Ketahui Berbagai Kebijakan Pemerintah untuk Daerah Kepulauan, Apakah Cukup?

1 December 2022, 17:59

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Daerah Kepulauan (RUU Daerah Kepulauan) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Draft RUU ini sudah ada sejak 2004 dan telah 18 tahun diperjuangkan oleh daerah provinsi kepulauan.Ketua Badan Kerja Sama Provinsi Kepulauan yang juga Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi mengatakan, RUU Daerah Kepulauan sudah beberapa kali masuk Prolegnas, namun hingga hari ini belum juga dibahas dan disahkan. “Bukankah sudah sangat jelas tujuan RUU Daerah Kepulauan ini untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, terutama yang tinggal di daerah berciri kepulauan,” kata Ali Mazi dalam Working Group Discussion (WGD) II Forum Daerah Kepulauan di Jakarta, Kamis, 1 Desember 2022.Direktur Jenderal Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Agus Fatoni mengatakan telah memperhatikan isi dari RUU Daerah Kepulauan. Pada prinsipnya, terdapat dua hal utama dari rancangan undang-undang tersebut, yakni perihal kewenangan dan pendanaan. “Dalam dua hal ini, sebenarnya pemerintah pusat sudah memberikan perhatian khusus melalui berbagai kebijakan terkait daerah berciri kepulauan,” katanya.Landasan hukum dalam memberikan perhatian khusus pada daerah berciri kepulauan, menurut Agus Fatoni, ada pada Pasal 18B ayat (1), Pasal 22D ayat (1), dan Pasal 25A UUD 1945. Ada pula Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS/Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya di Pasal 27 sampai Pasal 30 tentang kewenangan dan percepatan pembangunan daerah provinsi berciri kepulauan.Ada pula Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan yang mengatur tentang pengelolaan sumber daya kelautan sebagai negara kepulauan yang berciri Nusantara, kemudian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya di Pasal Pasal 27 ayat (1) di mana provinsi memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya alam di laut di wilayahnya.Kewenangan pprovinsi dalam mengelola sumber daya alam di laut, meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaat laut di luar minyak dan gas bumi; pengaturan administratif; pengaturan tata ruang; ikut serta dalam memelihara keamanan di laut; dan ikut serta dalam mempertahankan kedaulatan negara. Serta mengatur kawasan pengelolaan sumber daya alam di laut paling jauh 12 mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.Khusus tentang kewenangan provinsi di laut dan daerah berciri kepulauan, menurut Agus Fatoni, pemerintah saat ini sedang menyusun rancangan peraturan pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Apabila diperlukan, kita dapat merumuskan regulasi. Yang sudah ada dirapikan dan yang belum ada, dibuat,” katanya.(dari kiri) CEO PT Info Media Digital Wahyu Dhyatmika sebagai moderator; Direktur Perencanaan Ruang dan Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Suharyanto; Sekretaris Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan Restuadi Daud; Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni; Ahli Kelautan dan Perikanan IPB, Rokhmin Dahuri; Ketua Badan Kerja Sama Provinsi Kepulauan yang juga Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi; Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa; Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono; Wakil Ketua Komite I DPD RI Filep Wamafwa; Direktu Utama PT Tempo Inti Media, Tbk., Arif Zulkifli; dan Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera dalam acara Working Group Discussion (WGD) II Forum Daerah Kepulauan di Jakarta, Kamis, 1 Desember 2022. Dok. TEMPOMenanggapi pernyataan Agus Fatoni, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat, Muslim mengatakan, pemerintah provinsi tidak mendapatkan apa-apa dari kewenangan pengelolaan seperti yang tercantum dalam undang-undang tersebut. “Kami tidak mendapatkan apa-apa karena yang melegalkan kami untuk melakukan pungutan sejauh 0-12 mil laut itu hanya untuk budidaya laut dan perikanan tangkap,” katanya. Sementara penyediaan jasa lingkungan, jasa kelautan, dan perizinan lainnya bukan kewenangan pemerintah provinsi.”Tidak ada pungutan apa-apa yang didapat oleh pemerintah provinsi. Sebab yang mendapat nilai tambah adalah kementerian melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP),” kata Muslim. Contohnya, menurut dia, perizinan untuk kapal berukuran di bawah 30 gross ton yang ditarik ke pusat. Padahal sebelumnya, perizinan untuk kapal ukuran tersebut ada di pemerintah provinsi.Sementara Bupati Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung, Burhanudin mengatakan, Dana Alokasi Umum dari pemerintah pusat sudah jelas dan detail dalam merinci apa saja pengeluaran daerah. “Bagaimana kami bisa menuntut lebih, sementara keuangan negara sudah diketuk palu,” ujarnya. “Padahal setiap hari kami merasakan ketimpangan, ketidakadilan, dan disparitas antara wilayah kepulauan dengan daerah non-kepulauan.”Merespons komentar tersebut, Agus Fatoni mengatakan, ada kebijakan yang sudah ditetapkan dan masyarakat dapat mendorong kebijakan-kebijakan lain, sehingga muncul kebijakan baru, misalkan peraturan pemerintah atau tindak lanjut lainnya dari undang-undang. “Regulasi bisa lebih kuat dengan pembahasan terkait peraturan yang sudah ada,” ucapnya. (*)