Bikin Amerika Dongkol, Enam Pesawat Angkut China Xian Y-20 Muncul di Mesir, Bawa Senjata Terbaru?
TRIBUNNEWS.COM – China diduga secara senyap menjalin hubungan ‘belakang’ dengan mitra-mitra utama Amerika Serikat (AS) di kawasan Afrika dan Timur Tengah.
Dugaan itu menguat saat pesawat-pesawat kargo militer China terlihat bepergian ke Mesir.
“Penerbangan enam pesawat angkut militer raksasa Xian Y-20 dari Tiongkok ke Mesir beberapa hari lalu telah memicu berbagai spekulasi, terutama mengenai kargo yang dibawanya, yang hingga kini belum terungkap,” kata ulasan situs militer DSA, Rabu (16/4/2025).
Di luar pertanyaan tentang muatan yang dibawa oleh pesawat angkut People Liberation Army Air Forces (Angkatan Udara Tentara China), penerbangan itu juga menunjukkan meningkatnya hubungan militer antara Tiongkok dan Mesir, yang merupakan sekutu kuat AS di Timur Tengah.
“Penerbangan pesawat angkut militer China ke Mesir pasti akan menimbulkan kekesalan di Amerika Serikat,” tambah ulasan tersebut.
Terkait hubungan Mesir-China ini, pengamat Open Source Intelligence (OSINT) menggunakan aplikasi pelacakan penerbangan seperti Flight Radar untuk melacak penerbangan pesawat angkut militer raksasa China ke Mesir.
Mereka melacak pesawat angkut yang terbang dari China dan singgah di Dubai, sebelum mendarat di Mesir.
KARGO MILITER – Penampakan pesawat angkut militer raksasa Xian Y-20 buatan China. Sebanyak enam pesawat kargo ini dilaporkan terbang ke Mesir, baru-baru ini, memicu spekulasi mengangkut persenjataan baru. Mesir selama ini diketahui bergantung pada Amerika Serikat dalam urusan pengadaan senjata.
Spesifikasi Pesawat Kargo Xian Y-20 China
Pesawat angkut strategis Xian Y-20, yang dikembangkan oleh Xi’an Aircraft Industrial Corporation di bawah Aviation Industry Corporation of China (AVIC).
Pesawat ini merupakan satu di antara aset terpenting dalam kemampuan mobilitas udara Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok (PLAAF) di era modern.
Pesawat ini dirancang untuk melaksanakan berbagai misi logistik berskala besar termasuk pengiriman pasukan, peralatan berat, kendaraan lapis baja, dan bantuan kemanusiaan lintas benua, sehingga memperkuat kemampuan operasional luar negeri China.
Dengan panjang bodi sekitar 47 meter, lebar sayap 50 meter, dan kapasitas muatan maksimum hingga 66 ton, Y-20 mampu mengangkut berbagai jenis platform termasuk tank ringan, sistem pertahanan udara, dan pasokan penting ke medan operasional yang terpencil dan menantang.
Pesawat kargo Y-20 juga memiliki jangkauan operasional sekitar 7.800 kilometer tanpa pengisian bahan bakar, yang memungkinkannya untuk menjalankan misi jarak jauh di Asia, Afrika, dan Timur Tengah—memberikan China keuntungan strategis dalam konteks geopolitik regional dan global.
Pesawat ini juga dilengkapi dengan pintu kargo belakang dan sistem winch internal yang memudahkan proses pemuatan dan pemindahan peralatan berat dengan cepat, termasuk dalam situasi darurat atau bencana alam.
Dalam beberapa waktu terakhir, beberapa varian Y-20 juga telah dikembangkan untuk tujuan khusus seperti versi pengisian bahan bakar udara (Y-20U) dan potensi sebagai pesawat amfibi dan dukungan medis, sehingga memperluas spektrum operasionalnya dalam peperangan multi-domain modern.
KARGO MILITER – Penampakan pesawat angkut militer raksasa Xian Y-20 buatan China. Sebanyak enam pesawat kargo ini dilaporkan terbang ke Mesir, baru-baru ini, memicu spekulasi mengangkut persenjataan baru. Mesir selama ini diketahui bergantung pada Amerika Serikat dalam urusan pengadaan senjata.
Bukti China Sudah Mampu Saingi China
Secara umum, kemunculan Y-20 sebagai pesawat angkut strategis buatan lokal membuktikan kemajuan pesat industri kedirgantaraan Tiongkok.
Pesawat kargo ini juga membuat PLAAF lebih kompetitif dalam mendukung operasi luar negeri dan memperkuat pengaruh militer Beijing secara internasional.
Tak cuma itu, China juga bisa menyaingi AS dalam hubungan militer dengan Mesir.
“Hubungan militer antara Mesir dan Cina telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir, yang mencerminkan upaya bersama kedua negara untuk memperkuat kerja sama strategis dan memperluas pengaruh geopolitik masing-masing,” kata ulasan tersebut.
Sejak awal tahun 2025, Mesir dan Tiongkok telah memasuki apa yang disebut sebagai “dekade emas” dalam hubungan bilateral mereka, yang ditandai dengan peningkatan signifikan dalam kerja sama pertahanan, termasuk pelatihan bersama, transfer teknologi, dan perolehan persenjataan canggih.
JET BUATAN CHINA – Jet tempur generasi 4,5 Chengdu J-10C buatan China. Pesawat ini dilaporkan diterima oleh Angkatan Udara Mesir pada awal 2025.
Dari Jet hingga Rudal
Dalam upaya memodernisasi angkatan bersenjatanya dan mengurangi ketergantungannya pada pemasok senjata tradisional dari Barat, Mesir telah mengakuisisi berbagai sistem persenjataan dari China.
Di antara akuisisi utama adalah jet tempur generasi 4,5 Chengdu J-10C, yang dilaporkan diterima oleh Angkatan Udara Mesir pada awal 2025.
Laporan pada Februari menyatakan kalau Angkatan Udara Mesir kemungkinan telah menerima gelombang pertama jet tempur J-10CE buatan China, yang dilengkapi dengan rudal udara-ke-udara jarak jauh (Beyond Visual Range) PL-15.
Kemungkinan ini diungkapkan pengamat kedirgantaraan China Hurin melalui platform media sosialnya X, yang memperlihatkan dua jet tempur J-10CE Mesir sedang beraksi.
Angkatan Udara Mesir dilaporkan berencana untuk memperoleh hingga 40 jet tempur J-10C E buatan China.
Pesawat tempur J-10CE merupakan varian ekspor dari pesawat tempur J-10C “Vigorous Dragon” yang dikembangkan oleh Chengdu Aircraft Corporation untuk Angkatan Udara Cina.
Pada September tahun lalu, Mesir dilaporkan memutuskan untuk membeli jet tempur J-10C buatan China untuk menggantikan jet tempur tua buatan AS yang saat ini digunakan oleh angkatan udara negara Arab tersebut.
Meskipun Kementerian Pertahanan Mesir belum mengeluarkan pernyataan resmi tentang hal itu, media lokal dan asing telah mengonfirmasinya.
Laporan tentang kemungkinan Mesir memperoleh jet tempur J-10C mulai mengemuka pada tahun 2023, dengan laporan bahwa pejabat pertahanan senior dari negara Arab dan China dikatakan telah bertemu di Langkawi selama pameran LIMA 2023 untuk membahas akuisisi jet tempur tersebut.
Pada LIMA 2023, tim aerobatik China “1 Agustus” yang menggunakan jet tempur J-10C juga akan berpartisipasi dalam pameran kedirgantaraan dan maritim di pulau resor tersebut.
Pada Juli 2024, tawaran China kepada Mesir untuk memperoleh jet tempur J-10C disebut-sebut telah disampaikan saat Panglima Angkatan Udara Mesir Jenderal Mahmud Foaad Abdel Gawaad mengunjungi Beijing dan bertemu dengan mitranya Jenderal Chang Dingqiu di Beijing.
Pertemuan antara Panglima Angkatan Udara Mesir dan China di Beijing dilakukan atas undangan Jenderal Chang Dingqiu untuk lebih meningkatkan hubungan strategis antara kedua negara.
Menurut pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Angkatan Bersenjata Mesir, kunjungan Panglima Angkatan Udara Mesir ke China membuktikan komitmen kekuatan Timur Tengah untuk lebih meningkatkan hubungan militer dengan negara-negara sahabat.
Jenderal Mahmoud Foaad juga mengunjungi Pangkalan Udara Tangshan di mana ia dan delegasi perwira senior Angkatan Udara Mesir menyaksikan demonstrasi penerbangan jet tempur J-10C.
