Kisah Warga Garut Datang ke Gorontalo Demi Jualan Bendera, Bertahan Meski Sepi Pembeli

Kisah Warga Garut Datang ke Gorontalo Demi Jualan Bendera, Bertahan Meski Sepi Pembeli

Ansar menjajakan barang dagangannya dengan harga bervariasi, bendera kecil Rp5.000, dekorasi gedung hingga Rp450.000. Setiap pagi, ia susun ulang lapaknya. Setiap sore, ia kemas kembali dengan rapi, berharap esok akan lebih ramai.

“Kalau lagi bagus, saya bisa bawa pulang untung lima juta sebulan. Tapi tahun ini, baru balik modal saja belum tentu,” ujarnya, matanya menerawang.

Namun meski untung merosot, Ansar enggan mengeluh terlalu dalam. Baginya, berdagang ornamen kemerdekaan bukan sekadar mencari nafkah.

Ini adalah bentuk kecil dari kecintaan terhadap Tanah Air, kontribusi sederhana dari seorang petani yang tak banyak dikenal orang, tapi setia menjaga semangat merah putih tetap hidup di ruang publik.

“Saya cuma jual bendera. Tapi kalau masih ada yang mau beli, masih ada yang mau pasang di rumah, berarti semangat itu belum hilang,” ucapnya sambil tersenyum yang tampak tulus meski letih.

Di tengah ingar-bingar perayaan nasional yang kadang terasa formal dan seremonial, kisah Ansar menghadirkan sisi lain dari semangat kemerdekaan: perjuangan sunyi di pinggir jalan, di antara tumpukan bendera, di antara harapan yang tak pernah padam.