Sejumlah Polisi Datangi Tempat Usaha di Bekasi Terkait Izin, Polda Metro Klaim Sesuai Prosedur
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Beberapa anggota polisi mendatangi tempat usaha warga di Mutiara Gading Timur Cluster Palermo, Babelan, Kabupaten Bekasi.
Mereka disebut hendak menelusuri apakah Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) pada tempat usaha tersebut sesuai atau tidak.
Peristiwa tersebut direkam dan diunggah di media sosial oleh akun TikTok @pokrolbamboe.
Dalam video itu, para polisi tersebut dituding melanggar prosedur karena tak mempunyai surat resmi.
Saat dikonfirmasi, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam membenarkan bahwa Subdirektorat Industri dan Perdagangan (Indag) Ditreskrimsus Polda Metro Jaya mendatangi tempat usaha tersebut.
Kedatangan petugas berdasarkan aduan dari masyarakat soal tempat usaha tersebut.
“Di lokasi bertemu dengan pemilik lokasi. Petugas mengalami hambatan dalam berkomunikasi, dan maksud dan tujuan petugas sudah dijelaskan oleh rekan-rekan kami, dan selanjutnya proses pendalaman masih terus dilakukan,” kata Ade di Polda Metro Jaya, Rabu (30/10/2024).
Ade menegaskan, para polisi yang datang memiliki surat perintah tugas dan surat perintah penyelidikan. Artinya, sudah memenuhi prosedur.
Sebelum mendatangi lokasi kejadian, petugas juga telah berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan di wilayah setempat.
“Apa peristiwa yang didalami? Terkait perizinan usaha, di lokasi itu ada kegiatan pengolahan sparepart mobil bekas yang berdasarkan laporan yang diterima dari masyarakat sparepart mobil bekas ini diolah menjadi baru yang proses perizinannya ini sedang didalami,” ungkap Ade.
Diketahui, dalam video yang diunggah di media sosial, tempat usaha di Bekasi itu didatangi tiga pria berpakaian bebas dan satu pria mengenakan kemeja putih berlengan pendek yang dilengkapi ID
card
berlogo Polda Metro Jaya.
Salah satu petugas juga tampak menenteng map merah yang berisi berkas-berkas.
Saat ditanya apakah pemilik usaha memiliki NIB dan KLBI perekam video yang diduga pemilik usaha itu mengaku tidak mempunyainya.
Dia juga menegaskan, tidak ada kewajibannya memperlihatkan NIB dan KBLI tempat usaha kepada petugas.
“Karena bapak bukan ahli perizinan,” kata perekam kepada petugas, dikutip
Kompas.com
dari akun TikTok @pokrolbamboe, Rabu.
“Pak, tugas kita itu memang membidang seperti itu. Ini kan kaki-kaki mobil. Sekarang saya tanya, ini
second
atau baru?” ujar seorang petugas yang mengenakan kaos hitam berlengan pendek.
Usai ditanya, perekam enggan menjawab. Dia beralasan bahwa polisi tinggal memeriksa apakah barang-barang di tempat usahanya itu dalam kondisi baru atau bekas.
“Oke kalau enggak mau jawab, saya jawab nih. Ini dari
second,
dibenerin baru, dijual baru. Seperti itu kan?” tanya petugas.
“Terserah bapak ngomong. Enggak tahu saya, enggak mau jawab,” timpal perekam.
Oleh karena itu, petugas mengajak perekam untuk ke kantor polisi dengan tujuan menjelaskan secara rinci barang-barang di tempat usahanya.
Perekam kemudian meminta petugas memberikan surat pemanggilan jika ingin dirinya mendatangi kantor polisi untuk klarifikasi.
Oleh karena itu, perekam menyimpulkan bahwa kedatangan polisi ke tempat usahanya telah melanggar prosedur.
“Sekarang begini, kita mau panggil bapak, kalau enggak tahu nama bapak, saya dari mana panggilnya? Ini ada surat perintah tugas, sama surat perintah penyelidikan,” kata petugas.
Tak berselang lama, petugas memperlihatkan surat perintah penyelidikan.
Pada akhir video, perekam menampakkan diri dalam kesempatan berbeda. Dia mengaku kerap mengetahui modus oknum polisi yang menanyakan surat izin usaha.
“Kalau tidak ada (surat izin), dibawa ke kantor beserta barang, lalu pulangnya diminta sejumlah uang tebusan,” kata perekam.
