Bojonegoro (beritajatim.com) – Seorang kontraktor bersama anaknya mendatangi Mapolres Bojonegoro.
Kedatangannya itu untuk melaporkan oknum anggota LSM yang diduga telah meminta sejumlah uang dan membuat trauma keluarga karena membuat gaduh di rumah pribadinya.
Pelapor, Nia Agustina bersama ayahnya, Pomo kontraktor asal Desa Campurejo Kabupaten Bojonegoro itu menceritakan, pada Sabtu (11/1/2025) terlapor yang diketahui bernama Parman bersama satu temannya mendatangi rumahnya. Kemudian berteriak-teriak menanyakan keberadaan ayahnya.
“Saat itu di teras rumah ada adik saya dan kawan-kawannya sedang belajar kelompok. Karena mendengar ada yang teriak-teriak kemudian saya keluar dari kamar untuk menemui,” ujarnya usai melapor ke Mapolres Bojonegoro, Selasa (14/1/2024).
Meski sudah diberi jawaban bahwa ayahnya saat itu tidak di rumah, namun terlapor masih membentak-bentak.
“Kemudian saya tanya, dan masih teriak-teriak terus, saya jawab kalau ayah di proyek Sukosewu. Baru kemudian pergi,” tambah Nia Agustina menceritakan.
Usai kejadian itu, Nia mengaku trauma dengan tamu tak dikenal yang datang ke rumah. Selain Nia, dia mengungkapkan, nenek, ibu, dan adik serta kawan-kawan adiknya juga trauma dan tidak mau bermain ke rumah lagi.
“Saya, ibu, adik, nenek, dan bahkan kawan-kawan adik saya takut tidak berani lagi main ke rumah kami, kami semua trauma,” ungkapnya.
Sementara itu, ayah Nia Agustina, Pomo seorang kontraktor yang sedang mengerjakan proyek tembok penahan tanah (TPT) di Desa Klepek, Kecamatan Sukosewu, menambahkan, anggota LSM yang memiliki nama singkatan mirip dengan lembaga anti korupsi itu bernama Parman.
Sesuai informasi yang ia terima, Parman tiba-tiba mengamuk di lokasi proyek TPT yang dikerjakannya pada, Sabtu (11/1/2025).
Karena tidak ketemu dengannya, Parman kemudian menuju ke rumah Pomo, di Desa Campurejo, Kecamatan Bojonegoro. Di rumah pemilik CV WHYD yang mengerjakan proyek TPT itu Parman kembali berteriak-teriak.
“Saat itu saya tidak ada di rumah, saya ada di lokasi proyek, sepertinya sisipan. Jadi putri saya dan keluarga saya yang tahu,” ujar Pomo.
Karena tidak menemukan Pomo, Parman bersama kawannya kembali lagi menuju lokasi proyek di Desa Klepek, Sukosewu.
Di situ barulah Parman bertemu dengan Pomo. Tak cuma berteriak-teriak sambil mengomel mengatakan proyeknya tak karuan, dan status tanahnya masih sengketa.
Tetapi, lanjut Pomo, Parman dilihatnya berusaha mendekat sambil berlari, sehingga ia sempat mendorong Parman agar menjauh.
“Saya punya harga diri, diteriaki di depan orang banyak kan saya malu, tapi saya cuma mendorong saja, tidak menganiaya, lalu soal tuduhan dia setahu saya tanah itu sudah bebas, sebelumnya sudah ada pembebasan lahan, dan baru di kerjakan,” tuturnya.
Tak hanya itu, sebab Parman masih membuat keributan, warga sekitar lokasi pembangunan TPT hampir saja menghajar Parman. Sehingga, tindakan Pomo mendorong Parman bertujuan menghalau Parman dari lokasi proyek dan aman dari kemarahan massa.
Usai meninggalkan lokasi, ternyata Parman membuat laporan ke Polsek Sukosewu dengan tuduhan telah dipukul oleh Pomo. Pomo membantah tuduhan tersebut. Apalagi yang ia ketahui setelah di visum tidak ada tanda-tanda kekerasan di sekujur tubuh Parman.
“Sebaliknya, saat proses mediasi di Polsek Sukosewu, Minggu (12/1/2025) malam kemarin, Parman meminta uang senilai Rp40 juta untuk bobok (berobat, red) dan sebagai uang kas LSM dia. Saya hanya mampu Rp5 juta, namun dia tak mau, dan hanya menurunkan di angka Rp20 juta,” ungkapnya.
“Karena tidak ada titik temu ya sudah, saya tidak mau, malah saya merasa itu sebagai pemerasan terhadap saya,” tambah Pomo.
Dikonfirmasi terpisah ihwal laporan Nia Agustina, Kepala Unit (Kanit) 1 Pidana Umum (Pidum) Satreskrim Polres Bojonegoro, Ipda Michael Manansi menyatakan bahwa laporan tersebut masih dalam proses dan masih menunggu disposisi.
“Laporan yang dari Polsek Sukosewu juga masih kami dalami,” sambung Kasatreskrim Polres Bojonegoro, AKP Bayu Adjie Sudarmono. [lus/ted]
