Malang (beritajatim.com) – Ketua Umum Poros Pemuda Indonesia, Muhlis Ali, menyatakan keprihatinannya terhadap wacana pengembalian Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau Tentara Nasional Indonesia (TNI). Menurut Muhlis, langkah tersebut merupakan kemunduran yang berpotensi merusak tatanan demokrasi Indonesia yang telah dibangun sejak reformasi 1998.
“Wacana Polri di bawah Kemendagri itu langkah mundur,” tegas Muhlis pada Selasa (3/12/2024).
Muhlis menekankan bahwa pemisahan Polri dari TNI merupakan salah satu capaian penting reformasi yang bertujuan menciptakan institusi penegak hukum yang netral dan independen.
“Mengembalikan Polri ke struktur lama justru bertentangan dengan arah demokrasi kita,” ujar Muhlis, seraya mengingatkan bahwa Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 telah menetapkan peran masing-masing: Polri untuk keamanan domestik, dan TNI untuk pertahanan negara.
Muhlis juga mengingatkan akan risiko tumpang tindih peran yang sempat menjadi masalah di masa lalu. Jika Polri ditempatkan di bawah Kemendagri, risiko politisasi akan meningkat. Sementara itu, jika berada di bawah TNI, pendekatan humanis Polri dapat tergantikan oleh pendekatan militeristik.
“Polri saat ini telah membangun sistem yang memastikan profesionalisme, termasuk pengawasan independen. Wacana ini justru dapat merusak capaian tersebut,” kata Muhlis.
Ia menyarankan pemerintah lebih fokus pada pengembangan kapasitas dan integritas Polri untuk meningkatkan kepercayaan publik.
“Polri harus tetap independen. Ini penting untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dalam sistem negara dan memastikan perlindungan hak-hak rakyat,” lanjutnya.
Muhlis mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga semangat reformasi. “Demokrasi Indonesia harus terus maju, bukan mundur. Mari kita dukung Polri agar tetap netral, profesional, dan menjadi institusi yang dipercaya masyarakat,” pungkasnya. [yog/beq]