“Tiga hari yang lalu juga terjadi, saya mengalaminya. Datang beberapa oknum polisi Polda Metro Jaya, melakukan penggeledahan paksa. Lalu beberapa barang mereka kumpulkan, dan dua orang saya mau dibawa,” imbuh dia.
Menurut dia, tujuan polisi datang untuk meminta sejumlah uang.
“Sudah berkali-kali saya hadapi,” kata dia.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Author: Kompas.com
-
/data/photo/2024/10/29/672024ab96d5b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bela Guru Honorer Supriyani, Ketua DPR RI: Pendidikan Tidak Berjalan Baik Jika Guru Diancam Hukum Nasional 30 Oktober 2024
Bela Guru Honorer Supriyani, Ketua DPR RI: Pendidikan Tidak Berjalan Baik Jika Guru Diancam Hukum
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua DPR RI
Puan Maharani
angkat bicara terkait persoalan guru honorer di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Supriyani yang dituding melakukan kekerasan fisik pada siswanya.
Ia menyebutkan, pendidikan di Indonesia tidak akan berjalan optimal jika seorang guru selalu merasa terancam dengan intervensi berlebihan dari orangtua siswa.
“Pendidikan tidak bisa berjalan dengan baik jika guru terus menerus dihadapkan pada ancaman hukum yang berlebihan dan intervensi orang tua yang tidak proporsional,” ujar Puan dalam keterangannya, Rabu (30/12/2024).
Ia pun mendorong agar aparat penegak hukum bersikap objektif dan menegakkan keadilan untuk Supriyani.
Puan tak mau, kasus serupa yang kemudian mengorbankan para guru bakal banyak terjadi di Tanah Air.
“Saya berharap ada keadilan bagi guru Supriyani agar tak jadi preseden buruk pada sistem pendidikan Indonesia,” sambung dia.
Ia menuturkan, kekerasan dalam dunia pendidikan memang harus dicegah. Namun, seorang guru kerap kali harus bersikap tegas untuk melatih kedisiplinan pada murid-muridnya.
“Kita sepakat kekerasan tidak bisa dibenarkan, terutama kepada anak. Tapi perlu diingat, pembinaan dalam bentuk disiplin tidak bisa disamakan dengan kekerasan,” kata Puan.
Terakhir, Puan meminta para orangtua memiliki kepercayaan pada para guru yang mendidik anak-anaknya di sekolah.
Ia mengingatkan, para guru tidak hanya bertugas untuk mengajarkan mata pelajaran, tapi juga berperan menjadi orang tua di lingkungan pendidikan.
Situasi itu tidak akan terwujud, jika para guru merasa kerap ditekan dan diancam oleh orang tua murid.
“Guru membutuhkan ruang untuk mendidik dengan tegas, disiplin, dan bijak tanpa harus takut akan tekanan dari luar. Orangtua harus mempercayai proses pendidikan di sekolah,” imbuh dia.
Diketahui Supriyani dituding melakukan kekerasan pada anak didiknya yang merupakan anak dari anggota polisi, Aipda WH.
Proses mediasi pun gagal dilakukan, sehingga saat ini proses peradilan bakal berjalan.
Supriyani dan keluarganya meminta agar pengadilan bisa membongkar perkara ini dengan objektif.
Pihaknya juga ingin membuka fakta bahwa keluarga Aipda WH sempat meminta uang damai Rp 50.000.000.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/10/30/6721d913213a5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Komisi XIII DPR Soroti Anggaran BNPT yang Dinilai Kecil Nasional 30 Oktober 2024
Komisi XIII DPR Soroti Anggaran BNPT yang Dinilai Kecil
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyoroti
anggaran
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (
BNPT
) yang dinilai terlalu kecil dan tak sebanding dengan tugasnya.
Hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi efektivitas BNPT dalam menjalankan tugasnya mencegah kemunculan paham-paham radikal di antara masyarakat.
Dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung pada Rabu (30/10/2024), Anggota Komisi XIII
DPR
RI dari Fraksi Nasdem Muslim Ayub pun mendorong peningkatan anggaran untuk BNPT RI.
“Ini tugas kita ini. Terutama bagi kita Komisi XIII. Kita harus pertahankan juga mereka. Mereka harus kita beri anggaran yang maksimal,” ujar Ayub di Gedung DPR RI, Rabu (30/10/2024).
“Karena berapa kabupaten, berapa provinsi yang mereka harus lakukan sosialisasi soal ini dengan anggaran Rp 400 miliar lebih,” ucap Ayub.
Menurut Ayub, anggaran Rp 400 miliar yang disediakan untuk BNPT bahkan sudah termasuk pembiayaan gaji pegawai. Dengan begitu, anggaran yang tersisa sangat terbatas untuk mendukung program-program sosialisasi dan operasional BNPT di berbagai daerah.
Dia pun membandingkan jumlah tersebut dengan anggaran lembaga lain, misalnya Densus 88 yang mencapai Rp 1,5 triliun, Badan Narkotika Nasional (BNN) yang hampir Rp 1,5 triliun, serta Badan Intelijen Negara (BIN) yang mencapai Rp 29 triliun.
“Saya sedih kalau melihat anggarannya ini. Hanya Rp 400 miliar lebih. Saya mendukung tadi untuk membangun sarana-prasarana dan fasilitas lainnya yang penting untuk BNPT,” tutur Muslim.
“Sangat sepantasnya kawan-kawan yang di bidang anggaran untuk meningkatkan kinerja ini. Saya miris dengan hal begini,” ucapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi PDI-P, Marinus Gea mengatakan bahwa anggaran BNPT saat ini tidak sebanding dengan amanat undang-undang dan kebutuhan operasionalnya.
Hal ini menghambat BNPT dalam mencapai level yang setara dengan lembaga-lembaga penanggulangan terorisme di tingkat internasional.
“Tadi dari beberapa program BNPT yang sudah disampaikan, saya melihat bahwa memang terjadi penurunan anggaran, tidak sesuai dengan amanat undang-undang. Jadi, tidak sebanding dengan amanat undang-undang,” ujar Marinus.
Ia berharap agar Komisi XIII dapat membahas lebih mendalam alokasi anggaran BNPT, sehingga fungsi lembaga ini bisa lebih optimal untuk kepentingan bangsa dan negara.
“Barangkali ini yang perlu kita bahas lebih detail nanti ke depan, sehingga BNPT ini menjadi lembaga yang sejajar dengan lembaga-lembaga terorisme di internasional,” kata Marinus.
“Dan juga pelaksanaan fungsi di internal kita untuk kepentingan bangsa dan negara ini bisa lebih optimal,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/10/30/6721bf924f376.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kasus Pembuangan Bayi di Pulau Sebatik, Polisi Tangkap Kekasih Tersangka Regional 30 Oktober 2024
Kasus Pembuangan Bayi di Pulau Sebatik, Polisi Tangkap Kekasih Tersangka
Tim Redaksi
NUNUKAN, KOMPAS.com
– Kasus pembuangan
bayi
perempuan oleh ibunya, AS (18), di sebuah sungai di Jalan Pantai Indah, RT 04 Desa Tanjung Aru Indah,
Pulau Sebatik
, Nunukan, Kalimantan Utara, masih berlanjut.
Kali ini, polisi mengamankan kekasih AS, bernama WW (25), warga Jalan Monginsidi, RT 09, Desa Tanjung Aru, Sebatik Timur.
“Kita amankan kekasih tersangka. Tuduhannya adalah dugaan melakukan persetubuhan terhadap gadis dibawah umur,” ujar Kapolsek Sebatik Timur, Iptu Wisnu Bramantyo, dihubungi Rabu (30/10/2024).
Dari pengakuan WW, ia telah lama menjalin asmara dengan AS. Sampai akhirnya, keduanya intens bertemu, dan melakukan hubungan layaknya suami istri di areal persawahan di Jalan Imam Bonjol, RT 09, Desa Tanjung Aru Indah, untuk pertama kalinya, pada Agustus 2023.
WW yang berprofesi sebagai nelayan inipun menuturkan, persetubuhan dilakukan beberapa kali.
Tak hanya di areal persawahan, WW juga pernah memanggil AS datang ke rumahnya.
“Dari pengakuan, persetubuhan dilakukan sebanyak lima kali,” kata Wisnu lagi.
Dari pengakuan WW juga, sebenarnya ia tahu pacarnya hamil, dan siap bertanggung jawab.
Tapi karena pacarnya takut aib mereka diketahui banyak orang, maka terjadilah
pembuangan bayi
pasca persalinan.
“WW tahu pacarnya hamil sekitar empat hari sebelum terjadi kasus pembuangan bayi. Ia mengaku siap bertanggung jawab. Hanya saja, pacarnya takut malu, jadi bayi tersebut coba digugurkan hingga akhirnya dibuang,” jelas Wisnu.
