Lamongan (beritajatim.com) – Keluarga Ali Imron, yang merupakan narapidana terorisme (napiter) dari kasus Bom Bali I, akan kembali mengajukan grasi kepada presiden.
Keterlibatan Ali Imron dalam kasus Bom Bali pada tahun 2002 tersebut membuatnya dijatuhi vonis hukuman penjara seumur hidup pada tahun 2003.
Ali Fauzi, adik kandung dari Ali Imron, menyampaikan bahwa pengajuan grasi kepada Presiden Prabowo tersebut merupakan permintaan dari sang ibu, Tatiyem.
“Ibunda yang 5 tahun belakangan ini terus menerus minta kepada saya untuk menguruskan grasi untuk mas Ali Imron,” kata Ali Fauzi kepada wartawan, Kamis (5/12/2024).
Pria yang merupakan pendiri sekaligus ketua Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP) tersebut mengaku selama ini sudah 5 kali mengajukan grasi.
Namun upayanya selalu gagal, meskipun segala kebutuhan administrasi mulai dari tingkat bawah hingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah dilengkapi.
“Bapas (Balai Pemasyarakatan) sudah menyetujui. Kalapas Cipinang juga menyetujui, Dirjen Pas (Direktur Jendral Pemasyarakatan), Kapolri, Kepala BNPT mendukung. Tapi kemudian kita mentok di Istana (Presiden),” tuturnya.
Ali Fauzi mengaku akan terus berusaha agar kakaknya Ali Imron bisa mendapatkan keringanan hukuman, dengan kembali mengajukan grasi kepada Presiden Prabowo.
“Mudah-mudahan Pak Prabowo mau merespon permintaan ibunda Tariyem yang anaknya, Ali Imron, sudah mendekam hampir 22 tahun di penjara. Saya hampir setiap hari juga menangis jika mendengar keluhan dari ibu,” ujarnya.
“Dia bilang 2 kakakmu sudah ditembak mati, ini yang satu kok nggak pulang-pulang, nggak bebas-bebas. Tapi itu kan memang kewenangan pemerintah,” lanjutnya.
Ali Fauzi mengaku terkadang merasa cemburu terhadap beberapa narapidana yang mendapat vonis hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati, yang akhirnya bisa bebas.
“Saya juga sebagai manusia biasa juga merasa cemburu sebenarnya. Karena pada beberapa kasus narkoba misalkan, Mary Jane beberapa minggu lalu diekstradisi ke Filipina dan kemudian dibebaskan. Padahal vonisnya kan vonis mati,” ucapnya.
Selain Mary Jane, kata Ali Fauzi, para narapidana kasus narkoba di Bali yang terkenal dengan sebutan Bali Nine, rencananya juga akan dipulangkan ke negara asalnya, Australia.
“Saya harapkan juga ini ada keseimbangan di dalam memperlakukan antara napi narkoba dan napi teroris,” kata Ali Fauzi.
Apalagi menurut Ali Fauzi, jasa Ali Imron terhadap keberhasilan penanggulangan terorisme dan paham radikal melalui program deradikalisasi sangatlah besar.
“Mas Ali Imron pertaruhkan nama baiknya, nyawanya juga, ketika moderasi beragama, deradikalisasi menjadi hinaan kelompok JI (Jamaah Islamiyah) maupun ISIS. Tapi beliau lakukan itu,” katanya.
“Dan hasilnya sekarang ada ratusan yang sekarang mengikuti jejak mas Ali Imron (kembali ke pangkuan NKRI). Nah saya pikir juga perlu ada apresiasi dari pemerintah, khususnya bapak Presiden Prabowo,”sambungnya.
Menurut Ali Fauzi, ibunya yang kini telah berusia 99 tahun dan mulai menderita lumpuh, sangat mengharapkan Ali Imron bisa bebas. Terakhir kali Ibu Tariyem bertemu Ali Imron sekitar 5 tahun lalu.
“Harapan saya kali ini dan supaya juga ibu sebelum meninggal dunia, Mas Ali Imron bisa bebas. Karena ibu ngomong kalau nggak mau mati duku sebelum mas Ali Imron bebas. Sekarang umur ibu sudah mendekati 100 tahun,” ucap Ali Fauzi. [fak/suf]
