Tren Industri Ramah Lingkungan di Jateng Naik, Investasi EBT Tembus Rp 4,3 T
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com –
Pada triwulan pertama 2025,
Jawa Tengah
telah mencatatkan kemajuan yang signifikan dalam sektor investasi energi baru terbarukan (EBT).
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (
DPMPTSP
) mencatat bahwa sebanyak 25 pelaku usaha telah menanamkan modal sebesar Rp 4,33 triliun di sektor ini.
Hal ini menandakan adanya tren positif di tengah dominasi sektor padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki di provinsi ini.
Kepala DPMPTSP Jateng, Sakina Rosellasari, menjelaskan bahwa daya tarik investasi di Jawa Tengah dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya manusia yang melimpah dan tingkat upah yang kompetitif.
Meskipun sektor padat karya masih mendominasi, terdapat pergeseran menuju industri yang lebih ramah lingkungan.
Investasi di sektor EBT, termasuk
panel surya
, baterai, dan kendaraan listrik, menunjukkan peningkatan yang menjanjikan.
“Sampai dengan data triwulan pertama 2025 untuk investasi yang mengarah kepada renewable energy entah itu perusahaan panel surya, baterai, kemudian kendaraan listrik itu di data kami sudah 25 pelaku usaha. Kemudian untuk realisasi investasinya bertahap dan terdata Rp 4,33 triliun,” ujar Sakina saat dikonfirmasi, Sabtu (28/6/2025).
Sakina mengungkapkan bahwa penggunaan
solar panel
oleh perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah mengalami tren peningkatan.
Saat ini, terdapat 21 perusahaan yang telah menggunakan solar panel dengan kapasitas di atas 500 kilowatt, sementara 60 perusahaan lainnya menggunakan di bawah 50 megawatt.
Ini menunjukkan bahwa perusahaan mulai beralih ke sumber energi terbarukan sebagai bagian dari operasional mereka.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memberikan insentif berupa keringanan pajak bagi pelaku usaha yang melakukan penanaman modal dalam negeri (PMDN) di sektor EBT.
Keringanan ini mencakup pajak air permukaan dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BPNKB).
Untuk dapat mengajukan keringanan tersebut, perusahaan harus memenuhi 15 parameter, termasuk penetapan upah minimal dan pendaftaran tenaga kerja di BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan.
Penggunaan energi baru terbarukan menjadi syarat penting bagi perusahaan yang ingin mendapatkan insentif.
Misalnya, perusahaan di sektor kelistrikan diwajibkan untuk menggunakan solar panel.
Sakina menambahkan bahwa banyak buyer kini mensyaratkan penggunaan energi hijau dalam produk yang mereka beli.
Jika perusahaan tidak memenuhi syarat ini, insentif yang diberikan akan gugur.
“Ada satu klausul menggunakan energi baru terbarukan, itu wajib, Kalau tidak, berarti ini (insetif) gugur. Jadi, kami mensyaratkan demikian dan beberapa (perusahaan) sudah mengikuti,” tuturnya.
Meskipun ada kemajuan dalam penerapan EBT, masih ada tantangan, terutama di kalangan pelaku industri PMDN kelas menengah.
Menurut Sakina, kolaborasi antara pemerintah dan pihak swasta sedang dilakukan untuk mendorong industri ramah lingkungan, tetapi pelaku usaha kelas menengah masih minim dalam mengadopsi EBT.
Sementara itu, investasi penanaman modal asing (PMA) dengan orientasi ekspor diwajibkan untuk menggunakan EBT sebagai bagian dari operasional mereka.
Dengan semua perkembangan ini, jelas bahwa investasi di sektor EBT di Jawa Tengah sedang menunjukkan potensi yang besar, dan dukungan dari pemerintah serta kesadaran industri akan keberlanjutan semakin meningkatkan keberlanjutan ekonomi di wilayah ini.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tren Industri Ramah Lingkungan di Jateng Naik, Investasi EBT Tembus Rp 4,3 T Regional 28 Juni 2025
/data/photo/2025/06/16/684fa4658d484.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)