Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa rata-rata harga minyak year-to-date (ytd) dari Januari hingga Maret 2025 berada pada angka USD74,1 per barel. Sementara itu, untuk akhir periode tahun ini, pemerintah memperkirakan harga akan berada di kisaran USD71,1 per barel. Ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan asumsi APBN yang mematok harga di USD82 per barel.
Terkait dengan produksi dalam negeri, Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa target lifting minyak dan gas dalam APBN 2025 tampaknya sulit tercapai.
Untuk minyak, target lifting ditetapkan sebesar 605 ribu barel per hari, namun hingga Maret baru terealisasi sebesar 573,9 ribu barel per hari. Sementara itu, target lifting gas sebesar 1.005.000 barel setara minyak per hari juga belum tercapai, dengan realisasi sebesar 985,7 ribu barel per hari.
“Kita lihat dibandingan tahun lalu realisasi ini mirip atau snagat dekat tapi relatif cenderung lebih rendah lagi dbanding realisasi tahun lalu,” ujarnya.
Penurunan harga minyak dan pencapaian lifting yang belum optimal berpotensi berdampak pada penerimaan negara, terutama dari sektor migas.
Hal ini menjadi perhatian khusus dalam pengelolaan fiskal ke depan, mengingat ketergantungan APBN terhadap penerimaan dari sektor sumber daya alam masih cukup signifikan.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5182935/original/036708100_1744115045-IMG_8380.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)