel Ancam Korut

(sef/sef)

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi