Jakarta, Beritasatu.com – Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang peserta Pendidikan Program Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi, Priguna Anugerah Pratama (PAP) di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, diketahui melibatkan penggunaan obat bius.
Dalam kronologi kejadian, korban diketahui disuntikkan obat bius oleh pelaku. Bahkan, menurut keterangan Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan, hingga hari ini korban masih mengalami efek dari obat bius tersebut.
“Untuk korban masih ada efek obat bius yang dimasukkan ke tubuh korban, masih pusing, telinganya masih berdenging, masih ada efeknya,” kata Surawan ketika dijumpai di Mapolda Jabar, Kamis (17/4/2025).
Lantas, selain kode etik, apakah juga ada pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) penggunaan obat bius dalam kasus ini? Mengingat dalam tata pelaksanaannya, mengakibatkan terjadinya tindak kekerasan seksual pada pasien sebagai korban.
Ketua Kolegium Anesthesiologi dan Terapi Intensif Indonesia Reza Sudjud memaparkan, secara SOP, penggunaan obat bius yang termasuk dalam kategori obat-obatan narkotik itu hanya boleh dilakukan oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP).
“Untuk SOP obat-obatan narkotik itu jelas sekali di SOP rumah sakit, yang bisa mengambil obatnya yakni dokter yang sebagai DPJP,” kata dr. Reza saat konferensi pers Penindakan dan Pendisiplinan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan, Kamis (17/4/2025).
