Kisruh Menteri Vs Shell Soal Blok Masela, Begini Saran Ahli

29 May 2023, 15:45

Jakarta, CNBC Indonesia – Kekesalan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif baru-baru ini kepada Shell terkait Blok Masela tak tertahankan. Mengingat, proses pelepasan hak partisipasi Shell sebesar 35% di Blok Masela tak kunjung ada kejelasan.
Arifin menilai, hal tersebut membuat pengembangan proyek Blok Masela menjadi terhambat, dan membuat negara turut menanggung rugi lantaran belum menikmati hasil produksi gas dari blok gas “raksasa” ini.
Praktisi minyak dan gas bumi (migas) Hadi Ismoyo menyadari pemerintah selama ini cukup bersabar dengan jadwal pengembangan Blok Masela yang terus mengalami perlambatan. Ditambah lagi, Shell selaku mitra operator, Inpex Corporation, di Blok Masela memutuskan hengkang dari proyek tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Namun tampaknya kesabaran dan kemudahan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada JV Blok Masela tidak segera dimanfaatkan dengan baik dan malah kabarnya mau dijual. Sehingga masa depan Pengembangan Masela semakin tidak jelas,” ungkap Hadi kepada CNBC Indonesia, Senin (29/5/2023).
Oleh sebab itu, Hadi berharap agar persoalan ini segera dicari titik temunya. Mengingat proyek ini mempunyai peran yang cukup strategis bagi negara.
“Namun perlu dilihat dengan detail apa yang menjadi kendala sehingga PoD menjadi mundur? Apakah operator kesulitan menemukan pasar gas yang ekonomis? Kenapa tidak dicari terobosan-terobosan yang realistis yang win-win solution sehingga Masela bisa segera dikembangkan,” kata dia.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai molornya pengembangan Blok Masela juga tak lepas dari peran Pemerintah Indonesia sendiri. Pada 2016 lalu, pemerintah memutuskan mengubah skema kilang LNG menjadi di darat dari yang semula diusulkan oleh operator proyek kilang LNG terapung di laut.
Kondisi ini kemudian membuat operator maupun mitra harus melakukan kalkulasi ulang mengenai biaya yang harus dikeluarkan. Hingga pada akhirnya Shell selaku pemegang hak partisipasi sebesar 35% memutuskan hengkang dari proyek tersebut.
“Dalam konteks ini perlu menjadi pembelajaran bersama bahwa segala sesuatunya perlu disikapi secara bijaksana. Karena ini kan ada andil dari kita semua, karena kan ini yang semestinya sudah go tinggal jalan kemudian skemanya diubah,” kata dia.
Namun, Komaidi juga menilai masalah ini perlu dicari jalan keluar bersama, antara pemerintah dan investor, baik Inpex maupun Shell.
“Sehingga saya kira perlu dicari jalan terbaik perlu diskusi lebih baik antara pihak, kalau pemerintah mengatakan Shell berbelit-belit coba lihat detail problemnya kira-kira berbelitnya ada di mana,” ucapnya.

Seperti diketahui, Menteri ESDM Arifin Tasrif baru saja meluapkan kekesalannya terhadap Shell yang selama ini dinilai menghambat pengembangan proyek Blok Masela.
Pasalnya, proses pelepasan hak partisipasi atau participating interest (PI) Shell sebesar 35% di proyek jumbo itu hingga kini tak ada kejelasan. Padahal, dengan berlarutnya pengembangan Blok Masela, negara juga turut dirugikan.
Arifin lantas menyebut bahwa perusahaan asal Belanda ini cabut dari proyek Blok Masela secara tidak bertanggung jawab. Oleh sebab itu, pemerintah kata dia, bakal mengevaluasi kembali rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) Blok Masela.
“Sekarang ini juga yang merasa dirugikan juga Indonesia. Inpex sudah ada kesungguhannya, tapi gak tahu Shell ini sudah mundur gak bertanggung jawab, tulis itu,” tegas Arifin saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (26/5/2023).
Menurut Arifin, Blok Masela bisa saja kembali lagi ke negara apabila Inpex selaku operator dan mitranya yakni Shell tidak melakukan kegiatan sama sekali hingga 2024. Hal tersebut tertuang dalam rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) yang disepakati antara pemerintah dan operator pada 2019 lalu.
Blok Masela ditargetkan bisa menghasilkan gas sebesar 1.600 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau setara 9,5 juta ton LNG per tahun (mtpa) dan gas pipa 150 MMSCFD, serta 35.000 barel minyak per hari.
Proyek ini dikatakan “raksasa” karena diperkirakan akan menelan biaya hingga US$ 19,8 miliar. Pengelola blok ini baik Inpex dan mitranya nantinya akan membangun Kilang Gas Alam Cair (LNG) di darat yang mulanya ditargetkan sudah bisa beroperasi pada 2027.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Mau Beli Sahamnya Shell, Pertamina Siapkan Duit Triliunan!

(wia)

Partai

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi