Direksi LPEI Bertemu dengan Debitur untuk Atur Pemberian Kredit

Direksi LPEI Bertemu dengan Debitur untuk Atur Pemberian Kredit

Direksi LPEI Bertemu dengan Debitur untuk Atur Pemberian Kredit
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Komisi Pemberantasan
Korupsi
(
KPK
) mengungkapkan bahwa direksi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (
LPEI
) pernah bertemu dengan pihak debitur, yakni
PT Petro Energy
, sebelum menyetujui kredit.
Plt Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo menyebutkan, dalam pertemuan itu, kedua belah pihak menyepakati agar proses pemberian kredit dipermudah, meski PT Petro Energy tidak layak menerima kredit.
“Karena memang di awal sebelum dilaksanakan proses pemberian kredit antara Direksi (LPEI) dan PT PE (Petro Energy) yang tadi telah dijadikan tersangka dua orang tersebut, terjadi pertemuan,” kata Budi di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (3/3/2025).
Ketika itu, kata dia, perjanjian pemberian kredit untuk PT Petro Energy (PE) sebesar Rp 1 triliun diberikan secara bertahap.
“Hal ini dilaksanakan juga, yaitu pada saat para bawahan dari direktur (LPEI) menyampaikan bahwa PT PE ini sebenarnya tidak layak untuk menerima kredit karena kondisi keuangannya yang tidak baik,” ujar Budi.
Di sisi lain, Budi juga mengatakan bahwa PT Petro Energy melakukan kecurangan dengan membuat kontrak palsu yang dijadikan dasar ketika mengajukan kredit ke LPEI.
Hal ini sudah diketahui oleh direksi LPEI, tetapi mereka tidak mencek dan malah membiarkan kredit pertama dicairkan sebesar Rp 229 miliar.
“Dan ini sudah diketahui dan diberikan masukan oleh pihak analis ataupun bawahan dari direktur. Namun, para direktur tetap memberikan kredit kepada PT PE walaupun kondisi tersebut sudah dilaporkan dari bawahan,” ujar Budi.
Ia menambahkan, PT Petro Energy mestinya tidak berhak mendapatkan
top-up
kredit sebesar Rp 400 miliar dan Rp 200 miliar setelah pengucuran yang pertama.
“Namun, ini tidak diindahkan oleh para direktur yang mempunyai kewenangan untuk memberikan persetujuan terhadap dikeluarkannya kredit tersebut,” kata Budi.
Tak hanya itu, PT Petro Energy memalsukan
purchase order
maupun
invoice
tagihan yang digunakan ketika melakukan pencairan di LPEI.
Hal ini terkonfirmasi dari saksi-saksi maupun dokumen-dokumen serta barang bukti elektronik yang ditemukan penyidik KPK.
Di sisi lain, LPEI menyebutkan di dalam proposal bahwa tujuan memproduksi kredit adalah untuk bisnis bahan bakar solar.
“Namun faktanya, mereka melakukan
side streaming
, jadi tidak digunakan untuk bisnis solar tersebut, tapi malah digunakan untuk berinvestasi ke usaha yang lain,” kata Budi.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian keuangan negara akibat kasus
korupsi
di LPEI ini mencapai 60 juta dollar AS atau setara Rp 900 miliar.
“Jadi total kurang lebih Rp 900 miliar atau dikurskan dalam USD kurang lebih 60 juta USD,” ucap dia.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus korupsi pemberian kredit oleh LPEI.
Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI; Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana IV LPEI; Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta selaku debitur dari PT Petro Energy.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.