Surabaya (beritajatim.com) – Ambruknya Mushola pondok pesantren (ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo mengungkap adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh para pengurus. Dari informasi yang dihimpun Beritajatim.com di lokasi, pengerjaan cor di lantai tiga Ponpes Buduran ini dikerjakan oleh para santri.
Sejumlah narasumber di lokasi mengatakan, para santri kerap diminta untuk menjadi kuli untuk melakukan pembangunan mushola yang sudah dibangun sejak 9 bulan yang lalu itu secara cuma-cuma. Selain itu, para santri biasanya juga melakukan tugas pembangunan fasilitas ponpes Al Khoziny sebagai bentuk hukuman.
“Banyak tukangnya mas. Kalau santri itu cuman ikut bantu-bantu aja. Gak wajib juga. Biasanya santri yang kena hukuman itu jadi kuli. Biasanya kena hukuman. Karena nggak ikut kegiatan pondok,” kata seorang santri berinisial SU (18), Rabu (01/10/2025).
Informasi keterlibatan santri di dalam proses pembangunan fasilitas ponpes Al Khoziny Buduran juga diamini oleh dua wali santri yang berada di lokasi. Noer warga Pandaan mengatakan, keponakannya yang bernama Sugik sedang melakukan pengecoran saat kejadian mushola ponpes Al Khoziny ambruk, Senin (29/9/2025) sore. “Keponakan saya bagian ngecor. Memang yang ngecor santri sendiri,” kata Noer.
Sementara itu, salah satu santri yang selamat dari tragedi itu, M. Rijalul mengatakan, ambruknya ponpes Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo itu terjadi saat pengecoran atap. Ia menduga, ambruknya lantai tiga mushola itu lantaran bahan-bahan yang dituang dalam lapisan pertama cor belum kering.
“Awalnya ada yang krek bocor mau ngecor paling atas nah terus itu langsung full tidak diisi setengah jadi bahan-bahan di bawahnya tidak kuat,” kata Rijalul.
Rijalul menjelaskan meski belum selesai dibangun, mushola ponpes Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo ini sudah digunakan untuk kegiatan para santri. Seperti, sholat berjamaah dan mengaji. “Denger suara seperti material jatuh retak-retak tambah lama tambah keras akhirnya [marerial] jatuh di atas, lantai lain juga jatuh,” ucapnya
Selain adanya dugaan eksploitasi para santri, Mushola Ponpes Al Khoziny yang ambruk ternyata tidak mempunyai Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Hal ini diungkap oleh Bupati Sidoarjo, Subandi. Subandi menyinggung jika pihak ponpes tidak mengantongi IMB dalam proses pembangunan mushola.
“Izinnya sudah saya tanyakan. Ternyata tidak ada. Ambruknya saat pengecoran di lantai tiga. Mungkin karena konstruksinya tidak standar jadi akhirnya roboh,” kata Subandi.
Atas peristiwa ini, Subandi berkomitmen untuk mensosialisasikan kembali pentingnya pengurusan izin pembangunan agar tragedi ponpes Al Khoziny Buduran tidak terulang kembali.
“Kita akan berikan kemudahan untuk seluruh ponpes untuk mengurus izin-izin. Kami sudah lama bekerjasama dengan ITS. Jadi, Harapan kita semuanya pondok pesantren yang besar-besar jika mau bangun yang baru, kita sebagai pimpinan daerah akan welcome dan telah menggandeng ITS, biarkan struktur bangunan itu sesuai progres perizinan yang ada,” jelas Subandi.
Salah Satu Pengasuh Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, KH Abdus Salam menduga jika ambruknya bangunan Mushola karena penopang bangunan tidak kuat menahan beban material pengecoran. “Sepertinya penopang cor itu tidak kuat. Jadi seperti menopang ke bawah,” kata dia. (ang/kun)
