Lumajang (beritajatim.com) – Angka putus sekolah dan pernikahan pada anak di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur tercatat masih cukup tinggi.
Catatan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos-P3A) Lumajang, angka anak putus sekolah pada tahun ajaran 2023/2024 tembus 1.739 orang.
Rinciannya, sebanyak 392 anak putus sekolah pada jenjang Sekolah Dasar (SD). Sisa 1.347 anak tercatat putus sekolah di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Data ini menunjukkan, Kecamatan Pasirian, Candipuro, dan Randuagung tercatat memiliki jumlah anak putus sekolah tertinggi.
Sementara, berdasarkan data Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, jumlah perkara dispensasi nikah dini di Pengadilan Agama (PA) Lumajang terus mengalami penurunan meski belum signifikan.
Jumlah perkara dispensasi kawin pada tahun 2022 awalnya tembus sampai 856 perkara. Selanjutnya angka pada tahun 2023 menurun menjadi 825 perkara. Kemudian kembali turun sepanjang tahun 2024 yang hanya 682 perkara.
Kabid Perlindungan Anak dan Rehabilitasi Sosial Dinsos-P3A Lumajang Darno menjelaskan, banyak upaya yang harus dilakukan untuk mencegah perkawinan anak dan membantu mereka kembali bersekolah setelah sempat putus pendidikan.
Diakui, salah satu upaya yang dilakukan adalah sangat penting untuk melibatkan kolaborasi lintas sektor.
Sehingga selain Pemkab Lumajang, pihak sekolah, desa, tokoh masyarakat, dan lembaga sosial juga ikut terlibat untuk memastikan setiap anak memperoleh pendidikan dan terlindungi dari perkawinan dini.
“Tentu kesuksesan program ini bergantung pada kerja sama. Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Butuh dukungan masyarakat, guru, hingga desa juga agar anak-anak bisa kembali ke bangku sekolah dan terhindar dari perkawinan dini,” terang Darno, Rabu (24/9/2025).
Menurutnya, pendekatan humanis juga harus dilakukan untuk menekan angka putus sekolah dan pernikahan pada anak.
Sehingga, selain memberikan pendampingan secara personal, pemenuhan kebutuhan dasar, dan mendapatkan pendampingan psikologis bagi anak juga diperlukan.
Hal ini diakui sekaligus menguatkan fondasi sosial agar anak-anak merasa aman dan diterima kembali di lingkungan pendidikan.
Di luar itu, jaminan terhadap kebutuhan hidup bagi anak yang putus sekolah juga akan ikut diberikan.
“Jadi mencegah perkawinan anak dan membantu anak putus sekolah kembali bersekolah ini jadi salah satu komitmen utama. Tentu, semua kebutuhan hidup sehari-hari mereka harus difasilitasi,” ungkap Darno. (has/ian)
