Investor Wait and See, Reksa Dana Pasar Uang Dapat Jadi Solusi

Investor Wait and See, Reksa Dana Pasar Uang Dapat Jadi Solusi

JAKARTA – PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia menyarankan investor yang masih ragu untuk memarkirkan dana menganggur pada instrumen reksa dana pasar uang terutama yang memiliki fasilitas pencairan lebih awal (sameday redemption) tentunya dengan syarat dan ketentuan.

Head of Wealth Management Mirae Asset M. Arief Maulana, mengatakan saran untuk berinvestasi pada reksa dana spesial tersebut terutama ketika investor menunggu kondisi pasar modal lebih stabil, atau biasa disebut wait & see.

“Saat pelaku pasar cenderung wait & see, dana menganggur bisa dimanfaatkan dengan berinvestasi ke instrumen jangka pendek seperti reksa dana pasar uang. Terlebih lagi, produk dengan likuiditas tinggi karena punya fasilitas sameday redemption,” ujar Arief dalam keteranganya, dikutip Minggu, 20 April

Arief mengatakan produk tersebut memungkinkan investor untuk langsung mencairkan dana saat eksekusi pembelian saham sudah dilakukan karena momentum yang dirasa sudah tepat tanpa khawatir gagal settlement saham.

Menurutnya Reksa dana pasar uang adalah reksa dana yang diinvestasikan di instrumen utang yang jatuh tempo kurang dari setahun dan efek pasar uang lain seperti deposito dan tabungan sehingga dapat dicairkan lebih cepat dibandingkan reksa dana jenis lain.

Arief menambahkan Reksa dana pasar uang memiliki ketentuan pencairan dana (redemption) maksimal 7 hari. Umumnya, redemption reksa dana pasar uang H+1.

Head of Investment Capital Asset Management Wisnu Karto mengatakan selain likuiditas yang tinggi, keunggulan Capital Optimal Cash lain adalah kemudahan akses investasi melalui NAVI, pengelolaan oleh profesional, dan imbal hasil optimal.

“Selama setahun terakhir, imbal hasil atau return Capital Optimal Cash mencapai 4,36 persen, di atas deposito perbankan acuan 3,25 persen,” tuturnya.

Menurut Wisnu saat ini, pasar modal Indonesia mengalami tekanan signifikan selama kuartal pertama 2025. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada level 6.510 pada 27 Maret 2025, tepat sebelum libur panjang Lebaran, melemah sekitar 8 persen dibandingkan akhir 2024.

Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto mencatat di sepanjang kuartal pertama, arus dana asing keluar atau foreign outflow mencapai 1,8 miliar dolar AS atau setara dengan Rp30,3 triliun dari pasar saham.

Rully menyampaikan tekanan ini berlanjut di bulan April, di mana foreign outflow meningkat signifikan menjadi 927 juta dolar AS atau setara dengan Rp15,5 triliun di pasar saham dan pasar obligasi.

“Kondisi tersebut mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap tantangan ekonomi global dan domestik,” ujarnya.

Rully menyampaikan instrumen Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) juga mengalami tekanan jual dari investor asing.

Adapun berdasarkan data BI periode 8–10 April 2025, terjadi arus keluar sebesar Rp10,5 triliun hanya dalam tiga hari perdagangan instrument bank sentral tersebut.

“Prospek pertumbuhan negara berkembang Asia diperkirakan stagnan hingga 2026, terutama karena perlambatan ekonomi di Tiongkok dan AS yang diperburuk oleh meningkatnya tensi perang dagang. Sementara di dalam negeri, investor masih meragukan pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen,” jelas Rully.