Halmahera Tengah, Beritasatu.com – Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda, dengan tegas melarang masyarakat menebang pohon mangrove karena tindakan tersebut dapat merusak ekosistem laut dan lingkungan pesisir. Ia menekankan bahwa kerusakan mangrove akan berdampak negatif terhadap keberlangsungan hidup masyarakat desa, terutama di wilayah pesisir.
Pernyataan tersebut disampaikan Gubernur Sherly saat memimpin aksi penanaman Satu Juta Pohon Mangrove di Desa Sagea, Kecamatan Weda Tengah, Halmahera Tengah, Selasa (22/7/2025).
“Menanam pohon mangrove banyak manfaatnya. Selain menyerap karbon dioksida agar udara lebih bersih, mangrove juga bisa menjadi ekowisata. Di kemudian hari, karbon dari mangrove ini bisa dijual. Karena itu, saya melarang masyarakat untuk menebang pohon mangrove,” tegas Sherly.
Ia menambahkan, penebangan mangrove yang sembarangan harus ditindak tegas. “Jika ada yang kedapatan menebang, langsung laporkan ke polisi setempat. Itu tidak boleh. Saya sudah memberikan edaran secara lisan dan akan membuat sanksi melalui aturan agar kegiatan tersebut dapat diminimalisir. Karena memotong dahan-dahan mangrove ini dapat merusak ekosistemnya,” ujarnya.
Sherly juga menjelaskan bahwa kegiatan penanaman mangrove ini merupakan bagian dari inisiatif Kementerian Lingkungan Hidup yang mendorong PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) sebagai pelopor industri nikel hijau di Indonesia.
“Kemarin ada kunjungan menteri lingkungan hidup ke PT IWIP dan menjadikan IWIP sebagai referensi untuk pertambangan hijau. Semoga menjadi contoh bagi perusahaan tambang lain. Harapannya, kawasan ini dikembangkan sebagai objek wisata. Jadi bukan hanya mengurangi CO2, tetapi juga bisa menambah isi dompet masyarakat,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Mangrove Lestari Desa Kobe Fredik Mamesa, mengaku bangga dengan kolaborasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten dalam pelestarian mangrove. Menurutnya, selama ini masyarakat masih mengandalkan batang dan ranting mangrove sebagai kayu bakar, yang menyebabkan kerusakan lingkungan pesisir.
“Kita semua di sini butuh kayu bakar, makanya kita mengambil pohon mangrove. Daerah ini memang terlihat bersih, tetapi masyarakat belum memikirkan masa depan. Kita hanya tahu kebutuhan harian, padahal ternyata ini menyangkut masa depan kita semua,” ucap Fredik.
Sebagai bentuk komitmen, Fredik dan empat anggotanya terus mengembangkan budidaya pohon mangrove dan konsisten melakukan penanaman di sepanjang pesisir Desa Kobe. Ia berharap kawasan ini bisa menjadi ruang hijau sekaligus objek wisata edukasi lingkungan bagi masyarakat.
“Saya dan anak buah awalnya enam orang, sekarang tinggal empat, tetapi kami tetap jalankan ini. Kami terus menambah pembibitan agar penanaman terus berlanjut. Kami minta kepada pemerintah pusat atau daerah agar menjadikan ini destinasi wisata sebagai ekowisata dan tempat edukasi,” jelasnya.
Diketahui, program penanaman mangrove ini ditargetkan mencakup area seluas 200 hektare selama lima tahun. Rinciannya, pada 2024 ditanam 30.000 batang, pada 2025 sebanyak 220.000 batang, pada2026 dan 2027 masing-masing 250.000 batang, serta 250.000 batang pada 2028.
Aksi ini merupakan hasil kolaborasi antara Pemerintah Provinsi Maluku Utara, Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah, sektor swasta seperti PT IWIP, dan partisipasi aktif masyarakat sekitar.
