Ahli Cuaca BRIN Ungkap Potensi Perpanjangan Musim Hujan

28 March 2023, 6:40

Jakarta, CNN Indonesia — Alih-alih masuk pancaroba dan segera kemarau, Indonesia diprediksi bakal mengalami perpanjangan musim hujan akibat terbentuknya badai hingga masalah El Nino. 
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut ada potensi kemarau yang lebih kering lebih cepat datang ke Indonesia akibat kedatangan El Nino.
Namun, peneliti cuaca dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin punya pendapat berbeda.

“Konvergensi angin di atas Jawa dan monsun Asia kembali menguat. Itu mengapa saya tak pernah sebut sekarang ini musim kemarau atau pancaroba. Karena bisa jadi, musim hujan mengalami perpanjangan,” ucapnya di akun Twitter-nya, Minggu (26/3).
[Gambas:Twitter]
Ia mengungkapkan sejumlah gejala fenomena perpanjangan itu. Pertama, pertumbuhan dan pergerakan vorteks di selatan Samudera Hindia.
Mengutip National Weather Service AS, istilah vorteks biasanya mengacu pada aliran udara berlawanan arah jarum jam yang membantu menjaga udara yang lebih dingin. Contohnya, vorteks kutub dan vorteks Borneo.
Dalam buku Encyclopedia of Mathematical Physics, M. Nitsche dari University of New Mexico, Albuquerque, AS, menyebut vortisitas itu punya berbagai macam radius. Tornado, misalnya, 10-500 meter, badai 100-2.000 km.
Menurut Erma, berdasarkan pemantauan aplikasi SADEWA, potensi pertumbuhan awalvorteks dimulai Rabu (22/3).

Awalnya itu berupa vorteks mungil berukuran sekitar 2 km yang disebut dengan Meso-Gamma Vorteks. Posisinya di atas Samudra Hindia selatan khatulistiwa.
Dalam waktu 20 jam, pusaran tersebut terus tumbuh menjadi lebih besar dengan radius lebih dari 100 km yang disebut dengan Meso-Beta Vorteks. Vorteks pun terus membesar hingga menjadi Meso-Alfa Vorteks dengan radius putaran lebih dari 1.000 km.
Sebagai efek pertumbuhan vorteks, katanya, hujan di Sumatra dan Jawa menjadi intensif dan meningkat kembali.
Hal ini juga disebutnya amat potensial memicu hujan di Jawa karena faktor arah angin.
“Dinamika vorteks di selatan Samudra Hindia telah berperan menciptakan konvergensi meluas di Jawa,” ucapnya.

“Klaster awan meraksasa yang terbentuk dalam pusaran badai vorteks di Samudra Hindia ini kira-kira akan bergerak menuju kemana? Mungkinkah ia akan diam saja di sana? Coba perhatikan arah anginnya. Inilah fenomena ekstrem yang sudah saya ingatkan beberapa hari lalu,” tuturnya dalam kicauan terpisah.
Ia mengungkap vorteks juga, dalam bentuk ganda, terbentuk di sekitar Laut Banda yang memicu potensi hujan sekitar Maluku.
Kedua, lanjut Erma, hujan yang terus menerus atau persisten. Ia mencontohkannya dengan hujan deras yang potensial mengguyur Jabodetabek, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, selama berhari-hari akibat vorteks Samudera Hindia itu.
“Yg pasti, ini sekaligus menunjukkan Indonesia belum masuk musim kemarau. Jika hujan persisten dan terjadi selama berhari-hari, diikuti angin baratan yg mencirikan musim hujan, ya berarti kemarau belum eksis,” ucap dia.

Ketiga, El Nino tak merata. Erma menyebut fenomena iklim ini cuma mempercepat awal kemarau di Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Memang El Nino diprediksi mulai terjadi pada Mei 2023 oleh berbagai model global. Namun, dampaknya tidak untuk wilayah Indonesia secara keseluruhan. Pengaruh El Nino yang mempercepat awal kemarau hanya terjadi di wilayah NTT seperti Kupang dan Manggarai Barat,” tutur dia.
[Gambas:Twitter]
“Sedangkan untuk NTB, kemarau masih normal bahkan cenderung masih mengalami banyak hujan.”
“Sementara musim itu siklusnya 3-6 bulanan, ditandai dg angin yg homogen dan hujan yg konsisten naik atau minim. Nah, kalau faktor pengontrol utama musim adalah siklus pekanan, berarti efek El Nino yg menyebabkan kering itu tak lagi signifikan,” lanjut Erma.
Keempat, gelombang atmosfer Kelvin dan Equatorial Rossby. Kedua gelombang yang disebutnya menjadi penentu musim dalam 5 tahun terakhir ini terkait erat dengan vorteks. 
“Artinya, cara kita mengetahui bahwa gelombang atmosfer Kelvin atau Rossby sedang kuat ya salah satunya dengan cara terbentuk pusaran vorteks itu,” ujar dia.
[Gambas:Twitter]
Sebelumnya, Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto, Jumat (24/3), mengatakan “Secara umum saat ini Indonesia mulai masuk Periode Pancaroba.”
“Ketika memasuki bulan Ramadhan, sebagian besar wilayah Indonesia memasuki wilayah Pancaroba,” lanjutnya.
Gejalanya adalah suhu panas pada pagi hingga siang, munculnya awan konvektif (pembentuk hujan) di sore hingga menjelang malam yang membawa hujan disertai kilat/petir dan angin kencang sesaat.
“Kondisi tersebut yang saat ini dapat memicu kondisi suhu pada siang hari di Jabodetabek dan beberapa wilayah Indonesia lainnya dapat terjadi cukup terik,” ujar Guswanto.

Saat ditanya soal kemarau, akibat El Nino, yang datang lebih cepat, Guswanto mengatakan “Awal musim kemarau tidak serempak, namun mengikuti ruang/zona musim dan waktu. Khusus untuk DKI Jakarta musim kemarau bulan Juni.”
Dia pun mengungkap kronologi kedatangan musim kemarau di Indonesia.
1. April: Bali, NTB, NTT, sebagian besar Jawa Timur
2. Mei: mayoritas Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian besra Jawa Barat, mayoritas Banten, sebagian Pulau Sumatra bagian selatan, Papua bagian selatan.
3. Juni: Jakarta, sebagian kecil Pulau Jawa, sebagian besar Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, sebagian besar Riau, sebagian besar Sumatera Barat, mayoritas Pulau Kalimantan bagian selatan, sebagian besar Pulau Sulawesi bagian utara.

[Gambas:Video CNN]
(tim/arh)