Ia menjelaskan, Syekh Nurjati merekomendasikan Walangsungsang untuk babad alas kebon pesisir karena ada transformasi ibu kota. Semula di Pasambangan dekat dengan pelabuhan Muara Jati pindah ke Kebin Pesisir yang saat ini menjadi Lemahwungkuk.
Transformasi tersebut, katanya, menandai peradaban dan era baru Cirebon. Singkat cerita, banyak warga yang semula berdiam diri di Pasambangan pindah ke Lemahwungkuk pada tahun 1445.
“Para warga tersebut terdiri dari berbagai macam suku bangsa, etnis, warna kulit, budaya, agama dari Persia, China, Arab, India, Tumasik Singapura, Hujung Mendini Malaysia, Jawa, Sunda, Madura. Mereka berkumpul menjadi satu berasimilasi dan sepakati nama dukuh yang dibabad Walangsungsang menjadi Caruban artinya campuran. Sekarang menjadi Cirebon,” ujarnya.
Merujuk pada peristiwa babad alas kebon pesisir, Farihin menerangkan fase tersebut menjadi patokan perhitungan tahun yang bisa dipakai untuk menetapkan hari jadi Cirebon.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1173283/original/067890400_1458131549-Witana_Cirebon.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)