TRIBUNNEWS.COM – Sejak membatalkan gencatan senjata pada 17 Maret, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) kembali menggempur Gaza dengan serangan yang disebut menargetkan personel Hamas.
Serangan ini telah menyebabkan jumlah korban tewas di Gaza lebih dari 50.000 orang, menurut Kementerian Kesehatan Palestina yang dikelola Hamas, seperti dilaporkan Al Jazeera.
Di tengah eskalasi agresi, laporan CBS News mengungkap pengakuan seorang tentara Israel yang merasa trauma dengan taktik yang diterapkan IDF.
Tentara Israel yang diidentifikasi sebagai “Tommy” (bukan nama sebenarnya) mengungkapkan bahwa ia diperintahkan untuk membakar gedung dan menggunakan warga Palestina sebagai tameng manusia.
“Kami membakar gedung-gedung tanpa alasan, yang jelas melanggar hukum internasional,” katanya kepada CBS News.
Ia juga mengaku diperintahkan mengirim warga Palestina ke dalam gedung untuk mencari bahan peledak, bukannya menggunakan anjing pelacak militer yang telah dilatih.
“Mereka orang Palestina. Kami mengirim mereka masuk terlebih dahulu untuk melihat apakah gedung itu aman dan memeriksa apakah ada jebakan… Mereka gemetar dan ketakutan.”
Menurut Tommy, ia dan rekan-rekannya meminta komandannya menghentikan praktik ini, tetapi perintah tetap harus dijalankan.
Protokol Antinyamuk: Strategi Kontroversial IDF
Praktik ini dikenal sebagai “protokol antinyamuk,” istilah yang digunakan oleh organisasi Breaking the Silence, kelompok veteran Israel yang mengungkap pelanggaran IDF.
Beberapa whistleblower IDF telah mengonfirmasi bahwa protokol ini diterapkan secara luas di Gaza.
Dalam tanggapannya kepada CBS News, militer Israel membantah penggunaan perisai manusia dan mengklaim tidak dapat menyelidiki kasus ini tanpa informasi lebih lanjut.
Namun, laporan menunjukkan bahwa taktik serupa digunakan IDF di Tepi Barat, di mana lebih dari 40.000 warga telah mengungsi akibat serangan Israel selama lebih dari dua bulan.
Tentara Israel Trauma
Penggunaan tameng manusia ini menimbulkan trauma tidak hanya bagi warga Palestina, tetapi juga bagi tentara Israel sendiri.
Di Tepi Barat, seorang anak berusia 14 tahun bernama Omri Salem mengaku dipaksa oleh IDF untuk menggeledah gedung dengan todongan senjata.
“Saya sangat takut,” katanya, mengingat pengalamannya yang meninggalkan luka emosional mendalam.
Di Gaza, Tommy yang memegang senjata juga mengalami trauma moral akibat praktik ini.
“Saya terluka secara moral,” ujarnya. “Sungguh menyebalkan menggunakan warga sebagai tameng manusia seperti anjing.”
WFP: Persediaan Makanan di Gaza Akan Habis dalam 10 Hari
Dalam perkembangan lain, Program Pangan Dunia (WFP) PBB memperingatkan bahwa stok makanan di Gaza dapat habis dalam waktu sekitar 10 hari, mengancam ratusan ribu orang dengan kelaparan.
Menurut WFP, pasokan tepung terigu di Gaza hanya cukup untuk memasok toko roti yang melayani 800.000 orang hingga hari Selasa.
Jika tidak ada pengisian ulang, seluruh persediaan makanan di wilayah tersebut akan habis dalam waktu singkat, dikutip dari Al Jazeera.
Blokade Israel yang telah berlangsung lebih dari empat minggu telah menghambat masuknya bantuan ke Gaza, memperparah krisis kemanusiaan di wilayah tersebut.
Sebagai langkah darurat, pemerintah memiliki cadangan biskuit bernutrisi untuk 415.000 orang yang akan digunakan jika semua makanan lain telah habis.
“WFP menghimbau semua pihak untuk memprioritaskan kebutuhan warga sipil, melindungi pekerja kemanusiaan serta personel PBB, dan segera membuka akses bantuan ke Gaza,” kata badan tersebut dalam pernyataan resminya.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
