China akan Mewajibkan Rumah Sakit Sediakan Anestesi Epidural untuk Persalinan

China akan Mewajibkan Rumah Sakit Sediakan Anestesi Epidural untuk Persalinan

JAKARTA – Otoritas China mewajibkan semua rumah sakit tersier harus menyediakan anestesi epidural untuk persalinan pada akhir tahun ini, langkah yang dikatakannya akan membantu mempromosikan “lingkungan yang ramah untuk melahirkan” bagi para wanita.

Rumah sakit tersier, yang memiliki lebih dari 500 tempat tidur, harus menyediakan layanan anestesi epidural pada tahun 2025. Sementara, rumah sakit sekunder, yang memiliki lebih dari 100 tempat tidur, harus menyediakan layanan tersebut pada tahun 2027, Komisi Kesehatan Nasional (NHC) Tiongkok mengatakan dalam sebuah pernyataan awal bulan ini.

Pihak berwenang sedang berjuang untuk meningkatkan angka kelahiran di ekonomi terbesar kedua di dunia setelah populasi Tiongkok turun untuk tahun ketiga berturut-turut pada tahun 2024 dengan para ahli memperingatkan penurunan tersebut akan memburuk dalam beberapa tahun mendatang.

Sekitar 30 persen wanita hamil di Tiongkok menerima anestesi untuk menghilangkan rasa sakit saat melahirkan, dibandingkan dengan lebih dari 70 persen di beberapa negara maju, kata harian resmi Tiongkok, seperti melansir Reuters 9 Juni.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan epidural untuk wanita hamil yang sehat yang ingin menghilangkan rasa sakit dan epidural digunakan secara luas di banyak negara di seluruh dunia, termasuk Prancis, di mana sekitar 82 persen wanita hamil memilih untuk melakukannya, dan di Amerika Serikat dan Kanada di mana lebih dari 67 persen melakukannya.

Langkah tersebut akan “meningkatkan tingkat kenyamanan dan keamanan layanan medis” dan “lebih jauh meningkatkan rasa bahagia orang-orang dan mempromosikan lingkungan yang ramah untuk melahirkan,” kata NHC.

Semakin banyak provinsi di seluruh Tiongkok juga mulai memasukkan biaya anestesi persalinan sebagai bagian dari skema asuransi kesehatan untuk mendorong lebih banyak wanita memiliki anak.

Diketahui, biaya pengasuhan anak yang tinggi serta ketidakpastian pekerjaan dan ekonomi yang melambat, membuat banyak anak muda Tiongkok enggan menikah dan memulai sebuah keluarga.

Pada Bulan Juni, otoritas kesehatan di Provinsi Sichuan mengusulkan untuk memperpanjang cuti menikah hingga 25 hari dan cuti hamil hingga 150 hari, untuk membantu menciptakan “masyarakat yang ramah terhadap kesuburan.”