Jakarta, Beritasatucom – Penerimaan pajak negara mengalami penurunan tajam sebesar 41,86% secara tahunan atau year on year pada Januari 2025, yang hanya mencapai Rp 88,89 triliun. Penurunan pajak Indonesia ini terjadi di tengah transisi ke Sistem Administrasi Inti Perpajakan (Coretax) yang masih menghadapi berbagai tantangan teknis dan implementasi.
Dibandingkan dengan penerimaan Januari 2024 yang mencapai Rp 152,89 triliun, penurunan drastis ini memicu kekhawatiran terhadap pencapaian target penerimaan pajak tahunan pemerintah sebesar Rp 2.189,31 triliun, yang ditetapkan meningkat 13,29% dari tahun sebelumnya.
Selain implementasi Coretax, rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk barang mewah juga turut memengaruhi penurunan penerimaan pajak negara.
Laporan APBN KiTa edisi Februari 2025 menyebutkan, penurunan penerimaan pajak terutama disebabkan oleh melemahnya penerimaan PPN dalam negeri serta melambatnya penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan. PPh badan turun menjadi Rp 4,16 triliun, sementara PPN dalam negeri hanya mencapai Rp 2,58 triliun hingga akhir Januari.
Meskipun secara keseluruhan mengalami kontraksi, penerimaan pajak dari PPN impor, PPh 21, dan PPh final masih memberikan kontribusi yang signifikan. PPN impor menyumbang Rp 20,21 triliun atau 22,74% dari total penerimaan pajak, terutama dari sektor bahan baku industri makanan.
PPh 21 atau pajak gaji menyumbang Rp 15,95 triliun (17,94%), didorong oleh skema tarif pajak yang lebih efektif. Sementara itu, PPh final yang mencakup pajak atas bunga deposito, diskonto obligasi, dan sewa properti mencapai Rp 11,57 triliun.
Sektor manufaktur, jasa keuangan, dan pertambangan masih menjadi tulang punggung penerimaan pajak, dengan kontribusi gabungan sebesar 52,4% dari total penerimaan Januari. Sektor manufaktur mencatat pajak tertinggi senilai Rp 23,25 triliun, diikuti jasa keuangan Rp 13,62 triliun, dan pertambangan Rp 10,18 triliun.
Sistem Coretax menjadi sorotan di tengah penurunan pendapatan pajak negara. Padahal, sistem baru ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan serta mempermudah wajib pajak dalam memenuhi kewajiban mereka. Namun, dalam praktiknya, banyak pengguna mengalami kendala teknis dalam mengakses dan menggunakan sistem tersebut.
Proyek Coretax menelan biaya sebesar Rp 1,73 triliun, dengan LG CNS, anak perusahaan LG Corporation asal Korea Selatan yang menjadi pemenang lelang utama dengan kontrak senilai Rp 1,22 triliun. Pendanaan proyek ini berasal dari anggaran Kementerian Keuangan periode 2020–2024.
Proses pengadaan dikelola oleh PricewaterhouseCoopers (PwC), sementara Deloitte Consulting bertindak sebagai konsultan untuk manajemen proyek dan jaminan kualitas.
Dengan berbagai tantangan yang muncul, implementasi Coretax masih perlu dievaluasi lebih lanjut agar tujuan modernisasi perpajakan benar-benar tercapai tanpa menghambat kinerja penerimaan pajak negara.
