Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Pertanian/Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Andi Amran Sulaiman menyatakan telah menerjunkan tim ke lapangan untuk menstabilkan harga beras di zona 3.
Amran menyatakan dirinya langsung mengirimkan tim ke lapangan dengan harga beras yang masih menjulang tinggi alias melampaui dari harga eceran tertinggi (HET).
“Ya, zona 3 betul [masih tinggi]. Kami sudah turunkan tim, berangkat. Hari ini berangkat ke titik [wilayah] yang harga tinggi. Kami berangkatkan tim, langsung turun,” kata Amran saat ditemui di Graha Mandiri, Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Jika menengok pada Panel Harga Bapanas, Selasa (21/10/2025) pukul 14.17 WIB, rata-rata harga beras medium dan premium di zona 3 masih melampaui harga eceran tertinggi (HET). Adapun, zona 3 terdiri dari Maluku dan Papua.
Data menunjukkan, rata-rata harga beras premium di zona 3 dibanderol di level Rp19.007 per kilogram. Harganya naik 20,3% dari HET zona 3 Rp15.800 per kilogram. Begitu pula dengan rata-rata harga beras medium yang mencapai Rp16.801 per kilogram atau 8,39% di atas HET zona 3 Rp15.500 per kilogram.
Meski demikian, Amran mengeklaim bahwa harga beras mulai berangsur turun dari 514 kabupaten/kota menjadi 59 kabupaten/kota. Bahkan, dia menyebut jumlah wilayah yang mengalami penurunan harga beras menjadi 20 kabupaten/kota.
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti anomali harga beras di tengah melimpahnya stok cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Perum Bulog dalam satu tahun masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana menuturkan bahwa pihaknya menerima banyak keluhan dari masyarakat terkait lonjakan harga pangan, khususnya beras, yang kian memberatkan konsumen.
“Konsumen mengeluhkan harga pangan yang semakin mahal, terutama beras,” kata Niti kepada Bisnis, Selasa (21/10/2025).
Di samping itu, YLKI juga mempertanyakan ketidaksesuaian antara kondisi di lapangan dan pernyataan resmi pemerintah mengenai ketersediaan stok yang melimpah.
“YLKI mempertanyakan mengapa harga beras tinggi padahal pemerintah mengeklaim stok beras melimpah,” tuturnya.
Padahal, Niti menekankan bahwa pengendalian harga pangan merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah, khususnya dalam masa pemerintahan Kabinet Merah Putih.
“Stabilitas harga pangan memang menjadi tanggung jawab pemerintah terutama pada Kepemimpinan Pak Prabowo—Gibran. Harga beras haruslah terjangkau bagi seluruh kelompok masyarakat karena itu adalah kebutuhan primer,” tuturnya.
YLKI juga menilai bahwa persoalan kelangkaan dan harga yang tinggi tidak semata karena pasokan, melainkan juga imbas lemahnya pengelolaan dari sisi produksi hingga distribusi.
“Terjadinya kenaikan dan kelangkaan beras menandakan bahwa tata kelola beras dari hulu hingga hilir masih belum optimal,” pungkasnya.
