Angka-angka Ngeri Emisi Karbon saat Gambut Kembali Terbakar Tahun ini

5 June 2023, 15:31

Jakarta, CNN IndonesiaKebakaran dan pengalihan fungsi lahan gambut saat ini disebut berkontribusi pada angka raksasa emisi karbon ke atmosfer, sumbangan besar buat pemanasan global.
Berdasarkan siaran pers Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kebakaran di lahan gambut itu sudah terjadi di beberapa wilayah di Kalimantan.
Pertama, karhutla di 26 hektare lahan di Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah, Jumat (2/6) pukul 10.30 WIB. Peristiwa ini terjadi di Desa Kalahein dan Desa Manggaris.

Insiden di titik pertama, yaitu di Desa Kalahein, jadi yang terbesar, yakni 25 hektare lahan milik warga yang melakukan tebas bebas dalam skala besar.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Barito Selatan melaporkan lahan yang terbakar merupakan lahan berjenis gambut dengan jenis vegetasi semak belukar dan ilalang.
Pada titik kedua, di Desa Manggaris, Dusun Selatan, Kabupaten Barito Selatan, sekitar 1 hektare lahan milik warga hangus. Lahan ini pun berjenis gambut dengan jenis vegetasi semak belukar dan ilalang.
Kedua, kebakaran yang menghanguskan 8,31 hektare lahan di empat titik di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Senin (29/5). 

“Yang terbakar lahan jenis gambut, jadi yang terbakar ada di bagian atas dan di akar atau di bagian bawah tanah,” ungkap Nasir, petugas Pusat Pengendalian Operasi BPBD Kota Palangkaraya.
Ketiga, karhutla di Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatra Barat, Selasa (23/5), yang menghanguskan sekitar 120 hektare lahan.
Dalam keterangan BNPB, tim reaksi cepat (TRC) BPBD setempat bersama instansi terkait dan masyarakat saat itu juga melakukan upaya pemadaman sisa lahan gambut yang masih terbakar.
Keistimewaan gambut
Gambut merupakan tanah lunak dan basah yang terdiri dari lumut dan bahan tanaman lain yang membusuk. Lahan ini biasanya terbentuk di daerah rawa atau di danau yang dangkal.
Menurut Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), gambut punya manfaat yang luar biasa. Salah satunya adalah kemampuan menyimpan karbon dalam jumlah banyak.

Gambut mampu menampung hingga 30 persen jumlah karbon dunia agar tidak terlepas ke atmosfer. Artinya, lahan ini bermanfaat besar dalam mencegah perubahan iklim dan pemanasan global.
Pasalnya, salah satu pemicu utama pemanasan global atas pelepasan atau emisi karbon (CO2) ke atmosfer. Hal itu akan memicu efek rumah kaca yang memerangkap panas Matahari di Bumi dan tak terlepas ke angkasa. Ujungnya, Bumi makin panas.
Kepala BNPB Suharyanto mengungkap angka karbon yang amat besar yang dilepaskan dari kebakaran lahan gambut. Yakni, 624 juta ton karbon dari 1,64 juta hektar lahan gambut yang terbakar.
“Terjadi kenaikan frekuensi kejadian kebakaran hutan dari minggu ke minggu, sehingga beberapa daerah sudah menetapkan status siaga darurat,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

“Data dari KLHK menunjukkan bahwa luas lahan terdampak karhutla khususnya lahan gambut berbanding lurus dengan emisi karbon yang dilepaskan. Pada tahun 2019 contohnya, dari 1.64 juta Ha lahan terbakar melepaskan 624 juta ton emisi karbon ke udara,” sambungnya.
Sumbangan pertanian
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Mukhammad Faisol Amir mengungkap kerusakan lahan gambut menyebabkan hilangnya 427,2 ton karbon per hektare lahan.
Hal itu dikatakannya terkait Program Food Estate yang dikembangkan di kawasan hutan dan lahan gambut melalui siaran pers, Januari.
Ia pun mengungkap kontribusi sektor industri pertanian, kehutanan dan perikanan Indonesia mencapai 1,29 juta ton setara karbon dioksida (Mt CO2eq).

Sementara, Pemerintah sudah mengeluarkan komitmen awal untuk pengurangan emisi karbon dalam dokumen Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional atau National Determined Contribution (NDC) pada 2016 dan memperbaruinya pada September 2022.
NDC terbaru menetapkan target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sektor pertanian masing-masing sebesar 10 Mt CO2eq dan 12 Mt CO2eq untuk skenario mitigasi tanpa syarat dan skenario mitigasi bersyarat.
Harapannya, dapat mengurangi emisi sebesar 0,3 persen dan 0,4 persen dibandingkan dengan skenario biasa.
“Pemerintah perlu mengkaji ulang undang-undang, peraturan dan kebijakannya di sektor pertanian maupun di sektor terkait lainnya seperti perdagangan, perindustrian, dan pertanahan, untuk menyingkirkan hal-hal yang menghambat pencapaian target nol emisi karbonnya, seperti pada pengembangan Food Estate.”
(tim/arh)

Tokoh

Partai

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Negara

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi