Surabaya (beritajatim.com) – Sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diajukan oleh 41 warga Jalan Pulosari Surabaya melawan PT Patra Jasa di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali tertunda. Penundaan ini terjadi karena hakim Damanik, yang sebelumnya memimpin persidangan, ditangkap oleh Tim Pidana Khusus Kejaksaan Agung atas kasus suap.
Hingga kini, pengadilan belum mengumumkan siapa hakim pengganti untuk memimpin jalannya sidang. Penunjukan hakim baru tertunda karena banyak hakim, termasuk yang diusulkan untuk menggantikan Damanik, sedang mengikuti fit and proper test di Pengadilan Tinggi Jawa Timur.
Kuasa hukum warga Pulosari, Ananta Rangkugo, SH, menyebut gugatan ini diajukan setelah proses mediasi dengan PT Patra Jasa gagal mencapai kesepakatan.
“Mediasi sudah beberapa kali dilakukan, tetapi pihak PT Patra Jasa berbelit-belit. Bahkan, di mediasi terakhir, pimpinan mereka tidak hadir dan hanya mengirimkan perwakilan tanpa kewenangan mengambil keputusan,” ujar Ananta.
Warga Pulosari yang menggugat menuntut ganti rugi atas rumah-rumah mereka yang dihancurkan secara sepihak oleh PT Patra Jasa saat eksekusi. Lima warga yang rumahnya dihancurkan telah disiapkan sebagai saksi dalam persidangan.
Menurut Ananta, rumah warga yang diratakan menggunakan alat berat bukan bagian dari target eksekusi. “Warga ini tidak mengerti mengapa rumah mereka dihancurkan. Mereka tidak pernah menjadi pihak dalam perkara yang dijadikan dasar eksekusi,” tegasnya.
Kuasa hukum lainnya, Luvino Siji Samura, SH, menambahkan bahwa gugatan ini mengungkap maladministrasi dan kejanggalan dalam eksekusi yang dilakukan PT Patra Jasa.
“Berdasarkan SHGB nomor 434 yang sudah mati dan putusan pengadilan nomor 333, PT Patra Jasa mengeksekusi rumah secara sewenang-wenang. Padahal, 41 warga ini tidak pernah menjadi pihak dalam perkara nomor 333,” jelas Luvino.
Selain itu, tim kuasa hukum menemukan bahwa dalam perkara tersebut terdapat ahli waris yang bukan sebenarnya, seperti anak menantu atau anak angkat, yang dijadikan subjek hukum.
Luvino menegaskan, gugatan ini tidak berkaitan dengan sengketa tanah melainkan tindakan sewenang-wenang saat eksekusi.
“Eksekusi salah sasaran ini harus dipertanggungjawabkan. Fakta ini menunjukkan adanya kemungkinan rekayasa yang menyebabkan rumah-rumah warga dihancurkan,” tambahnya.
Meski persidangan tertunda, warga Pulosari berharap majelis hakim yang baru dapat bersikap obyektif dan adil dalam menangani perkara ini. Mereka juga terbuka untuk perdamaian jika PT Patra Jasa mengajukan permintaan yang layak.
“Kami masih mau menerima perdamaian, tetapi harus dilihat dulu bagaimana permintaan tersebut,” ujar Ananta.
Dengan banyaknya kejanggalan yang terungkap, perkara ini menjadi sorotan sebagai ujian bagi sistem peradilan dalam memberikan keadilan bagi masyarakat kecil. [uci/beq]
