Dilema Perang Panjang di Gaza & Senjata Makan Tuan Israel

21 November 2023, 14:45

Jakarta, CNBC Indonesia – Serangan Israel di Gaza masih terus berlanjut. Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan serangan ini akan berhenti bila kelompok milisi Gaza, Hamas, musnah.
Namun hal ini masih menimbulkan pertanyaan besar terkait apa yang akan terjadi bila Israel benar-benar memenangkan perang ini. Pasalnya, belum ada gambaran dari Tel Aviv terkait apa yang akan terjadi dengan Gaza bila Hamas lenyap.
Amerika Serikat dan negara-negara Arab dalam pemerintahan pasca-perang di Gaza telah berhasil mendapatkan dukungan untuk mengamankan terkait Palestina yang merdeka, menurut dua pejabat AS dan empat pejabat regional serta empat diplomat yang akrab dengan diskusi tersebut. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa militer Israel mungkin akan terperosok dalam operasi keamanan yang berkepanjangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ketika Israel memperketat kendalinya atas Gaza Utara, beberapa pejabat di Washington dan negara-negara Arab khawatir Israel mengabaikan pelajaran dari invasi AS ke Irak dan Afghanistan ketika kemenangan militer yang cepat diikuti oleh militansi kekerasan selama bertahun-tahun.
“Jika pemerintahan Hamas di Gaza digulingkan, infrastrukturnya hancur dan perekonomiannya hancur, radikalisasi masyarakat yang marah dapat memicu pemberontakan yang menargetkan pasukan Israel di jalan-jalan sempit di wilayah tersebut,” kata para diplomat dan pejabat dikutip Reuters, Senin (20/11/2023).
Israel, AS, dan banyak negara Arab sepakat bahwa Hamas harus digulingkan setelah mereka melancarkan serangan lintas batas pada 7 Oktober yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera sekitar 240 orang. Namun belum ada konsensus mengenai apa yang harus menggantikannya.
Otoritas Palestina
Negara-negara Arab dan sekutu Barat mengatakan bahwa Otoritas Palestina (PA), yang sebagian memerintah Tepi Barat, adalah kandidat yang tepat untuk memainkan peran yang lebih besar di Gaza, yang merupakan rumah bagi sekitar 2,3 juta orang.
Namun kredibilitas PA, yang dipimpin oleh Partai Fatah pimpinan Presiden Mahmoud Abbas yang berusia 87 tahun, telah dirusak oleh hilangnya kendali atas Gaza oleh Hamas dalam konflik tahun 2007. Mereka juga mendapatkan tuduhan korupsi dan ketidakmampuan yang meluas.
Netanyahu mengatakan pada akhir pekan bahwa PA dalam bentuknya yang sekarang tidak seharusnya mengambil alih Gaza. Ia mengatakan militer Israel adalah satu-satunya kekuatan yang mampu melenyapkan Hamas dan memastikan terorisme tidak muncul kembali.
Setelah komentar Netanyahu, para pejabat Israel bersikeras bahwa Israel tidak bermaksud menduduki Jalur Gaza.
Mohammed Dahlan, yang merupakan kepala keamanan PA untuk Gaza sampai mereka kehilangan kendali atas jalur tersebut, telah diusulkan sebagai pemimpin masa depan pemerintahan pasca perang di sana. Ia mengatakan bahwa Israel salah jika percaya bahwa mereka akan memperketat kendalinya atas Gaza.
“Israel adalah kekuatan pendudukan dan rakyat Palestina akan menghadapinya sebagai kekuatan pendudukan,” kata Dahlan di kantornya di Abu Dhabi, tempat ia tinggal sekarang.
“Tidak ada pemimpin atau pejuang Hamas yang akan menyerah. Mereka akan meledakkan diri namun tidak akan menyerah.”
“Saya belum melihat visi apapun dari Israel, Amerika, atau komunitas internasional,” kata Dahlan seraya menyerukan agar Israel menghentikan perang dan memulai pembicaraan serius mengenai solusi dua negara.
Presiden AS Joe Biden memperingatkan Netanyahu pada hari Rabu bahwa menduduki Gaza akan menjadi ‘kesalahan besar’. Sejauh ini, AS dan sekutunya belum melihat peta jalan yang jelas dari Israel mengenai strategi keluarnya dari Gaza selain tujuan yang dinyatakan untuk memberantas Hamas. Para pejabat AS mendesak Israel untuk mencapai tujuan-tujuan realistis dan rencana bagaimana mencapainya.

Peringatan Biden
Pemerintah Israel tidak menanggapi permintaan komentar mengenai rencana pasca perang di Gaza. Operasi Israel di wilayah kantong tersebut, yang diluncurkan sebagai pembalasan atas serangan 7 Oktober, sejauh ini telah menewaskan sedikitnya 13.000 orang, termasuk sedikitnya 5.500 anak-anak, menurut pemerintah yang dikelola Hamas di Gaza.
Meskipun bersikeras pada hak Israel untuk membela diri, beberapa pejabat AS khawatir bahwa tingginya korban sipil dapat meradikalisasi lebih banyak warga Palestina, sehingga mendorong pejuang baru untuk bergabung dengan Hamas atau kelompok militan di masa depan yang mungkin muncul untuk menggantikannya.
Lebih dari selusin warga Gaza yang diwawancarai oleh Reuters mengatakan serangan Israel melahirkan generasi militan baru. Abu Mohammad (37), seorang pegawai negeri dari kamp pengungsi Jabalia, mengatakan ia lebih baik mati daripada menghadapi pendudukan Israel.
“Saya bukan Hamas tetapi di hari-hari perang, kita semua adalah satu bangsa, dan jika mereka menghabisi para pejuang, kami akan angkat senjata dan berperang,” katanya kepada Reuters, menolak menyebutkan nama lengkapnya karena takut akan pembalasan.
“Israel mungkin menduduki Gaza, tapi mereka tidak akan pernah merasa aman, tidak untuk satu hari pun.”

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Detik-Detik Pasukan Israel Siap Masuki Gaza, Keadaan Mencekam

(luc/luc)

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi