Jurnalis Asing Mendapat Tekanan dari Trump, Bumerang untuk Wartawan AS

Jurnalis Asing Mendapat Tekanan dari Trump, Bumerang untuk Wartawan AS

JAKARTA – Momen Presiden AS Donald Trump marah dengan reporter Australia dinilai menjadi awal dari lembaran baru jurnalis asing di AS mendapat tekanan Pemerintah AS.

Kala itu, John Lyons dari Australian Broadcasting Corporation (ABC) bertanya kepada Trump tentang kesepakatan bisnis pribadi saat menjabat Presiden AS, sekaligus seberapa besar kekayaannya sejak Januari 2025 kembali ke Gedung Putih.

Lyons bertanya saat kunjungan kenegaraan Trump ke Inggris. Trump kemudian naik pitam kepada sang reporter dan mengaku akan memberi tahu Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese tentang kelakuan Lyons.

“Menurut pendapat saya, Anda sangat merugikan Australia saat ini, dan mereka ingin bekerja sama dengan saya,” kata Trump kepada Lyons awal pekan ini, dikutip dari AFP.

“Pemimpin Anda akan segera datang menemui saya. Saya akan menceritakan tentang Anda kepadanya. Anda memberikan kesan yang sangat buruk,” sambung Trump.

Ketegangan itu kemudian menjadi buah bibir di kalangan media di Washington.

Seorang koresponden asing, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan, permusuhan Trump terhadap media tidak hanya pada jurnalis asing.

“Ketika Trump menghina seorang jurnalis, dia tidak peduli apakah jurnalis itu orang asing atau bukan,” kata koresponden tersebut.

Yang lebih mengkhawatirkan koresponden tersebut sejak kejadian Lyons, Pemerintah AS berencana memangkas waktu Visa jurnalis asing yang tadinya sepanjang lima tahun menjadi 240 hari dapat diperpanjang.

Namun, beda dengan media China, visa jurnalisnya hanya 90 hari.

“Bagaimana saya bisa menyewa apartemen? Mendapatkan SIM? Menyekolahkan anak-anak saya dengan visa 240 hari?” ujar koresponden itu bertanya-tanya, seraya menambahkan bahwa membangun jaringan narasumber di AS membutuhkan waktu.

Dengan rencana Pemerintah AS untuk memangkas visa jurnalis asing itu dinilai bentuk tekanan Gedung Putih.

“Ini akan menjadi mimpi buruk,” kata koresponden tersebut.

Jurnalis lain, seorang koresponden untuk sebuah media Eropa, mengatakan bahwa “ketidakpastian jurnalis asing bukan target utama pemerintahan ini [Trump],” tetapi “merupakan bagian dari gambaran keseluruhan yang sangat mengkhawatirkan.”

Koresponden Eropa tersebut menambahkan, Gedung Putih lebih menyukai jurnalis asing “yang berkomitmen pada berita-beritanya atau cukup melakukan sensor diri untuk menormalisasi apa yang terjadi.”

Komite Perlindungan Jurnalisme AS, Katherine Jacobsen dari dalam sebuah pernyataan menyebutkan, apa yang dialami koresponden asing bentuk tekanan agar patuh.

“Jangka waktu yang dipersingkat untuk perpanjangan visa-I menciptakan kerangka kerja untuk kemungkinan sensor editorial di mana pemerintahan Trump dapat menukar akses dengan kepatuhan dalam pelaporan,” ujar Jacobsen.

Presiden National Press Club yang berbasis di Washington, Mike Balsamo, sependapat dengan pandangan Jacobsen. Dia menambahkan, tindakan semacam itu dapat memicu pembalasan terhadap jurnalis AS yang bekerja di luar negeri.

“Pers yang bebas tidak berhenti di perbatasan Amerika. Pers bergantung pada koresponden yang dapat bekerja di sini tanpa takut kehabisan waktu,” tulis Balsamo di X.

Meskipun para koresponden yang diwawancarai untuk berita ini tidak mengatakan adanya permusuhan tertentu dari Gedung Putih, tetapi mereka menunjukkan bahwa tokoh-tokoh politik dalam gerakan “Make America Great Again” (MAGA) Trump tidak ragu-ragu untuk menargetkan jurnalis asing.

Rekan dekat Donald Trump, mantan duta besar AS untuk Jerman Richard Grenell, baru-baru ini menyerukan pencabutan visa seorang jurnalis dari saluran televisi Jerman ZDF.

“Orang Jerman Kiri radikal ini terus menyerukan kekerasan terhadap orang-orang yang secara politik tidak sependapat dengannya,” kata Grenell di X.

Grenell mengkritik hasil wawancara jurnalis tersebut dengan penasihat Gedung Putih yang berpengaruh, Stephen Miller.

“Dia berpura-pura menjadi jurnalis di Washington, DC. Visanya harus dicabut. Tidak ada tempat di Amerika untuk penghasut seperti ini,” sambung Grenell.