Mesir juga dilaporkan telah memperoleh dan mengoperasikan beberapa sistem pertahanan udara buatan China sebagai bagian dari upaya untuk memodernisasi angkatan bersenjatanya dan mengurangi ketergantungannya pada pemasok tradisional dari Barat dan Rusia.
SETARA ARHANUD CHINA – Sistem pertahanan udara HQ-9B buatan China. Sistem pertahanan udara ini dianggap setara dengan sistem S-400 buatan Rusia.
Akusisi Sistem Pertahanan Udara HQ-9B
Baru-baru ini, laporan media mengungkapkan bahwa Mesir telah mengakuisisi sistem pertahanan udara HQ-9B dari China, yang dianggap setara dengan sistem S-400 buatan Rusia.
Sistem pertahanan udara HQ-9B adalah rudal permukaan-ke-udara jarak jauh generasi baru yang dikembangkan oleh China sebagai jawaban atas kebutuhan modern dalam menghadapi ancaman multi-dimensi dari udara.
Dikembangkan oleh China Aerospace Science and Industry Corporation (CASIC), HQ-9B dirancang untuk memberikan perlindungan berlapis terhadap berbagai ancaman termasuk pesawat tempur generasi terbaru, rudal jelajah, rudal balistik jarak pendek, serta kendaraan udara tak berawak (UAV).
HQ-9B adalah versi lanjutan dari seri HQ-9 dan menawarkan peningkatan signifikan dalam jangkauan, kemampuan deteksi, dan akurasi intersepsi dibandingkan dengan versi asli.
Sistem ini mampu mencegat target sejauh 250 hingga 300 kilometer, tergantung pada jenis rudal yang digunakan, dan beroperasi pada ketinggian hingga 30 kilometer, menjadikannya salah satu sistem pertahanan udara paling mumpuni yang dimiliki China dan sekutunya.
HQ-9B dilengkapi dengan radar array bertahap aktif yang mampu mendeteksi, melacak, dan menyerang beberapa target secara bersamaan, dengan kemampuan “lacak-lawan-ganggu” yang memungkinkannya beroperasi di lingkungan peperangan elektronik yang kompleks.
Rudal HQ-9B menggunakan kombinasi sistem panduan inersia dengan pembaruan pertengahan jalur serta panduan radar aktif di fase terminal untuk akurasi tinggi dalam intersepsi target.
Dalam konteks geostrategis, kehadiran HQ-9B dalam kekuatan militer mengirimkan sinyal yang jelas tentang kemampuan suatu negara untuk mempertahankan wilayah udaranya secara mendalam, menambahkan kemampuan pencegahan terhadap segala bentuk serangan udara konvensional atau asimetris.
Secara keseluruhan, HQ-9B merupakan simbol kemajuan industri pertahanan China dan cerminan upaya negara-negara seperti Mesir untuk memperkuat kemampuan pertahanan mereka melalui akuisisi sistem buatan China yang kompetitif dan berteknologi tinggi.
Selain itu, Mesir juga mengoperasikan pesawat tak berawak tempur Wing Loong-1D yang dikembangkan Cina, yang menawarkan kemampuan serangan dan pengawasan yang sebanding dengan MQ-9 Reaper buatan AS, tetapi dengan biaya lebih rendah.
Kolaborasi ini juga mencakup pengembangan bersama drone ASN-209, yang diproduksi secara lokal di Mesir dengan bantuan teknologi dari China.
Kerja sama militer antara kedua negara juga mencakup pelatihan bersama dan pertukaran teknologi.
Misalnya, pada tahun 2015, Mesir dan Cina mengadakan latihan angkatan laut gabungan pertama mereka, yang menandakan komitmen kedua negara untuk memperkuat kerja sama di bidang pertahanan.
Dari gambaran eratnya hubungan Mesir-China di atas, meningkatnya hubungan militer kedua negara mencerminkan pergeseran strategis dalam lanskap geopolitik Timur Tengah.
Pergeseran lanskap itu menunjukkan kalau negara-negara seperti Mesir berupaya mendiversifikasi sumber pengadaan pertahanan mereka dan tak melulu mengandalkan Barat dan AS.
Menariknya, langkah itu dilakukan dengan memperkuat kedaulatan militer melalui kerja sama dengan negara-negara besar seperti China, saingan berat AS.
(oln/dsa/*)