Hilirisasi Nikel, Sokong RI Jadi ‘Raja’ Baterai Listrik Dunia

16 October 2022, 13:19

Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia sukses menjalankan hilirisasi nikel. Dalam sekejap, pendapatan negara dari ekspor nikel yang bernilai tambah itu melejit sampai 2.300% atau menjadi Rp 360 triliun dari yang sebelumnya di tahun 2019 hanya Rp 15 triliun.
“Ini sekarang sudah melompat di angka Rp 360 triliun dari Rp 15 triliun. Itu baru satu komoditas, satu barang,” mengutip ucapan Presiden RI Joko Widodo, dalam acara BNI Investor Daily Summit 2022, Selasa (11/10/2022).
Komitmen Indonesia menjalankan hilirisasi di sektor pertambangan memang tak main-main, khususnya nikel. Dengan sumber daya nikel yang terbesar di dunia, Indonesia bisa menjadi ‘raja baterai listrik di dunia’ tatkala nikel bisa dimanfaatkan dari hulu sampai ke hilir.

Sebab, masa depan nikel di pasar global cukup cerah seiring hadirnya industri kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) yang terus tumbuh. Maklum, nikel merupakan bahan baku utama dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.
Mengacu data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia diperkirakan memiliki cadangan nikel hingga 24 juta metrik ton (MT). Di tahun 2021, produksi olahan nikel Indonesia mencapai 2,47 juta ton naik 2,17% dibanding 2020 yang sebesar 2,41 juta ton.
“Sekali lagi Indonesia akan menjadi produsen utama produk-produk barang yang berbasis nikel seperti lithium, baterai listrik. Ini kesempatan emas untuk membangun ekonomi hijau ke depan,” terang Jokowi dalam Seremoni Implementasi Rencana Tahap Kedua Industri Baterai Listrik Terintegrasi di KIT Batang, Rabu (8/6/2022).

Upaya Indonesia menjadi ‘raja baterai listrik di dunia’ sejatinya sudah di depan mata. Saat ini Indonesia sudah memiliki holding baterai kendaraan listrik bernama Indonesia Battery Corporation alias IBC, yang terbentuk pada Maret 2021.
Holding baterai merupakan induk usaha gabungan dari empat perusahaan pelat merah. Diantaranya: Holding BUMN Pertambangan MIND ID, PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero).
Dalam induk usaha gabungan tersebut, MIND ID bersama Antam bertindak sebagai penyedia bijih nikel untuk bahan baku utama pembuatan baterai. Pertamina menjalankan bisnis manufaktur produk hilir meliputi pembuatan battery cell dan lainnya.
Sementara, PLN akan menyediakan infrastruktur Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan lain sebagainya. Porsi kepemilikan saham masing-masing BUMN tersebut adalah sebesar 25%.

Menggaet Investor Garap Baterai Listrik

Tak tanggung-tanggung, IBC bahkan bakal mengantongi investasi senilai US$ 15 miliar atau sekitar Rp 225 triliun (kurs Rp 15.000) dari hasil kerja sama dengan dua raksasa baterai dunia. Keduanya adalah PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL) asal China dan LG Energy Solution (LGES) asal Korea Selatan.
Direktur Utama Antam Nico Kanter menjelaskan pihaknya telah memulai kerja sama pengembangan industri baterai EV dengan CBL dan LGES. Dalam kerja sama itu, perusahaan bakal menyediakan sumber daya nikel hingga pembangunan proyek smelter, baik berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) maupun High Pressure Acid Leaching (HPAL).
“Sedang prekursor, katoda, battery cell sampai ke battery recycling ini juga masih dalam part negosiasi. Kami sangat berharap bahwa kita tandatangani definitive agreement di akhir tahun ini,” ujar Nico dalam Webinar Hilirisasi Minerba: Industrialisasi Mineral Menuju Indonesia Emas, belum lama ini.
Nico memaparkan perusahaan telah menandatangani framework agreement antara konsorsium LGES dengan Antam dan IBC pada 14 April 2022. Kerja sama itu berisi komitmen pembangunan industri EV battery di Indonesia secara end to end.