WW, dijerat dengan Pasal 81 ayat ( 2 ) UU RI Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang perubahan kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan anak Jo pasal 64 KUHPidana.
Sebelumnya diberitakan, masyarakat Desa Tanjung Aru, Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara, dihebohkan dengan temuan jasad bayi perempuan yang masih memiliki tali pusar, di areal sungai, Senin (21/10/2024) lalu.
Polisi melakukan olah TKP dan memeriksa saksi di lapangan sebelum menangkap perempuan bernama AS.
Di hadapan polisi, AS mengakui jasad bayi tersebut merupakan anaknya. Ia sebelumnya sempat berusaha menggugurkan bayinya, dengan obat pengugur kandungan.
Setelah melahirkan, AS menyimpan bayinya di WC dekat rumahnya. Bayinya kemudian hilang terbawa banjir.
Bayi
malang tersebut ditemukan bocah berusia 13 tahun bernama Ibrahim. Ibrahim yang hendak memancing ikan, curiga dengan keberadaan anjing yang terus menggonggong di pinggiran sungai, Jalan Pantai Indah, RT 4, Desa Tanjung Aru, Sebatik Timur.
Saat itulah Ibrahim melihat jasad bayi yang masih memiliki tali pusar, tewas mengambang.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/10/30/6721d42baedce.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tunggakan Biaya Jadi Alasan Ijazah Ratusan Siswa di Yogyakarta Ditahan Sekolah Yogyakarta 30 Oktober 2024
Tunggakan Biaya Jadi Alasan Ijazah Ratusan Siswa di Yogyakarta Ditahan Sekolah
Tim Redaksi
YOGYAKARTA, KOMPAS.com
– Sejumlah orangtua siswa mengadu ke Kantor Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terkait penahanan ijazah di sekolah.
Salah satu siswa, Ayu, yang merupakan lulusan SMK Swasta di Kabupaten
Sleman
mengaku bahwa ijazahnya ditahan sejak tahun 2016.
“Saya lulus 2016, tetapi ijazah belum diberikan karena belum bayar tunggakan,” ungkap Ayu saat ditemui di kantor ORI Perwakilan DIY, Jalan Affandi, Kabupaten Sleman, pada Rabu (30/10/2024).
Ayu menjelaskan bahwa tunggakan yang belum terbayarkan sekitar Rp 5 juta.
“Saya kurang tahu tentang tunggakan tersebut, karena dulu yang mengurus adalah orangtua saya. Ketika saya menanyakan saat lulus, ternyata ijazah tidak bisa diambil karena masih ada kekurangan,” tambahnya.
Ia menyatakan bahwa rencananya setelah ijazah bisa diambil, ia akan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
“Saya ingin kuliah, tetapi belum bisa karena ijazah saya masih ditahan sejak 2016,” kata Ayu.
Kepala ORI Perwakilan DIY, Budhi Masturi menyatakan bahwa kasus penahanan ijazah ini terjadi di seluruh kabupaten dan kota di DIY.
Menurutnya, diperlukan proses yang akurat untuk menangani masalah ini, termasuk pengumpulan data seperti nama dan alamat siswa.
“Kami meminta kelengkapan data terkait aduan ini. Setelah itu, kami akan meminta setiap sekolah untuk melaporkan jumlah siswa yang mengalami masalah serupa dan melakukan klarifikasi,” jelas Budhi.
Ia menegaskan bahwa secara aturan, sekolah tidak diperbolehkan menahan ijazah.
“Seharusnya tidak boleh. Dalam Perda nomor 10 tahun 2013 jelas disebutkan bahwa sekolah dilarang mengaitkan hak-hak siswa atas pendidikan yang telah mereka tempuh, termasuk ijazah, dengan kewajiban administrasi,” tegasnya.
Hingga saat ini,
ORI DIY
telah menerima total 278 aduan terkait penahanan ijazah di seluruh DIY.
“Ini merupakan kasus yang paling masif yang pernah kami terima. Sebelumnya, aduan hanya datang dari satu atau dua orang, tetapi kini jumlahnya sangat banyak, dari SMP, SMA, dan SMK,” tutup Budhi.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2024/09/09/66dedcba91464.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2024/10/30/67220fdfef176.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2024/10/30/6721dd0aa2596.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2023/10/16/652cf90f59e0c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2024/10/30/6721dbf2b9acb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2024/10/30/6721d19cef0bc.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)