Jakarta, Beritasatu.com – Lailatul Qadar (Lailatulqadar) adalah malam yang memiliki kedudukan sangat tinggi dan istimewa dalam ajaran Islam. Malam ini terjadi pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan dan diyakini sebagai malam pertama kali turunnya wahyu Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.
Keistimewaan Lailatul Qadar tidak hanya terletak pada turunnya wahyu, tetapi juga pada keberkahan yang melimpah pada malam tersebut, menjadikannya momen yang sangat berarti dalam sejarah kehidupan Rasulullah SAW dan bagi umat Islam.
Dalam berbagai riwayat, Rasulullah SAW menggambarkan Lailatul Qadar sebagai malam yang dipenuhi dengan cahaya dan kedamaian. Malam ini berbeda dari malam-malam lainnya karena memberikan ketenangan luar biasa dan menjadi waktu yang sangat berharga untuk beribadah.
Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk memperbanyak doa dan ibadah di malam tersebut, karena amal kebaikan yang dilakukan pada Lailatul Qadar memiliki nilai setara dengan ibadah selama seribu bulan atau sekitar 83 tahun 4 bulan.
Kisah Rasulullah SAW dan Lailatul Qadar
Dalam sebuah kisah, diceritakan pada malam-malam terakhir bulan Ramadan, Rasulullah SAW bersama para sahabat sedang beriktikaf di masjid. Mereka menunaikan salat dengan penuh kekhusyukan. Saat Rasulullah SAW mengangkat tangannya untuk berdoa, para sahabat serentak mengamininya.
Malam itu, langit tampak mendung tanpa bintang, disertai hembusan angin yang lembut. Dalam riwayat tersebut, malam itu diyakini sebagai malam ke-27 Ramadan.
Ketika Rasulullah SAW dan para sahabat sedang sujud, hujan deras tiba-tiba turun, membasahi masjid yang tidak memiliki atap. Air mulai menggenangi lantai masjid, membuat salah seorang sahabat berpikir untuk membatalkan salatnya dan mencari tempat berteduh.
Namun, ketika dia melihat Rasulullah SAW dan para sahabat tetap khusyuk dalam sujud tanpa bergerak sedikit pun, dia mengurungkan niatnya.
Air hujan terus membasahi tubuh Rasulullah SAW dan para sahabat, tetapi mereka tidak bergeming. Rasulullah SAW tetap tenggelam dalam sujudnya, seolah terhanyut dalam keindahan dan cahaya Ilahi yang menyelimuti malam tersebut.
Seakan-akan beliau takut keindahan itu akan sirna jika dia mengangkat kepalanya. Ketika akhirnya Rasulullah SAW menyelesaikan salatnya dan mengangkat kepalanya, hujan pun berhenti secara tiba-tiba.
Anas bin Malik yang menyaksikan kejadian itu segera berlari untuk mengambil pakaian kering bagi Rasulullah SAW. Namun, beliau dengan tenang berkata, “Wahai Anas bin Malik, biarkanlah kita tetap basah, nanti pakaian kita juga akan kering dengan sendirinya”. Jawaban ini menunjukkan betapa dalamnya makna dan keistimewaan malam Lailatul Qadar bagi Rasulullah SAW.
Peristiwa ini memberikan pelajaran berharga tentang hikmah dan keutamaan malam Lailatul Qadar. Rasulullah SAW mengajarkan malam ini bukan hanya waktu untuk beribadah, tetapi juga momen untuk merasakan kehadiran dan kasih sayang Allah Swt.
